Fenomena Bendera One Piece, Sosiolog Soroti Berita Media Sosial dan Nasionalisme yang Kian Pudar

Garlika khawatir rendahnya literasi digital membuat masyarakat mudah terpengaruh tren di media sosial

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Ravianto
unpar.ac.id
FENOMENA ONE PIECE - Sosiolog Universitas Parahyangan (Unpar), Garlika Martanegara menanggapi fenomena bendera One Piece, pengibaran bendera Indonesia yang diiringi bendera bajak laut. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Fenomena maraknya pengibaran bendera One Piece menjelang HUT ke-80 RI alih-alih bendera Merah Putih menjadi sorotan Sosiolog Universitas Parahyangan (Unpar), Garlika Martanegara

Ia menilai fenomena bendera One Piece ini perlu dilihat dari berbagai sudut pandang, mulai dari preferensi masyarakat terhadap berita di media sosial yang seringkali tidak jelas sumbernya, hingga terkikisnya rasa nasionalisme akibat kurangnya penanaman nilai-nilai kebangsaan di sekolah.

Garlika khawatir rendahnya literasi digital membuat masyarakat mudah terpengaruh tren di media sosial tanpa memahami konteks sebenarnya, termasuk narasi yang mengaitkan bendera One Piece sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah.

FENOMENA ONE PIECE - Sedang marak bendera Indonesia dan bendera One Piece dikibarkan.
FENOMENA ONE PIECE - Sedang marak bendera Indonesia dan bendera One Piece dikibarkan. (gemini ai)

Dikatakan Garlika, fenomena seperti ini harus dilihat dari berbagai sisi. 

Pertama, kebiasaan masyarakat yang lebih suka berita di media sosial ketimbang media mainstream. 

Berita yang beredar di media sosial, termasuk mengibarkan bendera One Piece saat 17 Agustus tahun ini, harus dicermati secara komperhensif, tidak bisa asal percaya. 

Baca juga: VIRAL Jelang HUT RI Ke-80: Fenomena Bendera One Piece Ikut Dikibarkan di Indonesia

"Namanya sosmed, itu kadang potongan-potongan berita yang enggak jelas, terus juga ya maaf, entah dari mana sumbernya," ujar Garlika, Kamis (31/7/2025). 

Saat ini, kata dia, di media sosial juga banyak opini-opini yang menggiring seolah-olah pemerintahannya lagi kacau luar biasa. 

Padahal, kata dia, kalau dibilang resesi, kesulitan ekonomi yang saat ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. 

"Jangankan Indonesia, negara segede Amerika aja, daerah Bronx-nya makin banyak, penganggurannya makin banyak kok. Jerman aja begitu gitu kan," katanya.

Kedua, kata dia, kondisi berita tidak jelas sumbernya di media sosial itu diperparah dengan rasa Nasionalisme yang terus terkikis.

"Misalnya kemarin ramai tren kabur aja dulu kalau bisa. Sambil di sananya juga kagak ngerti kan apa lu mau jadi tukang sapu atau jadi apa gitu. Kabur aja dulu itu," katanya. 

Salah satu masalahnya adalah karena sekolah zaman sekarang sudah jarang ada upacara-upacara atau mata pelajaran yang menumbuhkan rasa nasionalisme.

"Masuk ke kelas dulu harus hormat bendera, mereka sudah enggak ada. Penataran P4 enggak ada. Ya, gitu akibatnya."

"Begitu dapat berita, rasa nasionalisme, rasa kebangsaannya kurang. Begitu ada beritanya jelek sedikit dari media antah-berantah, langsung negatif terhadap pemerintah ini. Saya sih begitu gitu ngelihatnya," ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved