Bulus Belawa yang Langka di Desa Wisata Cirebon, Diliputi Mitos dan Sempat Terdampak Krisis Ekologi

Keberadaan bulus yang oleh masyarakat disebut kura-kura Belawa itu memang menyimpan keunikan. 

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
tribunjabar.id / Nappisah
Belawa yang diperlihatkan kepada para pengunjung di Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG — Di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, terdapat kisah yang tak lazim. Seekor bulus atau kura-kura air tawar dari jenis Amyda cartilaginea hidup tenang di tengah dataran tinggi, jauh dari sungai besar atau rawa berlumpur yang menjadi habitat alaminya.

“Ini bulus, jenisnya Amyda cartilaginea, statusnya di alam sudah hampir jarang,” ujar Arif, pengelola Objek Wisata Cikuya Belawa, saat ditemui di Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Sabtu (26/7/2025).

Keberadaan bulus yang oleh masyarakat disebut kura-kura Belawa itu memang menyimpan keunikan. 

Secara ekologis, kata dia, reptil ini seharusnya hidup di wilayah dataran rendah dengan sumber air besar. Namun, di Belawa yang berupa perbukitan tanpa sungai besar dan rawa, populasi bulus masih terus bertahan.

Lebih dari sekadar habitat, masyarakat Belawa juga memiliki relasi spiritual dengan hewan ini. 

Menurut Awod, sapaan akrabnya, salah satu pengurus konservasi setempat, ada mitos yang berkembang, siapa pun yang mengambil bulus dari Desa Belawa diyakini akan terkena malapetaka.

“Masyarakat percaya, kalau ada yang ambil bulus dari sini bisa celaka. Ada yang mati, ada yang kecelakaan. Tapi mitos ini juga jadi cara agar masyarakat menjaga satwa ini,” katanya.

Dia menuturkan, Pada 2010 silam, Desa Belawa sempat mengalami krisis ekologi. Ratusan bulus mati akibat pencemaran air dan serangan bakteri. Beberapa di antaranya berusia ratusan tahun

 “Yang tersisa hanya puluhan. Tapi alhamdulillah, sekarang sudah bertambah lagi. Di alam juga mulai banyak,” ujar Awod.

Wisata Edukasi di Wisata Cikuya Cirebon 

GELIAT wisata edukasi mulai tumbuh dari kolam-kolam penetasan bulus yang dikelola secara swadaya oleh warga Desa Belawa. 

Tempat itu bernama Objek Wisata Cikuya, sebuah ruang sederhana yang menyatukan pelestarian satwa, pendidikan lingkungan, dan wisata berbasis desa.

Dengan tiket masuk hanya Rp5.000, pengunjung bisa melihat langsung proses konservasi bulus langka yang hidup tak lazim di dataran tinggi. 

“Kita simpan telur-telurnya di ruang penetasan, agar aman dari gangguan. Kami juga siapkan kolam agar anak-anak bisa melihat siklus hidupnya,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved