Curhat Supir Angkot Soal Feeder Metro Jabar Trans di Bandung: Cari Penumpang Saja Sudah Susah

“Menurut saya itu wajar, tapi sebelum program ini keluar atau uji coba, sebaiknya ada timbal baliknya. Kita ini mau gimana, kan harus jelas,” kata Ade.

Meski begitu, ia mengaku sempat ditawari untuk bergabung sebagai sopir feeder Metro Jabar Trans, namun masih menunggu kejelasan soal sistem kerja dan penghasilan. 

“Pernah diajakin juga, pembayarannya juga belum tahu gimana, belum terealisasi, ini juga kan masih uji coba,” ujarnya.

Ade tak menutup kemungkinan untuk beralih ke sistem baru jika memang terbukti lebih menjanjikan. 

Namun untuk saat ini, ia memilih bertahan di jalur lamanya. 

“Kalau nanti program ini berjalan baik, mungkin aja saya ikut. Tapi sekarang mah belum tahu, penghasilannya aja belum jelas,” katanya.

Ia juga menyoroti persoalan administratif antara pengemudi angkot dan feeder. 

Menurutnya, sopir angkot lama sudah memiliki izin dan keanggotaan organisasi resmi seperti Kobanter (Koperasi Bandung Transport), sedangkan sopir feeder belum tentu memiliki izin serupa.

“Yang lama kan punya KPA, punya KTA dari organisasi Kobanter. Kalau yang baru belum tentu,” ujarnya.

Ade mengatakan situasi memburuk semenjak pandemi covid-19 melanda. Hingga saat ini ia kesulitan mencari kerja dan penghasilan.

Ade berharap pemerintah tidak hanya fokus pada pengembangan sistem transportasi baru, tapi juga memikirkan nasib pengemudi angkutan konvensional yang sudah lama menggantungkan hidup di jalanan Kota Bandung.

“Harapannya pemerintah memperhatikan nasib supir angkot. Tolong diperhatikan, rezeki memang ada saja tapi sekarang enggak semaksimal dulu,” ucapnya.