Harga Emas Dekati Rekor Tertinggi Tetapi Pembeli Masih Ramai, Ini Alasannya

Harga emas dunia kembali melesat mendekati rekor tertingginya di kisaran US$ 3.550–3.600 per troy ounce.

|
Penulis: Nappisah | Editor: Giri

“Di Tiongkok, misalnya, investor ritel tetap membeli karena pasar properti dan saham sedang lesu. Asia masih memandang emas sebagai pelindung nilai, dan peran ini belum tergantikan," katanya. 

Investor modern tidak hanya melihat emas sebagai komoditas, tapi juga sebagai alat manajemen risiko portofolio. 

"Ketika harga menembus rekor beruntun, banyak institusi justru masuk karena alasan diversifikasi, bukan sekadar kejar untung cepat,” ujar Rizaldy.

Baca juga: Polisi Jujur di Majalengka Temukan Emas 30 Gram, Kembalikan ke Pemilik dengan Utuh

Bahkan bank sentral pun kini lebih aktif mengelola emas untuk hedging risiko.

Meski pasar global didominasi oleh institusi besar, pembeli tradisional di pasar ritel juga tetap aktif. 

“Yang mengejutkan, toko emas tetap ramai meski harga mahal. Ini menarik untuk diamati,” ujar Rizaldy.

Bagi sebagian besar masyarakat, emas adalah simbol keamanan. 

"Mereka lebih percaya emas daripada uang tunai yang bisa tergerus inflasi. Emas dianggap harta yang tidak akan habis, bahkan jika harga sedang tinggi," ucap dia.

Pembeli tradisional tidak terlalu peduli soal fluktuasi harga jangka pendek.

“Banyak dari mereka berpikir, ‘kalau pun turun, nanti pasti naik lagi’. Orientasinya jangka panjang, bukan hitungan minggu," ucapnya. 

Di banyak budaya, emas punya fungsi sosial yang tak tergantikan untuk mahar, hajatan, atau tabungan pendidikan.

“Kebutuhan sosial tidak bisa menunggu harga turun. Kalau anak mau sekolah atau nikah, ya tetap beli emas berapa pun harganya," imbuhnya. 

Menurutnya, berita soal harga emas yang tembus rekor juga memicu fenomena psikologis. 

“Ada efek FOMO takut ketinggalan. Banyak orang justru berpikir, ‘lebih baik beli sekarang sebelum lebih mahal lagi’.  Yang masuk akal membeli sekarang adalah investor dengan horizon jangka panjang, punya strategi bertahap (DCA), dan mengalokasikan 5 hingga 10 persen portofolionya ke emas. Tapi kalau Anda hanya ikut tren jangka pendek, tanpa perhitungan, risikonya besar," jelasnya. (*)

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved