Upah Minimum Masih Jauh dari Layak, Wacana Upah Sektoral Perlu Dikaji Matang
Roy Jinto Ferianto menilai upah minimum yang berlaku saat ini masih jauh dari kata layak untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja.
Penulis: Nappisah | Editor: Kemal Setia Permana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto, menilai upah minimum yang berlaku saat ini masih jauh dari kata layak untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja.
Menurutnya, sejak awal, konsep penetapan upah minimum didasarkan pada hasil survei kebutuhan hidup layak buruh.
Namun, dalam praktiknya, upah yang diterima, khususnya bagi buruh dengan masa kerja nol hingga satu tahun, belum mampu menutupi kebutuhan pokok.
“Kalau kita kalkulasi kebutuhan pokok satu bulan, itu sudah melebihi upah yang diterima. Kenaikan upah tiap tahun itu bukan naik, tapi hanya penyesuaian. Bahkan bisa di bawah penyesuaian karena inflasi terus naik, harga-harga juga naik,” ujarnya, kepada Tribunjabar.id, Senin (11/8/2025).
Roy mencontohkan, di Kota Bandung, biaya transportasi, makan, dan pengeluaran harian buruh, jika dikalikan jumlah hari kerja, sering kali membuat pekerja justru nombok. Kondisi ini semakin berat bagi buruh yang sudah berkeluarga.
Baca juga: Operasi Senyap Manila Digger, Instagram Bak Kuburan, Tapi Sempat Beri Psywar untuk Persib Bandung
“Dengan gaji, misalkan di Kota Bandung sekitar Rp4 juta, biasanya tidak cukup untuk menutupi kebutuhan rumah tangga dengan istri dan anak,” katanya.
Dia menekankan pentingnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk serikat pekerja, dalam merumuskan kebijakan upah yang akan datang.
“Gagasan yang disampaikan pemerintah harus dikaji secara komprehensif, melibatkan stakeholder, khususnya buruh, agar hasilnya bisa diterima semua pihak. Jawa Barat ini industri terbesar di Indonesia, jadi forum dialog dengan pengusaha, Apindo, dan serikat pekerja itu penting untuk membahas investasi sekaligus kesejahteraan buruh,” ungkapnya.
Roy mengungkapkan, pihaknya sudah berdiskusi dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait isu kesejahteraan buruh, pemutusan hubungan kerja (PHK), kondisi industri di Jawa Barat, dan persiapan penetapan upah.
Dalam pertemuan tersebut, Dedi memaparkan gagasan mengenai penerapan upah sektoral sebelum membawanya ke Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Apindo.
Menurut Roy, konsep upah sektoral berarti setiap jenis industri memiliki standar upah yang sama di seluruh provinsi dan kabupaten kota.
"Kalau garmen, ya seluruh garmen di Indonesia upahnya sama. Kalau makanan minuman satu, kimia satu, otomotif satu. Mau dia di provinsi atau kabupaten mana pun, nilainya sama,” jelasnya.
Tujuan dari konsep ini, kata Roy, adalah mencegah perusahaan pindah ke daerah dengan upah rendah demi menekan biaya produksi.
“Sekarang banyak perusahaan memilih daerah dengan UMP atau UMK rendah dibandingkan Jabodetabek. Kalau upahnya distandarkan secara nasional per sektor, pengusaha tidak akan pindah dari Jawa Barat hanya untuk mencari upah lebih kecil,” tambahnya.
Baca juga: SOSOK Modou Manneh Pemain Termahal Manila Digger Seharga Rp3 M, Jadi Tumpuan Utama Tim
Namun, Roy mengingatkan bahwa kondisi saat ini berbeda karena kesenjangan upah sudah terlanjur tinggi.
“Jawa Tengah yang tertinggi di Kota Semarang, Jawa Barat tertinggi di Kota Bekasi, dan nilainya bisa dua kali lipat. Kalau mau mengambil standar, mau ambil dari yang mana? Itu persoalannya. Jadi, hari ini bukan tidak bisa terlaksana, tapi perlu ada formula yang tidak merugikan kedua belah pihak,”
“Kenaikannya memang sama persentasenya, tapi titik awalnya berbeda. Misalnya, Kota Bandung waktu itu upahnya Rp2,5 juta naik 10 persen, sementara Bekasi sudah Rp4 juta naik 10 persen. Hasil akhirnya jelas berbeda. PP Nomor 78 Tahun 2015 justru membuat disparitas ini semakin melebar,” ujarnya.
Menurutnya, jika ide upah sektoral disepakati sejak dulu, kesenjangan tersebut bisa diminimalisasi.
"Hari ini bukan tidak bisa terlaksana, tapi perlu ada formula yang tidak merugikan kedua belah pihak. Karena sekarang perbedaan antara daerah dengan upah tinggi dan upah rendah sudah terlalu besar,” imbuhnya.
Roy berharap wacana ini benar-benar dibahas secara matang, agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan buruh sekaligus menjaga daya saing industri di Jawa Barat. (*)
Jadwal Pemberian Bantuan Subsidi Upah untuk Pekerja Gaji di Bawah Rp 3,5 Juta |
![]() |
---|
10 Kabupaten/Kota dengan UMK Terendah Se-Indonesia, 4 di Antaranya di Jawa Barat |
![]() |
---|
UMP Naik 6,5 Persen, Jika Perusahaan Mengupah Tak Sesuai Bisa Digugat, Begini Cara Melaporkannya |
![]() |
---|
PPN 12 Persen hanya untuk Barang Mewah, Akademisi UPI Sebut Respon dari Ekonomi yang Belum Stabil |
![]() |
---|
UMK Kabupaten Bandung Jadi Rp 3.757.284, Disnaker Pastikan Tindak Tegas Perusahaan yang Melanggar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.