Unpad Gandeng DNIM untuk Hilirisasi Riset Minyak Sacha Inchi, Dorong Kemandirian Bahan Baku Farmasi

Unpad mengganddeng DNIM untuk mengakselerasi pemanfaatan hasil riset menjadi produk kesehatan siap komersialisasi.

Unpad
Focus Group Discussion (FGD) bertema “Komersialisasi Hasil Riset Farmasi untuk Kemandirian Bahan Baku Farmasi Nasional” digelar di Kampus Fakultas Farmasi Unpad Jatinangor, 12 Agustus 2025. Dalam kesempatan ini, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) melalui Unit Usaha Akademik (UUA) Unpad Farma resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan PT Duta Niaga Indonesia Manunggal (DNIM) untuk mengakselerasi pemanfaatan hasil riset menjadi produk kesehatan siap komersialisasi. 

“Kita perlu memastikan hasil riset tidak berhenti di laboratorium, tapi benar-benar masuk rantai pasok industri, memberi manfaat pada masyarakat, dan mendukung target Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Dalam sesi FGD, berbagai pandangan lintas sektor pun mengalir. Prof. Sriwidodo mengingatkan pentingnya menjaga kesinambungan dari hulu. “Kalau bahan mentahnya hilang, semua inovasi akan lumpuh. Maka, riset harus menyentuh sisi agronomi dan keberlanjutan pasok.”

Teguh Dwi Raharjo S.P. dari Gapoktan berbicara dari sudut pandang petani, menggambarkan sacha inchi sebagai komoditas bernilai tinggi namun rentan di fase pascapanen.

“Kadar minyak dan mutunya sangat tergantung cara panen dan pengeringan. Kalau ini gagal, harga jatuh, petani rugi, industri pun ikut terdampak.”

Hadiyan Nur Sofyan, S.T., M.P., CDMP, CNLPC, menyoroti posisi strategis pihak yang dapat menjembatani riset dengan industri.

“Tantangan yang dihadapi para petani adalah ketika sudah berhasil memproduksi bahan baku, siapa yang mau membeli atau mengolah lebih lanjut bahan baku ini? Maka, jembatan ini penting agar riset tidak mandek di laboratorium, tapi juga tidak terjerumus dalam produksi tanpa basis ilmiah.”

Dari sisi regulasi, apt. Leni Maryati, S.Si., M.Si. dari BBPOM Bandung menegaskan bahwa peluang besar produk herbal harus dibarengi standar keamanan dan mutu.

“Regulasi bukan untuk menghambat, tapi memastikan produk bisa diterima konsumen dan pasar internasional. Hilirisasi harus selaras dengan standar ini.”

Sesi diskusi ditutup oleh Stefanus Zakarias dari Inovasi Riset Bioteknologi (InRitek) yang menekankan kecepatan eksekusi.

“Pasar global bergerak cepat. Kalau kita menunggu terlalu lama di meja registrasi atau uji pasar, peluang bisa diambil negara lain yang sudah siap lebih dulu.”

Keseluruhan FGD memperkuat pandangan bahwa hilirisasi riset farmasi adalah proses strategis membangun rantai nilai dari hulu ke hilir—mulai dari petani, pelaku industri, hingga konsumen, dengan regulasi berjalan beriringan.

Melalui PKS dan diskusi ini, Unpad menegaskan komitmennya untuk mengurangi ketergantungan impor dan memposisikan Indonesia sebagai pusat inovasi sacha inchi di kawasan Asia.

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved