Pelaku Konveksi Menanti Dampak Kebijakan Larangan Impor Pakaian Bekas

Isu pelarangan hanya ramai di tataran wacana, sementara di lapangan praktik jual beli barang bekas impor masih berjalan terbuka.

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
lutfi ahmad mauludin/tribun jabar
Usaha konveksi di Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, Minggu (24/9/2023). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, mengatakan, larangan impor pakaian bekas (thrifting) sudah dibawa para pelaku industri sejak lama. 

Nandi menyebut persoalan ini sudah dibawa para pelaku industri sejak lama. Para pelaku konfeksi kecil dan menengah menurutnya sudah menyuarakan keresahan soal invasi produk impor murah dan pakaian bekas sejak 2019.

Diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melarang penjualan barang impor ilegal. Sebagai solusi, penjual thrifting akan dialihkan untuk menjual produk lokal. 

Menurut dia, isu pelarangan hanya ramai di tataran wacana, sementara di lapangan praktik jual beli barang bekas impor masih berjalan terbuka.

“Kami menyambut positif. Yang kami harapkan itu kan agar 270 juta warga Indonesia menyerap produk dalam negeri. Ini doa kami dari dulu. Sekarang ada kebijakan dari Pak Prabowo yang katanya mendorong penjualan produk lokal, kami menyambut baik. Tapi sampai sekarang di lapangan belum terasa,” kata Nandi, kepada Tribunjabar.id, Rabu (5/11/2025). 

Menurut dia, situasi yang terjadi justru berkebalikan, importir dilarang, tetapi pedagang thrifting dibiarkan tetap berjualan.

“Malahan sekarang ketika impor ilegalnya yang dilarang, pengimpornya yang dilarang, penjual thrifting-nya tidak ada larangan. Lihat aja offline atau media, makin menjadi penjualannya,” ucapnya.

Karena itu, kata Nandi, para pelaku konveksi tidak merasa euforia apa pun dengan isu pelarangan thrifting saat ini. 

Ia memperkirakan baru setahun ke depan dampak nyata bisa terlihat, setelah stok-stok barang bekas yang sudah terlanjur masuk benar-benar habis.

“Sekarang mah tinggal ngabisin stok. Makanya tidak mungkin terasa sekarang,” katanya.

Nandi menegaskan, harga produk lokal sebenarnya bisa bersaing. Mesin-mesin produksi di IKM sudah canggih, bahan baku kini bisa diperoleh langsung dari pabrik hanya lewat platform digital, tidak seperti dulu yang harus datang ke toko.

“Sekarang tinggal klik bahan butuh apa, dari pabrik mana. Itu memotong HPP. Jadi bisa bersaing dengan harga murah,” kata Nandi.

Namun persoalan terbesar menurut dia bukan soal kemampuan produksi, melainkan soal arah strategi pemerintah.

Nandi berharap pemerintah tidak berhenti hanya pada imbauan. 

Ia menyebut momen Lebaran seharusnya menjadi puncak penjualan IKM tekstil. 

Karena itu, lanjut dia, pemerintah semestinya memikirkan strategi supply chain menjelang Ramadan dan Idulfitri, bukan hanya mengumumkan pelarangan thrifting lalu berhenti di situ.

“Pemerintah harus mengatur. Jangan seperti lebaran kemarin. Banyak akhirnya pelelangan. Kalau benar mau memajukan produk dalam negeri, harus ada strategi khusus menjelang lebaran,” ujarnya.

Menurut dia, IKM akan dengan sendirinya menyerap lebih banyak tenaga kerja jika arus barang impor ilegal benar-benar ditekan.

Nandi menanggapi sebagian pedagang thrifting yang mengatakan usaha mereka terpuruk, terjadi PHK, dan menuduh kebijakan pelarangan jadi penyebab kemiskinan baru. 

Ia mengatakan IKM lebih dulu mengalami tekanan berat sejak pandemi Covid-19.

Industri konveksi kecil dan menengah sudah 3 tahun belum pulih, tapi para pelakunya tidak berteriak sekencang isu thrifting

“IKM ini sudah sakit kronis dari 2022. Hampir tiga tahun belum pulih. Tapi kami tidak teriak, kami tetap berusaha. Jangan sampai kami malah diadu-dombakan sama pemain thrifting,” kata dia.

Nandi menegaskan, produk lokal tetap ada dan tersedia dalam berbagai kelas harga mulai yang murah hingga berkualitas tinggi.

“Intinya jangan takut rezeki. Kami juga punya produk murah, ada yang kualitas bagus, brand banyak. Jadi jangan jadi UMKM yang cengeng,” ucapnya.

Nandi meminta pemerintah konsisten dan tidak hanya menjadikan isu thrifting sebagai headline politik sesaat.

Para pelaku IKM, menurutnya, sudah tiga kali merasakan janji yang sama dari kementerian berbeda.

“Ini sudah tiga kali kementerian melakukan hal yang sama. Kami bertanya aktualisasinya mana? Jangan sampai kami ini jadi kambing hitam,” katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved