Kronologi Siswa SMP di Tangsel Meninggal Dunia Diduga Usai Jadi Korban Perundungan Teman Sekelasnya

Inilah kronologi siswa SMP di Tangerang Selatan bernama Muhammad Hisyam (13) meninggal dunia, sebelumnya sempat jadi korban perundungan teman sekelas

|
Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Hilda Rubiah
TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico
KASUS PERUNDUNGAN: Suasana rumah duka Muhammad Hisyam siswa SMP Negeri 19 Kota Tangerang Selatan yang menjadi korban perundungan teman sekelasnya. Muhammad Hisyam meninggal dunia di rumah sakit setelah sepekan dirawat. 

TRIBUNJABAR.ID - Baru-baru ini kasus seorang siswa SMP di Tangerang Selatan (Tangsel) bernama Muhammad Hisyam (13) tengah menjadi sorotan publik.

Siswa SMPN 19 Kota Tangerang Selatan itu akhirnya meninggal dunia Minggu (16/11/2025) pukul 06.00 WIB.

Muhammad Hisyam meninggal setelah menjalani perawatan akibat luka serius pada kepalanya diduga menjadi korban tindak kekerasan teman sebangkunya berinsial RI.

Kabar duka Hisyam siswa SMP yang jadi korban perundungan meninggal dunia itu disampaikan perwakilan kuasa hukum keluarga korban Alvian Adji Nugroho.

Baca juga: Viral, Siswi SMP di Depok Jadi Korban Bully, Dianiaya Teman Disiarkan di Instagram: Minta Maaf Lu

Perwakilan kuasa hukum keluarga korban, Alvian Adji Nugroho mengungkapakan dirinya mendapatkan kabar setelah menjalankan salat Subuh. 

"Kabar duka ini disampaikan pihak keluarga, bilang Hisyam sudah “tidak ada” saat dibangunkan," ujar Alvian Adji Nugroho, Minggu (16/11/2025), dikutip dari TribunTangerang.com.

Sebelumnya, Muhammad Hisyam diduga jadi korban perundungan itu menjalani perawatan di rumah sakit selama sepekan, tak lama setelah proses mediasi yang dilakukan terkait dugaan pemukulan yang menimpanya. 

Alvian menegaskan Hisyam tidak memiliki riwayat penyakit apapun sebelum kejadian. 

“Tidak ada riwayat sakit,” ungkap Alvian.

Namun Alvian mengaku belum menerima penjelasan pasti dari dokter.

Hingga kini, penyebab pasti meninggalnya Muhammad Hisyam belum dapat dipastikan.

Namun, pihak keluarga menyebut kondisi Hisyam menurun setelah dugaan pemukulan di bagian belakang kepala. 

"Belum tau hasilnya, pasca pemukulan (belakang kepala)," ujar Alvian.

Kronologi Perundungan

Dikutip dari TribunJakarta.com, Ibunda korban, Y (38), sempat mengungkap kronologi penderitaan bullying atau perundungan yang dialami anaknya tersebut.

Kepada sang ibu, Hisyam sempat menceritakan selalu dibully sejak awal masuk, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), pada Juni 2025.

Menurut Y, tindakan yang diduga bullying itu terus berlanjut hingga Oktober 2025. Puncak kejadian pada Senin (20/10/2025).

"Pertama kali itu awalnya pas MPLS. Awal dari MPLS udah kena juga dia, ditabokin sampai tiga kali," ujar Y saat ditemui Kompas.com di Serpong, Tangsel, Senin (10/11/2025).

"Sering ditusukin sama sedotan tangannya. Kalau lagi belajar, ditendang lengannya. Asal nulis ditendang, sama punggungnya itu dipukul," ujar ibunda Hisyam.

Saat itu, sang anak mengaku dipukuli orang yang sama dengan kursi besi hingga mengalami benjol di bagian kepalanya.

Namun, korban tidak langsung bercerita kepada keluarga karena takut. Terlebih, kondisi Y yang saat itu baru saja pulang dari ICU karena harus rawat jalan. 

"Dia enggak langsung bilang karena hari itu saya juga habis keluar dari ruang ICU, dia takut," ujar Y, ibunda Hisyam.

Kemudian, Hisyam baru mengakui dugaan bullying yang dialaminya, pada Selasa (21/10/2025).

Saat itu, sang ibu melihat gerak gerik korban yang aneh.

Y menyebut anaknya itu sering linglung saat berjalan, bahkan ia melihat ada yang aneh pada gerak gerik matanya.

Y berusaha menggali peristiwa pembullyan yang sebenarnya, sampai akhirnya sang anak terbuka bercerita.

"Saya mikir, kok dijedotin tapi ada di tengah ubun-ubun gitu. Terus dia bilang, 'bukan dijedotin mah tapi dipukul pakai bangku', bangku yang kursi sekolah besi itu," kata dia.

Kaget mendengar cerita dan pengakuan sang anak, Y langsung mengadukan hal tersebut ke pihak sekolah.

Pihak keluarga korban pun sempat bertemu dengan keluarga pelaku untuk dilakukan mediasi. 

Dari mediasi tersebut sempat diambil kesepakatan bahwa biaya pengobatan korban akan ditanggung.

Namun, di tengah proses mediasi dan menjalani perawatan hingga sepekan lebih, nyawa Hisyam tak tertolong dan kini meninggal dunia.

Baca juga: Pakar Psikologi Forensik Soroti Dugaan Bullying di Tragedi Ledakan SMAN 72 Jakarta: Kita Terlambat

Setelah meninggal dunia, jenazah Hisyam dipulagkan dari Rumah Sakit Fatmawati, lalu dimandikan di rumah duka.

Pantauan TribunTangerang.com, rumah duka tampak dipadati warga yang datang untuk melihat dan mendoakan almarhum.

Tampak warga terlihat silih berganti berdatangan memberikan penghormatan terakhir.

Rencananya, jenazah Hisyam siswa SMP itu akan dimakamkan di makam keluarga yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya.

KPAI Turun Tangan

Sementara itu, terkait proses hukum, kuasa hukum keluarga korban, Alvian mengatakan keluarga menyampaikan laporan atas kasus ini telah dibuat oleh KPAI.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merekomendasikan agar kasus dugaan perundungan yang terjadi di SMP Negeri 19 Kota Tangerang Selatan dilanjutkan ke jalur hukum. 

Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini mengatakan keputusan ini diambil setelah upaya mediasi internal sekolah dinilai belum menyelesaikan masalah.

Menurutnya, langkah hukum penting dilakukan agar fakta kasus benar-benar terungkap dan memberikan keadilan bagi korban.

“Kalau bisa diselesaikan di sekolah, ya diselesaikan di sekolah. Tapi kalau tidak bisa, ya silakan diproses hukum. Karena dengan proses hukum, kita bisa tahu duduk perkaranya dan bagaimana penyelesaiannya,” ujar Diyah Puspitarini saat ditemui di Polres Tangerang Selatan, Serpong, Tangsel, Selasa (11/11/2025).

Menurut Diyah, dari hasil pengawasan KPAI, unsur bullying sudah jelas terlihat, apalagi korban mengalami luka fisik. Karena itu, pihaknya mendukung langkah kepolisian untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

“Kami mengakui ada bullying, dan apakah terjadi luka-luka? Kan ada. Jadi tidak apa-apa, diproses hukum saja,” tegasnya.

Diyah menambahkan, proses hukum tetap bisa dilakukan meski pelaku masih di bawah umur. 

Baca juga: Korban Dugaan Bullying di Sukabumi Ternyata Sudah Minta Pindah Sekolah, DPRD Siap Kawal Kasusnya

Hal ini Sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), lanjut Diyah, anak pelaku tindak pidana mendapat perlakuan khusus, mulai dari pendampingan psikologis hingga perlindungan hukum.

“Tidak apa-apa, pelaku di bawah umur juga bisa diproses, karena sudah ada mekanismenya di dalam SPPA,” jelasnya.

Selain mendorong penegakan hukum, KPAI mengingatkan pentingnya dukungan psikologis bagi korban dan pelaku. 

Ia menegaskan, berdasarkan Pasal 59A Undang-Undang Perlindungan Anak, setiap kasus yang melibatkan anak wajib ditangani dengan proses yang cepat, didampingi tenaga profesional, dan mendapatkan bantuan sosial serta perlindungan hukum.

Diah menilai, kasus bullying yang marak di sekolah saat ini perlu menjadi perhatian serius.

Ia menilai fenomena perundungan di kalangan pelajar generasi Z dan Alpha semakin kompleks karena pengaruh media sosial dan lemahnya ketahanan psikologis anak.

"Hari ini bullying tidak bisa dianggap remeh. Anak-anak sekarang kalau dibully bisa melakukan tindakan di luar kendali, karena mereka hidup di dua dunia nyata dan maya. Jadi ini harus jadi alarm bagi semua pihak,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Seorang siswa SMPN 19 Kota Tangerang Selatan berinisial MH mengalami tindak kekerasan setelah kepalanya dijedotkan ke kursi besi oleh teman sekelasnya berinisial RI.

Kepala SMP Negeri di Tangsel, Frida Tesalonika mengatakan kejadian tersebut terjadi Senin, (20/10/2025) saat jam istirahat di dalam kelas.

"Kronologis kebetulan Senin, super visit kelas di kelas itu, tidak ada tanda. Kejadian di jam istirahat, menurut informasi anak dijedotin ke bangku," ujar Frida Tesalonik, Serpong, Tangsel, Selasa (11/11/2025).

Frida Tesalonik mengatakan saat kunjungan di jam pelajaran terakhir, pembelajaran berjalan dengan baik, inovatif, dan menyenangkan. 

Guru pengajar dinilai mempersiapkan pembelajaran dengan matang, menggunakan alat pendukung seperti proyektor, dan suasana kelas terlihat kondusif serta siswa tampak senang dan aktif. Tidak ada indikasi kejadian khusus pada waktu tersebut.

Beberapa saat kemudian, ia mendapat foto korban dalam kondisi bagian matanya tertutup akibat luka. 

"Saya mendapat foto ananda MH sudah tertutup matanya," ujar Frida.

Pada hari Rabu, lanjut Frida, orang tua korban datang ke sekolah untuk melakukan klarifikasi dan penyelesaian masalah. 

Ia segera menindaklanjuti dan memfasilitasi mediasi antara kedua belah pihak orang tua korban dan orang tua pelaku.

"Terjadilah kesepakatan kedua belah pihak, tertuang dalam surat pernyataan kesanggupan si orang tua pelaku untuk membiayai si korban, untuk mata dan kepala," ujar Frida.

Menurut Frida proses penyelesaian berjalan dengan baik, pihak sekolah telah melakukan mediasi dan memastikan tidak ada konflik lanjutan. 

Pada hari Kamis, Frida mengatakan wali kelas berkunjung ke rumah korban untuk menengok kondisi siswa yang sempat mengalami lemas pada tangan dan kaki. 

Dalam kunjungan tersebut, wali kelas membawa buah tangan sebagai bentuk empati dan dukungan.

Saat itu, kondisi korban sudah membaik matanya tidak lagi tertutup dan ia sudah dapat berinteraksi serta berbincang dengan baik.

Namun, beberapa waktu kemudian, pihak sekolah kembali menerima pesan dari keluarga korban melalui WhatsApp, yang menyampaikan adanya keluhan lanjutan terkait kejadian tersebut. 

"Akhirnya kami di Wa sekarang begini begini, kok jadi gini dari keluarga korban," pungkasnya.

(Tribunjabar.id/Hilda Rubiah) (Tribuntangerang.com/Ikhwana Mutuah Mico) (Jaisy Rahman Tohir)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved