RUU Sisdiknas Dinilai Sudah Usang dan Tak Relevan, Akademisi Desak Regulasi Pendidikan Baru
Atip Latipulhayat menegaskan urgensi revisi UU Sisdiknas dengan pendekatan kodifikasi agar lebih sistematis dan tidak tumpang tindih.
Penulis: Nappisah | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG — Regulasi pendidikan nasional dinilai tak lagi relevan dengan perkembangan zaman.
Usianya yang telah lebih dari dua dekade, serta tumpang tindihnya sejumlah undang-undang sektoral terkait pendidikan, mendorong desakan agar Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) segera dibahas ulang dengan pendekatan kodifikasi.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menegaskan urgensi revisi UU Sisdiknas dengan pendekatan kodifikasi agar lebih sistematis dan tidak tumpang tindih.
Baca juga: Isi Revisi UU Perkawinan, Menag Nasaruddin Usulkan 11 Strategi Mediasi Langkah Pencegahan Perceraian
“Ini ya, akan direvisi pertama karena dari segi usianya, sudah 22 tahun. Pasti banyak perubahan-perubahan yang terjadi,” ujar Atip di Universitas Pendidikan Indonesia, Senin (9/6/2025).
Ia menjelaskan, selama ini regulasi pendidikan tersebar dalam berbagai undang-undang seperti UU Pendidikan Tinggi serta UU Guru dan Dosen. Karena itu, upaya penyatuan melalui kodifikasi dianggap penting agar seluruh aspek pendidikan dapat diatur dalam satu sistem hukum yang terpadu.
Mantan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Dr. M Solehuddin,M.Pd., M.A., menilai kodifikasi ini penting agar tidak terjadi lagi inkonsistensi antara regulasi satu dengan yang lainnya, dengan tujuan menciptakan sistem pendidikan yang lebih berkeadilan, inklusif, dan terintegrasi.
“RUU Sisdiknas ini usianya sudah lebih dari 20 tahun. Tentu banyak hal yang sudah tidak lagi terakomodasi. Pikiran 20 tahun lalu jelas beda dengan kebutuhan pendidikan hari ini,” ujar Prof. Solehufdin.
Dikatakannya, perubahan zaman begitu cepat, regulasinya pun harus adaptif.
"Sudah saatnya dilakukan kodifikasi agar tidak saling tumpang tindih."
Selain faktor usia dan inkonsistensi hukum, menurutnya, pemerataan akses pendidikan dan peningkatan kualitas layanan pendidikan menjadi isu paling mendesak yang harus dijawab dalam revisi UU ini.
“Ujungnya kan kualitas. Bagaimana kita menciptakan pendidikan yang berkualitas bagi semua warga bangsa Indonesia. Itu hanya mungkin terjadi kalau regulasinya menjamin keadilan,” jelasnya.
Terkait dengan kewenangan dan karakteristik perguruan tinggi, dia juga menyoroti pentingnya menjaga spesialisasi dan ciri khas kampus dalam sistem pendidikan tinggi nasional. Menurutnya, setiap perguruan tinggi harus tetap memiliki keunggulan khas, meskipun memiliki mandat yang luas di berbagai bidang.
“Misalnya UPI tetap harus unggul di bidang pendidikan. Tapi kalau kami punya Fakultas Kedokteran, maka harus ada integrasi. Kita kembangkan kedokteran yang punya kekhasan pendidikan, seperti sport medicine, karena kami juga punya Fakultas Ilmu Keolahragaan,” katanya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Tanggung Biaya Pendidikan Gadis Cerdas di Cirebon yang Depresi Gagal Lanjutkan Sekolah
Ia menambahkan, pembatasan spesialisasi ke universitas-universitas tertentu saja akan mempersulit pemenuhan kebutuhan nasional. Bahkan di Jawa Barat saja, kata dia, kebutuhan tenaga medis belum terpenuhi setengahnya.
RUU Sisdiknas
Pendidikan
perkembangan zaman
Atip Latipulhayat
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Prof M Solehuddin
Kisah Nunung Ngojek Demi Biayai Anak Sekolah di SMAN 3 Bandung & Kuliah di UGM, Dibantu Dedi Mulyadi |
![]() |
---|
UPI Serahkan Perangkat Smart Farming ke Petani Kopi Garut, Bisa Pantau Kondisi Lahan |
![]() |
---|
Daftar 20 PTN Penerima KIP Kuliah Terbanyak, Termasuk di Jabar, Rekomendasi Daftar SNBP 2026 |
![]() |
---|
Bupati Pangandaran Dorong Penguatan Nilai Keagamaan dengan Perbup Pondok Pesantren |
![]() |
---|
PLN Beri Bantuan Sarana Prasarana Pendidikan dan Ibadah di Gunung Putri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.