Pengamat Ungkap Sederet Tantangan atas Wacana Pembentukan Lima Provinsi Baru di Jawa Barat
Tanpa pengesahan dua RPP, proses legislasi pembentukan DOB tidak dapat berjalan, meski ada dukungan politik di tingkat daerah maupun DPD RI.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Wacana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di Provinsi Jawa Barat yang tengah digodok DPRD Jabar, nampaknya sulit terwujud.
Pengamat kebijakan publik Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono mengatakan, sejak 2014 pemerintah pusat menerapkan moratorium DOB untuk provinsi, kabupaten, dan kota, dan kebijakan ini masih berlaku hingga kini.
Selain itu, syarat administratif untuk membuka kembali pemekaran baru diatur oleh dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yaitu RPP Penataan Daerah dan RPP Desain Besar Penataan Daerah yang sampai saat ini belum disahkan.
Tanpa pengesahan dua RPP, kata dia, proses legislasi pembentukan DOB tidak dapat berjalan, meski ada dukungan politik di tingkat daerah maupun DPD RI.
"Dengan demikian, usulan pembentukan provinsi baru di Jabar belum dapat diproses kecuali jika termasuk kategori daerah istimewa, di mana moratorium tidak berlaku," ujar Kristian, Senin (23/6/2025).
Menurutnya, bila moratorium resmi dicabut dan regulasi pendukung diselesaikan, dibutuhkan waktu sekitar 2–3 tahun untuk melakukan studi kelayakan, penyusunan naskah akademik, harmonisasi antar lembaga, hingga pembahasan di DPR RI.
Selain itu, banyak contoh DOB baru yang saat pembentukannya menunjukkan ketergantungan tinggi pada dana pusat hingga 70 persen dari APBN.
"Perlu analisis kemampuan daerah untuk menggenjot PAD agar tidak membebani APBN dan harus ada bukti empiris bahwa pemekaran akan menurunkan jarak birokrasi dan memangkas waktu akses layanan, misalnya melalui simulasi geografis dan studi komparatif dengan DOB sebelumnya," ucapnya.
Pembentukan Provinsi baru juga, kata dia, memerlukan pembentukan organisasi perangkat daerah (OPD) baru, rekrutmen aparatur, serta alih aset dan kewenangan.
"Itu penuh risiko jika tidak direncanakan matang," katanya.
Tak cuma itu, pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lokal, mulai tokoh adat, akademisi, hingga pelaku usah juga penting diakomodir untuk memastikan usulan mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Sementara dampak positif dari pembentukan Provinsi baru ini dapat mendekatkan layanan publik, mempercepat pembangunan infrastruktur lokal, dan meningkatkan partisipasi politik warga di level pemerintahan paling bawah.
"Namun, biaya pembentukan struktur pemerintahan baru mulai honorarium kepala daerah, kantor Gubernur, hingga operasional Perangkat Daerah, sering menjadi beban anggaran utama," katanya.
"Mendagri sendiri menegaskan bahwa keterbatasan anggaran menjadi kendala signifikan dalam pemekaran DOB. Di sisi lain, risiko duplikasi regulasi, fragmentasi ekonomi, dan inefisiensi koordinasi antar daerah juga mengancam kelancaran tata kelola, terutama jika belum ada sinergi kuat antara provinsi induk dan provinsi hasil pemekaran," tambahnya.
Hingga pertengahan 2025, kata dia, Kemendagri menyatakan belum ada tanda-tanda bakal mencabut moratorium pemekaran DOB. DPR RI melalui Komisi II justru menekankan penerbitan dua RPP penataan daerah sebagai prasyarat utama sebelum moratorium dicabut.
Foto-foto Demo di DPRD Jabar Mencekam hingga Malam, Gubernur Dedi Mulyadi Mendadak Muncul Mata Merah |
![]() |
---|
Momen Dedi Mulyadi Datangi Pendemo di DPRD Jabar, Mata Berair Hidung Memerah Efek Gas Air Mata |
![]() |
---|
Tingkatkan Profesionalisme, Kemenkum Jabar Dorong Optimalisasi Peran Majelis Pengawas Daerah Notaris |
![]() |
---|
Unjuk Rasa di Bandung Ricuh, Ada Gas Air Mata hingga Massa Emosi Bakar Pagar Gedung DPRD Jabar |
![]() |
---|
Polisi Tembakkan Gas Air Mata ke Massa Aksi Solidaritas di Depan Gedung DPRD Jabar di Bandung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.