Mengenal LMKN, Badan Non-APN Ditunjuk Pemerintah untuk Tarik Royalti, Cara Kerja hingga Strukturnya

Isu soal royalti lagu atau musik tengah ramai kembali menjadi perbincangan publik, LMKN pun kini menjadi sorotan.

Pixabay
ILUSTRASI MUSIK - Isu soal royalti lagu atau musik tengah ramai kembali menjadi perbincangan publik, lalu apa itu LMKN? 

TRIBUNJABAR.ID - Isu soal royalti lagu atau musik tengah ramai kembali menjadi perbincangan publik.

Hal ini setelah banyak cafe dan restoran yang memutar lagu alam demi menghindari pembayaran royalti ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Belum lama ini, Ketua LMKN Dharma Oratmangun, mengatakan, memutar suara alam seperti suara kicau burung juga tetap membayar royalti.

Dharma menyebut, suara alam hingga burung akan tetap terikat dengan pihak yang pertama kali merekam alias produser fonogram, sehingga perlu dikenakan royalti.

“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma saat dihubungi via telepon, Senin (4/7/2025), dikutip dari Kompas.com.

“Ada hak terkait di situ, ada produser yang merekam,” lanjut Dharma.

Menurutnya, aturan royalti berlaku tidak hanya untuk lagu-lagu dari seniman lokal, namun juga karya luar negeri. 

Semua royalti itu pun bisa dibayarkan melalui LMKN.

Baca juga: Sejumlah Musisi Blak-blakan Masih Bingung dengan Ketidakjelasan Hukum Royalti Lagu

Apa itu LMKN?

LMKN merupakan badan non-APBN yang ditunjuk pemerintah untuk menarik, menghimpun, dan menyalurkan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait atas penggunaan lagu dan/atau musik secara komersial.

Lembaga ini berdiri berdasarkan amanat UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, jauh sebelum Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan Musik.

Melalui PP 56/2021, setiap penggunaan lagu dan musik untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti kepada LMKN.

Hal itu mencakup berbagai sektor, mulai dari restoran, kafe, hotel, karaoke, konser, bioskop, seminar, hingga penggunaan di transportasi umum, lembaga penyiaran, dan nada tunggu telepon.

Pelaku usaha wajib mengajukan lisensi kepada pemilik hak melalui LMKN royalti, lalu membayar royalti sesuai tarif yang sudah ditetapkan oleh Menteri.

Kemudian, LMKN akan menyalurkan dana tersebut kepada pemilik hak melalui Lemabaga Manajemen Kolektif (LMK) masing-masing.

Menariknya, usaha mikro mendapatkan keringanan tarif, dan penggunaan lagu untuk pertunjukan langsung bisa dilakukan tanpa perjanjian lisensi asalkan tetap membayar royalti. 

Sejak dibentuk, LMKN dibagi menjadi dua perwakilan: LMKN Pencipta dan LMKN Pemilik Hak Terkait, yang keduanya mewakili kepentingan para pemilik hak ekonomi.

Salah satu komisioner LMKN di periode awal (2015-2018) adalah Rhoma Irama, musisi legendaris yang dikenal sebagai Raja Dangdut.

Seiring berjalannya waktu, formasi komisioner mengalami rotasi dan penyesuaian berdasarkan kebutuhan dan masa jabatan.

Baca juga: Perseteruan Sammy Simorangkir dengan Badai, Sang Penyanyi Curhat Tak Bisa  Bawakan Lagu Kerispatih

Berikut ini adalah Komisioner LMKN periode 2022-2025 dikutip dari situs resminya: 

Dana yang dihimpun LMKN

Sejak mulai menghimpun royalti pada 2016, LMKN mencatatkan pertumbuhan signifikan.

Di tahun pertama, jumlah royalti yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 22 miliar.

Setahun kemudian, melonjak menjadi Rp 36 miliar, dan pada akhir 2018, angkanya melejit hingga Rp 66 miliar, atau naik 83 persen. 

Pengumpulan royalti LMKN adalah dilakukan berdasarkan data penggunaan musik yang tercatat di sistem pusat data bernama Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (SILM). 

LMKN hanya bisa menyalurkan royalti kepada pemilik hak yang datanya tercantum dalam sistem ini. 

Jika dalam proses distribusi ditemukan royalti milik pencipta atau pemilik hak yang belum diketahui atau belum terdaftar di LMK, dana tersebut akan disimpan dan diumumkan selama dua tahun.

Jika dalam periode itu tidak juga ada klaim, maka royalti itu bisa dialhihkan sebagai dana cadangan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) PP 56/2021.

Dalam hal terjadi perselisihan atau ketidaksesuaian besaran royalti yang diterima, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) untuk proses mediasi. 

LMKN royalti diwajibkan untuk menjalankan audit keuangan dan kinerja oleh akuntan publik setidaknya sekali setahun. 

Hasil audit ini harus diumumkan ke publik sebagai bentuk transparansi lembaga pengelola royalti negara.

Cara dapat royalti musik

Agar bisa menerima royalti musik, pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait harus mendaftarkan karya mereka ke pusat data lagu dan/atau musik, baik secara langsung maupun melalui LMKN royalti.

Pendaftaran ini bisa dilakukan secara elektronik dan diatur dalam sistem e-Hak Cipta. 

Pusat data tersebut dikelola oleh Direktorat Jenderal KI dan diperbarui secara berkala setiap tiga bulan.

Informasi yang tercakup di dalamnya antara lain nama pencipta, pemegang hak cipta, jenis hak, serta LMK yang menaungi.

Baca berita Tribun Jabar lainnya di GoogleNews.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved