Breaking News

RUU Sisdiknas Dinilai Sudah Usang dan Tak Relevan, Akademisi Desak Regulasi Pendidikan Baru

Atip Latipulhayat menegaskan urgensi revisi UU Sisdiknas dengan pendekatan kodifikasi agar lebih sistematis dan tidak tumpang tindih.

|
Penulis: Nappisah | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Jabar/ Nappisah
FOTO BERSAMA - Foto bersama Universitas Pendidikan Indonesia bersama Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (PP-ISPI) akan menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Kajian Kritis Isu-isu Strategis dalam RUU Sisdiknas: Usulan Perubahan Model Kodifikasi, Senin (9/6/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG — Regulasi pendidikan nasional dinilai tak lagi relevan dengan perkembangan zaman

Usianya yang telah lebih dari dua dekade, serta tumpang tindihnya sejumlah undang-undang sektoral terkait pendidikan, mendorong desakan agar Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) segera dibahas ulang dengan pendekatan kodifikasi.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menegaskan urgensi revisi UU Sisdiknas dengan pendekatan kodifikasi agar lebih sistematis dan tidak tumpang tindih.

Baca juga: Isi Revisi UU Perkawinan, Menag Nasaruddin Usulkan 11 Strategi Mediasi Langkah Pencegahan Perceraian

“Ini ya, akan direvisi pertama karena dari segi usianya, sudah 22 tahun. Pasti banyak perubahan-perubahan yang terjadi,” ujar Atip di Universitas Pendidikan Indonesia, Senin (9/6/2025). 

Ia menjelaskan, selama ini regulasi pendidikan tersebar dalam berbagai undang-undang seperti UU Pendidikan Tinggi serta UU Guru dan Dosen. Karena itu, upaya penyatuan melalui kodifikasi dianggap penting agar seluruh aspek pendidikan dapat diatur dalam satu sistem hukum yang terpadu.

Mantan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Dr. M Solehuddin,M.Pd., M.A., menilai kodifikasi ini penting agar tidak terjadi lagi inkonsistensi antara regulasi satu dengan yang lainnya, dengan tujuan menciptakan sistem pendidikan yang lebih berkeadilan, inklusif, dan terintegrasi.

“RUU Sisdiknas ini usianya sudah lebih dari 20 tahun. Tentu banyak hal yang sudah tidak lagi terakomodasi. Pikiran 20 tahun lalu jelas beda dengan kebutuhan pendidikan hari ini,” ujar Prof. Solehufdin. 

Dikatakannya, perubahan zaman begitu cepat, regulasinya pun harus adaptif. 

"Sudah saatnya dilakukan kodifikasi agar tidak saling tumpang tindih."

Selain faktor usia dan inkonsistensi hukum, menurutnya, pemerataan akses pendidikan dan peningkatan kualitas layanan pendidikan menjadi isu paling mendesak yang harus dijawab dalam revisi UU ini.

“Ujungnya kan kualitas. Bagaimana kita menciptakan pendidikan yang berkualitas bagi semua warga bangsa Indonesia. Itu hanya mungkin terjadi kalau regulasinya menjamin keadilan,” jelasnya.

Terkait dengan kewenangan dan karakteristik perguruan tinggi, dia juga menyoroti pentingnya menjaga spesialisasi dan ciri khas kampus dalam sistem pendidikan tinggi nasional. Menurutnya, setiap perguruan tinggi harus tetap memiliki keunggulan khas, meskipun memiliki mandat yang luas di berbagai bidang.

“Misalnya UPI tetap harus unggul di bidang pendidikan. Tapi kalau kami punya Fakultas Kedokteran, maka harus ada integrasi. Kita kembangkan kedokteran yang punya kekhasan pendidikan, seperti sport medicine, karena kami juga punya Fakultas Ilmu Keolahragaan,” katanya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Tanggung Biaya Pendidikan Gadis Cerdas di Cirebon yang Depresi Gagal Lanjutkan Sekolah

Ia menambahkan, pembatasan spesialisasi ke universitas-universitas tertentu saja akan mempersulit pemenuhan kebutuhan nasional. Bahkan di Jawa Barat saja, kata dia, kebutuhan tenaga medis belum terpenuhi setengahnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved