Mengelola Risiko Inflasi Biaya Pendidikan: Pentingnya Perencanaan Keuangan Sejak Dini
Inflasi biaya pendidikan di Indonesia kerap melebihi inflasi umum. Tanpa perencanaan keuangan yang matang, kenaikan biaya tersebut jadi beban serius
Penulis: Nappisah | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG — Inflasi biaya pendidikan di Indonesia kerap melebihi inflasi umum. Tanpa perencanaan keuangan yang matang, kenaikan biaya tersebut dapat menjadi beban serius bagi keuangan keluarga.
Tedy Wahyusaputra, Certified Financial Planner dari Universitas Kristen Maranatha, mengingatkan pentingnya orang tua untuk melakukan perhitungan proyeksi kebutuhan dana pendidikan sedini mungkin, disertai strategi alokasi aset yang tepat.
Menurut Tedy, kunci utama dalam menyiapkan dana pendidikan anak terletak pada kemampuan menghitung kebutuhan dana di masa depan.
Baca juga: Mantan Analis Kredit Bank Jambi Masuk Daftar Hitam Industri Keuangan Setelah Bobol Dana Rp 7,1 M
Sebagai contoh, untuk anak berusia 8 tahun yang diproyeksikan mulai kuliah pada usia 18 tahun, berarti ada jangka waktu perencanaan selama 10 tahun.
"Misalnya biaya masuk kuliah saat ini sebesar Rp10 juta. Dengan asumsi inflasi pendidikan sebesar 10 persen per tahun, maka 10 tahun lagi biaya masuk bisa menembus angka sekitar Rp26 juta," jelas Tedy, kepada Tribunjabar.id, Jumat (13/6/2025)).
Dengan demikian, jika tidak melakukan penyesuaian sejak awal, orang tua akan menghadapi kekurangan dana yang signifikan saat anak mulai masuk perguruan tinggi.
Agar target keuangan ini tercapai, ia menyarankan orang tua menyisihkan minimal 10?ri pendapatan bulanan untuk dialokasikan ke dana pendidikan.
Namun, jumlah ini sebaiknya disesuaikan dengan profil risiko dan kapasitas keuangan masing-masing keluarga.
"Tentu semakin besar proporsi yang dapat disisihkan, semakin baik hasil yang didapat. Tetapi, yang tidak kalah penting adalah pemilihan instrumen investasi yang mampu mengimbangi inflasi biaya pendidikan," katanya.
Dalam konteks instrumen, Tedy memaparkan bahwa reksadana saham menjadi opsi menarik untuk investasi jangka panjang, seperti 10 tahun atau lebih.
"Reksadana saham memiliki potensi imbal hasil yang secara historis mampu mengungguli inflasi pendidikan. Namun, investor juga harus siap dengan volatilitasnya," ujarnya.
Reksa dana ini menawarkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi, namun juga memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan jenis reksadana lain seperti reksadana pendapatan tetap atau pasar uang.
Untuk tujuan jangka menengah, instrumen seperti reksadana pendapatan tetap dinilai lebih stabil dengan risiko yang relatif lebih rendah, meski potensi return-nya tidak setinggi saham.
Baca juga: Bank Dunia Ubah Hitungan Garis Kemiskinan, Kini 2 dari 3 Warga Indonesia Tergolong Miskin
Sebagai informasi, Reksadana pendapatan tetap (RDPT) adalah jenis reksadana yang sebagian besar diinvestasikan dalam instrumen pendapatan tetap seperti obligasi atau surat utang. RDPT menawarkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan reksadana pasar uang, namun dengan risiko yang juga lebih tinggi.
Dorong Ekosistem Komunikasi Sains Perguruan Tinggi, Program Resona Saintek UK Maranatha Resmi Dibuka |
![]() |
---|
Riwayat Pendidikan Yudo Sadewa Anak Menkeu Purbaya, Anak Sri Mulyani Lulusan Kampus Bergengsi di AS |
![]() |
---|
Komentar Jokowi Soal Menteri Keuangannya Sri Mulyani Digantikan Purbaya Sadewa, Sebut Mazhab Berbeda |
![]() |
---|
Alasan Prabowo Pilih Purbaya Yudhi Sadewa Jadi Menkeu Gantikan Sri Mulyani, Dibocorkan Ekonom Senior |
![]() |
---|
Komentar Mahfud MD Soal Gaya Koboi Menteri Keuangan Purbaya Sadewa: Kompetensi Saja Tidak Cukup |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.