TRIBUNJABAR.ID, LAMPUNG - Meski menuai polemik dan unjuk rasa dari mahasiswa, Rektorat Institut Teknologi Bandung (ITB) tetap memberlakukan skema pinjaman online (pinjol) sebagai alternatif dalam pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) di kampus tersebut.
Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan dan Pengembangan ITB, Muhamad Abduh, memastikan kerjasama ITM dengan lembaga keuangan Danacita tetap berlanjut.
"Tidak (akan putus kerja sama) karena memang tidak ada masalah dengan praktik yang dilakukan," ujar Abduh saat jumpa pers di Gedung Rektorat ITB, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Rabu (31/1).
Menurutnya, ITB terbuka menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga financial technology (fintech) lainnya di Indonesia. Kemajuan teknologi, ujarnya, tidak dapat dihindari.
Salah satunya fintech yang merupakan sebuah inovasi dari sistem pembayaran yang bakal terus berkembang.
"Kalau kami melihatnya begini, fintech ini adalah sebuah inovasi dan kita harus menguasai. Jangan sampai nanti malah fintech dari luar yang masuk ke Indonesia dan itu sangat mungkin sekali," katanya.
Abduh mengatakan, sejauh ini dari ribuan mahasiswa ITB, baru 10 orang yang menggunakan pinjaman Danacita untuk membayar UKT.
"Itu pun lebih banyak mahasiswa pasca sarjana, bukan mahasiswa sarjana," katanya.
Abduh tak menyebut secara rinci besaran pinjaman yang diajukan oleh mahasiswa.
Baca juga: Rekam Jejak dan Harta Kekayaan Rektor ITB Reini Wihardakusumah, Terseret Polemik UKT Pakai Pinjol
Menurutnya, pinjaman yang diajukan akan disesuaikan dengan tagihan yang tertera dalam situs akademik.
Misalnya, jika total tagihan dari mahasiswa senilai Rp 40 juta, maka pinjaman yang diberikan oleh Danacita maksimal senilai Rp 40 juta.
Uang yang telah dicairkan, akan langsung ditransfer ke rekening ITB, bukan ke rekening mahasiswa.
"Persetujuan itu (pinjaman) harus disetujui oleh orang tua atau wali mahasiswa, jadi tidak bisa serta merta mahasiswa datang kemudian mengajukan dan disetujui. Jadi harus ada proses verifikasi," ucapnya.
Abduh juga menyebut tak semua mahasiswa yang mengajukan pinjaman disetujui oleh Danacita.
Sebab, sebagai lembaga keuangan bukan bank, Danacita juga mempertimbangkan kemampuan dari mahasiswa untuk membayar cicilan.
"Sistem peminjaman ini tanpa agunan sehingga pasti institusi melakukan penyaringan secara ketat. Mereka akan memperkecil risiko," katanya.
Abduh menegaskan, meski Danacita menerapkan bunga hingga 20 persen dari pinjaman, ITB tak menerima keuntungan sepeser pun dari kerja sama mereka dengan Danacita.
Menurutnya, kerja sama dengan Danacita dilakukan semata-mata untuk membantu mahasiswa yang kesulitan membayar UKT.
"Danacita itu kerja sama dengan ITB untuk membantu mahasiswa yang memiliki masalah keuangan, tidak ada hubungannya dengan pemasukan untuk ITB. Pemasukan untuk ITB ya ketika mahasiswa itu membayar," ujarnya.
"Tadi bilang bagi-bagi berapa keuntungannya? Tidak ada. Ini bukan ITB yang membuat pinjaman. ITB bukan organisasi keuangan, ITB tidak memberikan pinjaman," tambahnya.
Hingga Januari 2024, ungkap Abduh, terdapat 1.768 mahasiswa yang mengajukan keringanan UKT di ITB.
Selain itu, sebanyak 2.732 mahasiswa mengajukan pengajuan cicilan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP).
Pada 2023, ITB telah menyalurkan beasiswa kepada 7.672 mahasiswa. Jumlah tersebut mencapai 25 persen dari total student body ITB.
Pendanaan dari mahasiswa melalui UKT, menurut Abduh, hanya mencapai 33 persen dari dana yang dikeluarkan pihak kampus.
Sedangkan 29 persen didapat dari APBN dan APBD, kemudian 28 persen dari kerjasama, investasi, dan bantuan lainnya.
"Total kebutuhan anggaran setiap tahunnya bisa mencapai Rp 1,9 triliun," ujarnya.
Pada awal semester 2023/2024, menurut Abduh, masih terdapat Rp 21,5 miliar tunggakan pembayaran UKT mahasiswa dari seluruh program.
Selama ini, pihak kampus tidak pernah meminta mahasiswa untuk menanggalkan kuliahnya meski mereka belum bisa membayar uang kuliah.
Berbagai cara, ujar Abduh, dilakukan agar mahasiswa tetap bisa kuliah mulai memberikan penurunan UKT, cicilan, beasiswa termasuk pinjaman melalui Danacita.
"Jadi terkait orang tua yang ada masalah (keuangan) pasti akan kita bantu," ujarnya.
Pembayaran UKT skema pinjol memicu unjuk rasa besar-besaran mahasiswa ITB, Senin (29/1) lalu.
Mahasiswa menolak karena menganggap skema pinjol tersebut sangat memberatkan.
"Pinjaman online Rp 12,5 juta dan membayarkan rentang waktu 12 bulan dengan membayarkan Rp 15,5 juta. Itu kisaran 20 persen, dan ini sangat memberatkan," ujar Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB, Yogi Syahputra, di sela unjuk rasa. "Ini sangat tidak masuk akal." (nazmi abdurahman)