20 Tahun Ditinggal Merantau Tanpa Kabar, Hayati Akhirnya Bertemu Ayah, Sempat Dikira Telah Meninggal

Inilah kisah ayah dan anak yang bertemu kembali setelah hampir dua dekade terpisah, sempat mengira meninggal dunia.

Humas Polres Bangka Selatan/Bangkapos
DIPERTEMUKAN -- Jumhartono ketika dipertemukan dengan anaknya bernama Hayati, Minggu (21/9/2025) kemarin. Keduanya telah berpisah selama 20 tahun lalu, setelah Jumhartono memutuskan bekerja menjadi TKI di Malaysia. 

TRIBUNJABAR.ID - Inilah kisah ayah dan anak yang bertemu kembali setelah hampir dua dekade terpisah.

Kisah haru itu dialami oleh Jumhartono (70) yang akhirnya bisa bertemu dengan putrinya, Hayati (45), di Toboali, Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung.

Selama 20 tahun berpisah, Hayati tidak pernah mendengar kabar tentang sang ayah.

Bahkan, ia mengira bahwa Jumhartono telah meninggal dunia.

Akan tetapi sebuah kabar mengejutkan datang dari Malaysia sekitar sebulan lalu, yang mengonfirmasi bahwa Jumhartono masih hidup dan tinggal di negeri Jiran.

Proses Bertemu Penuh Haru

Pihak Konsulat Indonesia di Tawau, Malaysia, segera menelusuri keluarga Jumhartono untuk memfasilitasi proses pemulangannya ke kampung halaman.

Baca juga: Nasib Pilu Nenek Painem yang Hidup Sebatang Kara, Hanya Bisa Menangis Lihat Rumahnya Ludes Terbakar

Hayati mengaku awalnya pasrah karena sudah hampir dua dekade tidak pernah bertemu dengan sang ayah.

"Awalnya kami sudah pasrah karena sudah 20 tahun lebih tidak bertemu. Jadi seperti dianggap sudah meninggal dunia. Tapi takdir berkata lain, masih dipertemukan dengan ayah," ungkap Hayati sambil menahan tangis haru, Kamis (25/9/2025), dikutip dari Kompas.com.

Hayati dan sang ayah bertemu setelah berkomunikasi melalui video call.

Hal itu untuk memastikan bahwa Jumhartono adalah ayah kandungnya yang pergi merantau selama ini.

"Kami merasa bersyukur, alhamdulillah terima kasih pada semua pihak yang telah membantu," ujar Hayati.

Kemudian Jumhartono tiba di Pangkalpinang pada 21 September 2025 dan langsung menjalani pemeriksaan medis sebelum dibawa pulang ke Toboali.

Dalam keadaan yang tampak lemah, Jumhartono berjalan dengan bantuan tongkat, sementara air mata haru mengalir di pipinya ketika disambut sang anak.

Jumhartono merantau ke Malaysia karena kondisi ekonomi yang sulit.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved