Wagub dan Sekda Jabar Sudah Berpelukan, Pengamat Sebut Ledakan Kritik jadi Warning bagi Dedi Mulyadi

Sindiran bernuansa kritik tersebut dinilai tak sekadar ditujukan kepada pribadi Sekda, melainkan menjadi cerminan dari adanya sesuatu yang keliru.

Dok. Tim Wagub Jabar
DAMAI - Sekda Jabar, Herman Suryatman (ketiga dari kiri) dan Wagub Jabar, Erwan Setiawan (keempat dari kiri), foto bersama jajaran pimpinan DPRD Jabar, Selasa (1/7/2025). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketegangan politik di lingkup Pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang baru-baru ini memunculkan sorotan tajam dari berbagai kalangan.

Akar permasalahan bermula dari pernyataan tajam Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, yang ditujukan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Herman Suryatman, dalam sebuah forum resmi.

Namun, sindiran bernuansa kritik tersebut dinilai tak sekadar ditujukan kepada pribadi Sekda, melainkan menjadi cerminan dari adanya sesuatu yang keliru dalam pola kepemimpinan Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi.

Pandangan tersebut disampaikan oleh Direktur Riset dari Indonesian Political Studies (IPS), Arman Salam.

Dalam keterangannya pada Kamis (3/7/2025), Arman yang merupakan pengamat politik ini menegaskan bahwa, “Meski sekarang sudah berdamai dan berpelukan antara Wagub dan Sekda, tapi ini harus menjadi warning buat Dedi Mulyadi, bahwa ada yang tak beres dalam kepemimpinannya,” ujarnya tegas.

Arman memaparkan bahwa ledakan kritik dari Erwan tersebut bukanlah sesuatu yang muncul secara tiba-tiba.

Ia menduga kemarahan itu telah lama dipendam oleh sang wakil gubernur dan baru mendapat momentum saat dirinya hadir mewakili gubernur dalam rapat paripurna DPRD Jawa Barat pada Kamis (19/8/2025).

Saat itu, Erwan menyampaikan responsnya atas pembahasan mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024.

Dalam forum tersebut, Erwan mengungkapkan, karena dirinya dan Dedi Mulyadi baru menjabat setelah periode anggaran itu berjalan, maka seharusnya Sekda yang bisa menjelaskan secara mendetail. Namun sayangnya, Sekda tidak hadir.

Erwan pun memberikan jalan keluar dengan mengatakan bahwa anggota DPRD dapat langsung bertanya kepada Sekda.

Ia menyoroti bahwa Herman bukan hanya sering absen di sidang paripurna, tetapi juga tidak tampak kehadirannya di kantor.

Padahal, menurutnya, posisi Sekda semestinya menjadi komandan dari barisan Aparatur Sipil Negara (ASN), yang wajib standby di tempat kerja.

Dari kacamata Arman, aksi Erwan tersebut patut ditafsirkan sebagai luapan kekesalan seorang pemimpin daerah yang merasa diabaikan dalam struktur pemerintahan.

Ia melihat adanya ketimpangan dalam pendelegasian tugas oleh KDM—sapaan akrab Dedi Mulyadi. Arman menilai bahwa peran Wakil Gubernur malah terpinggirkan, sementara sebagian besar beban tugas justru diarahkan kepada Sekda.

“Ini kan tidak sehat. Beberapa tugas Wagub, banyak diambil oleh Sekda. Sehingga, wajar jika Wagub Erwan itu merasa tidak dikasih tugas dan kerjaan. Bahkan, seperti disuruh mengganti tugas dan kerja Sekda yang setiap hari Erwan selalu hadir. Sementara Sekdanya yang harus ngurus ASN tidak pernah masuk,” ucap Arman membeberkan.

Ia menambahkan bahwa beban kerja Sekda malah terlihat bergeser ke arah yang tidak semestinya, seperti mendampingi gubernur dalam membuat konten sehari-hari.

Menurut Arman, hal tersebut mencerminkan pembalikan fungsi birokrasi yang justru menyulitkan roda pemerintahan.

“Ini kan terbalik-balik. Wagub di kantor setiap hari, sementara Sekda di lapangan. Ini jelas korban gaya KDM dalam memimpin,” katanya dengan nada prihatin.

Menutup pandangannya, Arman mengimbau agar Dedi Mulyadi segera melakukan introspeksi dan perbaikan dalam kepemimpinannya.

Ia menekankan pentingnya membangun komunikasi politik dan birokrasi yang lebih harmonis, termasuk menjalin sinergi yang kuat bersama DPRD.

Pernyataan-pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa dinamika internal di pemerintahan provinsi tengah menghadapi ujian serius. 

Di tengah sorotan publik, semua mata kini tertuju pada langkah korektif apa yang akan diambil oleh Gubernur Dedi Mulyadi untuk membenahi pola kepemimpinannya agar lebih inklusif dan fungsional.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved