MBG Jadi Sorotan, Dosen Unhan Ungkap Pentingnya untuk Manajemen Pertahanan Jangka Panjang

Perdebatan soal alokasi anggaran ratusan triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah menjadi salah satu isu panas di ruang publik. 

Istimewa
KAPRODI - Kaprodi S2 Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan (Unhan) Republik Indonesia, Kolonel Tek. Dr. Ir. Hikmat Zakky Almubaroq, S.Pd., M.Si. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Nazmi Abdurrahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Perdebatan soal alokasi anggaran ratusan triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah menjadi salah satu isu panas di ruang publik. 

Hal itu diungkapkan Kaprodi S2 Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan (Unhan) Republik Indonesia, Kolonel Tek. Dr. Ir. Hikmat Zakky Almubaroq, S.Pd., M.Si, dalam artikelnya berjudul Makan Bergizi Gratis: Manajemen Pertahanan Jangka Panjang, dikutip, Kamis (25/9/2025). 

Dalam artikelnya, Zakky menyebut jika kritik keras muncul, menuduh kebijakan ini sebagai proyek populis semata, bahkan disebut sekadar alat pencitraan politik. 

Baca juga: Mendagri Tito Sebut Sinergi Pusat dan Daerah Bisa Jadi Kunci Suksesnya Program MBG

"Kekhawatiran itu wajar, terlebih jika pelaksanaannya kelak tidak transparan, rawan inefisiensi, dan sarat kepentingan elektoral," ujar Zakky. 

Namun, kata Zakky, di tengah riuh kritik tersebut, ada pertanyaan yang sering terlewat, yakni benarkah program gizi gratis ini sekadar pencitraan, atau justru strategi jangka panjang dalam manajemen pertahanan negara?

Zakky mengatakan, sehebat apa pun kurikulum, secanggih apa pun alutsista, dan semegah apa pun pangkalan militer, semuanya akan rapuh jika generasi penerus tumbuh dengan gizi buruk.

"Anak yang kekurangan gizi bukan hanya gagal menyerap ilmu, tetapi juga tumbuh menjadi sumber daya manusia yang lemah, baik secara fisik maupun kognitif. Dalam jangka panjang, ini berarti Indonesia kehilangan cadangan kekuatan nasional, baik di ranah sipil maupun militer," katanya.

Sejumlah riset internasional mendukung pentingnya intervensi gizi sejak dini. Studi yang dimuat di Nature (2023) menunjukkan bahwa intervensi gizi pada anak usia dini mampu meningkatkan skor perkembangan kognitif secara signifikan. 

UNICEF (2023) mencatat bahwa anak sekolah yang mengalami kekurangan gizi lebih sering absen, prestasinya rendah, dan produktivitasnya berkurang ketika dewasa. 

Sementara itu, Nutrition Reviews (2014) menegaskan bahwa defisiensi zat besi dan yodium berhubungan langsung dengan turunnya konsentrasi, daya ingat, dan performa akademik.

Baca juga: Kronologi Puluhan Siswa di Sumedang Keracunan usai Santap MBG, Dapat Menu Nasi Ayam Woku

"Dengan kata lain, pendidikan tanpa gizi ibarat mesin tempur tanpa bahan bakar, tidak akan pernah berfungsi optimal, bahkan tidak berfungsi sama sekali," ucapnya.

Menurutnya, dalam perspektif manajemen pertahanan, program MBG dapat dipandang sebagai bagian dari strategi non-military defense. 

Sebab, pertahanan tidak hanya bicara senjata, tank, atau jet tempur, melainkan juga tentang ketahanan manusia. 

"Konsep total defense menegaskan bahwa rakyat adalah komponen pertahanan paling vital," katanya.

Bangsa yang generasi mudanya sehat, cerdas, dan memiliki IQ tinggi karena gizi yang baik, akan memiliki modal strategis untuk membangun kekuatan riset, teknologi, dan industri pertahanan. 

"Sebaliknya, jika generasi muda tumbuh dalam kekurangan gizi, bangsa ini hanya akan melahirkan generasi penonton dalam panggung ekonomi dan pertahanan global," katanya.

Dengan demikian, menghentikan MBG sama artinya dengan melemahkan lini pertahanan negara sejak dari akarnya. Program ini tidak bisa dilihat sebatas proyek sosial populis, melainkan investasi jangka panjang dalam pembangunan manusia, pondasi utama dari pertahanan nasional.

Kritik terhadap risiko populisme, potensi korupsi atau pemborosan anggaran adalah hal yang sah. Sehingga yang harus dikoreksi adalah tata kelola, bukan programnya. 

"Kritik konstruktif semestinya diarahkan bukan untuk menghentikan program, melainkan untuk memperbaiki tata kelolanya," katanya.

Terdapat beberapa hal yang dinilai harus dijaga secara ketat, diantaranya transparansi anggaran, agar publik tahu bagaimana dana dikelola, kualitas menu yang memenuhi standar gizi seimbang, pemenuhan mikronutrien seperti zat besi, yodium, zinc, dan omega-3, distribusi merata, terutama ke daerah tertinggal dan pengawasan publik, agar tidak dibajak untuk kepentingan politik jangka pendek.

Zakky pun meminta masyarakat untuk waspada terhadap wacana penghentian program MBG. Sebab, menghapus program ini sama saja dengan memangkas investasi paling strategis, yakni kualitas otak dan daya saing generasi penerus bangsa. 

"Kita boleh berbeda pandangan politik, tetapi soal gizi anak seharusnya menjadi konsensus nasional," katanya.

Dalam konteks ini, MBG bukanlah sekadar “program nasi kotak,” melainkan strategi manajemen pertahanan jangka panjang untuk memastikan bahwa generasi emas Indonesia bukan hanya slogan, tetapi kenyataan.

Baca juga: Kepala SPPG di Bandung Barat Disemprot usai Keracunan MBG, Cucun Syamsurijal: Salah, Keluar SOP!

"Di era persaingan global, pertahanan negara tidak cukup hanya dengan senjata modern. Kita membutuhkan rakyat yang sehat, berdaya, dan cerdas. Singkatnya, ketahanan Nasional dan Pertahanan Negara dimulai dari meja makan anak-anak kita," ucapnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved