Ancaman Monopoli SPPG: DPR Dorong Pengaturan Agar Ekonomi Daerah Tumbuh Merata

Anggota DPR RI mengingatkan pemerintah bahwa pelaksanaan dapur steril tersebut tidak boleh dikuasai oleh segelintir pemodal besar.

Editor: Ravianto
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
TAK BOLEH DIMONOPOLI - dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Baleendah Rancamanyar, Jalan Bojongsayang, Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (29/9/2025). Anggota Komisi IX DPR RI, Nuroji, menyoroti potensi praktik monopoli yang dapat muncul dalam pengelolaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Nuroji, menyoroti potensi praktik monopoli yang dapat muncul dalam pengelolaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Ia dengan tegas mengingatkan pemerintah bahwa pelaksanaan dapur steril tersebut tidak boleh dikuasai oleh segelintir pemodal besar.

Sebaliknya, program MBG harus membuka pintu seluas-luasnya bagi koperasi dan pelaku UMKM agar manfaat ekonomi dari anggaran program yang mencapai puluhan triliun rupiah tersebut dapat tersebar merata ke masyarakat luas.

Nuroji menekankan bahwa tujuan strategis dari Program MBG adalah mendorong pemerataan ekonomi di tingkat daerah.

Prinsip gotong royong harus menjadi landasan dalam seluruh ekosistem SPPG, mulai dari pengelolaan dapur hingga rantai pasokan bahan baku.

“Jangan sampai pemilik dapur juga yang menguasai seluruh rantai bisnis, dari penyewaan dapur hingga menjadi supplier bahan. Harus ada pemerataan yang adil,” kata Nuroji, Jumat (14/11/2025).

Baca juga: Anak Mantan Bupati Bandung Barat Akui Punya 5 SPPG, 10 SPPG Sedang Diajukan

Kekhawatiran Penguasaan Pasar oleh Modal Besar

Di lapangan, legislator Gerindra ini melihat masih banyak masyarakat dan UMKM yang kesulitan terlibat dalam rantai pasok karena keterbatasan modal atau minimnya akses informasi.

Jika pelaku bermodal besar dibiarkan menguasai semua aspek, maka pelaku usaha kecil akan tersingkir.

Nuroji mencontohkan, koperasi pasar sebetulnya memiliki kapasitas besar untuk menjadi pemasok sayuran, bahan pokok, dan kebutuhan dapur lainnya.

“Banyak yang ingin ikut tapi tidak tahu caranya, atau terkendala modal. Karena itu, mereka perlu berhimpun dalam koperasi. Kalau koperasi diberi ruang, ekonomi lokal bisa tumbuh,” ujarnya.

Untuk mencegah penguasaan pasar secara berlebihan, Nuroji mengusulkan agar pemerintah menetapkan pembatasan atas jumlah dapur SPPG yang boleh dimiliki oleh satu yayasan atau pengelola.

Kebutuhan Anggaran dan Pengembangan SPPG

Peringatan ini muncul di tengah upaya Badan Gizi Nasional (BGN) yang mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp28,63 Triliun untuk menutupi kekurangan Program MBG hingga akhir 2025.

Ketua BGN, Dadan Hindayana, menyebut tambahan dana diperlukan untuk memenuhi kebutuhan makanan bergizi (sekitar Rp14,53 triliun) dan mengembangkan 8.000 titik SPPG baru di daerah-daerah terpencil (sekitar Rp14,1 triliun).

Nuroji berharap pengembangan besar-besaran ini tidak hanya fokus pada inovasi teknologi higienitas (seperti sterilisasi makanan), tetapi juga wajib melibatkan masyarakat melalui koperasi agar roda ekonomi daerah benar-benar berputar.(*)

Deni Saputra/Tribunnews

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved