Inovasi Widyatama Hadapi Krisis Pertanian dan Peternakan: AI Jadi Senjata Baru di Tengah Disrupsi
Tak sekadar proyek kampus, inisiatif ini diarahkan menjadi model integrasi riset, pemberdayaan desa, hingga prototipe hilirisasi inovasi.
Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG — Universitas Widyatama tengah membangun sebuah living lab berbasis kecerdasan buatan (AI) sebagai bentuk jawaban atas tantangan konkret yang dihadapi sektor pertanian dan peternakan.
Tak sekadar proyek kampus, inisiatif ini diarahkan menjadi model integrasi riset, pemberdayaan desa, hingga prototipe hilirisasi inovasi.
Berbasis di Desa Cileles, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Living Lab Widyatama mengembangkan alat pendeteksi kualitas air kolam lele berbasis AI yang mampu mengatur pH air secara otomatis.
Tujuannya bukan hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menurunkan angka kematian ikan dan memangkas ongkos tenaga kerja manual.
“Alat ini lahir dari kebutuhan riil masyarakat. Peternak lele kerap kesulitan menjaga stabilitas air di tengah perubahan cuaca dan minimnya alat ukur. Lewat AI, semuanya dikendalikan otomatis, lebih akurat, dan bisa diduplikasi,” ujar Prof. Dr. H. Dadang Suganda, M.Hum., Rektor Universitas Widyatama, saat ditemui di sela-sela kegiatan, Selasa (8/7/2025).
Dia menuturkan, pengembangan alat ini juga menjadi cerminan strategi baru untuk membumikan hasil riset agar berdampak langsung ke masyarakat. Pihaknya juga merancang skema ekonomi sirkular dan penguatan UMKM berbasis hasil inovasi teknologi.
“Kami tidak berhenti di alat. Ada ekosistem yang kami bangun: produksi berbasis teknologi, distribusi lewat UMKM lokal, dan konsumsi oleh masyarakat. Jadi, tidak hanya bicara ilmu, tapi bagaimana riset masuk ke ruang-ruang ekonomi rakyat,” lanjut Dadang.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan proyek ini akan diukur bukan hanya dari jumlah alat yang dibuat, tetapi dari kemampuan menciptakan ekosistem ekonomi baru yang berkelanjutan.
“Indikator utama kami adalah dampak. Ada produk, ada HAKI, ada UMKM yang tumbuh, dan ada masyarakat yang merasa langsung manfaatnya. Inilah peran baru perguruan tinggi di era disrupsi,” katanya.
Pendekatan ini sejalan dengan arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjadikan kampus sebagai lokomotif perubahan sosial dan ekonomi.
Kepala LLDIKTI Wilayah IV, Dr. Lukman, ST., M.Hum., mengatakan, pihaknya siap mendukung pengembangan skala besar jika prototipe Widyatama terbukti efektif.
“Kalau alat ini berhasil, kita dorong jadi pilot project di seluruh Jawa Barat dan Banten. Ini bukan hanya alat teknologi, tapi solusi ekonomi yang konkret. Kami punya dana hibah hingga Rp120 miliar tahun ini untuk riset yang berdampak,” tegas Lukman.
Menurutnya, proyek semacam ini harus dibawa ke tahap hilirisasi industri. Pihaknya bahkan siap menghubungkan Widyatama dengan pihak swasta untuk pendanaan berbasis CSR dan implementasi massal ke desa-desa melalui skema pembelian langsung oleh industri.
Di tempat yang sama, Wakil Bupati Sumedang, Fajar Aldila, menilai proyek di Desa Cileles ini merupakan bentuk nyata dari pendekatan Smart City dan City of Knowledge yang diusung Pemkab Sumedang.
Duka di Malam Kemerdekaan RI, Satu Keluarga di Sumedang Kehilangan Rumah Akibat Kebakaran |
![]() |
---|
Universitas Widyatama dan Coop Japan Co Ltd Teken MoU Kerja Sama Riset Internasional |
![]() |
---|
Universitas Widyatama dan Geo Artha Holding SDN BHD Perkuat Sinergi Perdagangan dan Pendidikan |
![]() |
---|
Cadas Pangeran Jadi Lokasi Pembentangan Bendera Merah Putih Raksasa di Sumedang, Simbol Perlawanan |
![]() |
---|
Bendera Merah Putih Sepanjang 1 Kilometer Berkibar di Cadas Pangeran Sumedang, Diarak Ribuan Orang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.