Kuota Internet Hangus Dinilai Langgar Hak Konsumen, IAW Sebut Sebagai Kejahatan Ekonomi

Praktik ini sudah begitu lazim, hingga sebagian masyarakat mungkin menganggapnya sebagai risiko biasa dalam berlangganan internet.

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
chip.co.id
ILUSTRASI KUOTA INTERNET. 

Kerugian publik yang ditimbulkan dari praktik ini pun disebut IAW sangat besar.

Dalam catatan mereka, sejak 2010 hingga 2024, potensi kerugian akibat kuota hangus tanpa kompensasi ditaksir mencapai Rp613 triliun.

Dana sebesar itu, kata Iskandar, menguap tanpa dicatat sebagai kewajiban (liabilitas) dalam laporan keuangan operator, sehingga bisa membuka peluang praktik pengakuan pendapatan fiktif.

"Kalau ini tidak dianggap masalah, kita sedang menyaksikan penghilangan nilai ekonomi rakyat secara sistemik. Bahkan, ini berpotensi melanggar hukum pidana korupsi," tegasnya.

Pihaknya pun mendorong agar ada langkah hukum kolektif seperti class action, sekaligus mengajukan uji materi terhadap regulasi yang dianggap memberi celah pada praktik penghangusan kuota


Selain itu, mereka juga meminta agar Undang-Undang Telekomunikasi dan Perlindungan Konsumen direvisi untuk memperjelas status kuota sebagai hak milik digital konsumen.


Bahkan, Iskandar menyerukan agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait perlindungan konsumen digital. 


Ia menganggap persoalan ini bukan sekadar isu layanan telekomunikasi, tetapi sudah masuk ke ranah kejahatan ekonomi berskala nasional.


"Kuota yang dibeli bukanlah sampah. Tapi dengan sistem sekarang, kuota menjadi sampah digital termahal di dunia. Kalau aparat penegak hukum terus diam, maka negara gagal melindungi hak digital rakyatnya sendiri," ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved