Kabupaten Majalengka Punya TPS Irigasi Pertama, Sampah Kini Bisa Diolah Jadi Energi

Warga Kabupaten Majalengka, khsusunya Kecamatan Jatitujuh, kini punya cara baru dan lebih ramah lingkungan untuk menangani sampah.

Tribun Jabar/ Adim Mubaroq 
TPS IRIGASI - Tempat Pengolahan Sampah atau TPS Irigasi WPS di desa Panongan, Kec. Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Kamis (5/6/2205). TPS Irigasi ini yang terbesar dari tiga TPS serupa milik BBWS. 

Laporan Kontributor Adim Mubaroq

TRIBUNJABAR.ID, MAJALENGKA - Warga Kabupaten Majalengka, khsusunya Kecamatan Jatitujuh, kini punya cara baru dan lebih ramah lingkungan untuk menangani sampah.

Pemerintah meresmikan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Irigasi WPS di Desa Panongan, Kamis 5 Juni 2025. Fasilitas ini dikelola oleh Komunitas Hujan Keruh dan dibangun oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung.

Kepala BBWS, Dwi Agus Kuncoro, menjelaskan TPS ini hadir karena banyak warga yang masih membuang sampah ke saluran irigasi dan sungai. Akibatnya, sampah menumpuk, tercampur lumpur, dan sulit dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) karena kondisinya basah.

"Sampah yang masuk ke irigasi, ke sungai, nanti terbawa ke hilir, menumpuk, bercampur lumpur, dan akhirnya tidak bisa masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) karena kondisinya basah. Maka, kami bangun TPS ini agar sampah bisa langsung diolah," kata Dwi Agus saat Peresmian Tempat Pengolahan Sampah Irigasi WPS di desa Panongan, Kec. Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Kamis (5/6/2205).

Baca juga: Iskandar Zulkarnain Akui Ada Tugas Berat Usai Dilantik Jadi Sekda Kota Bandung, Singgung Mutasi

TPS Irigasi WPS di Jatitujuh ini adalah yang paling besar dari tiga TPS yang dibangun BBWS. Fasilitas ini merupakan salah satu dari sejumlah sistem pengolahan sampah yang berada di bawah koordinasi BBWS, Namun, TPS WPS Jatitujuh disebut-sebut sebagai yang paling besar, dengan kapasitas pengolahan hingga 50 ton per hari.

Dwi menyebut, untuk operasional alat pengolahan sampah sendiri, BBWS menyatakan akan memberikan subsidi awal. Kedepannya supaya dipelihara oleh komunitas dengan swadaya masyarakat.

"Alhamdulillah, sudah ada kerjasama walaupun diawal tidak bisa dijual, sekarang sudah bisa, walaupun belum bisa menutup untuk operasional, nanti kita juga subsidi dari kegiatan pemeliharaan saluran tapi terbatas," tegasnya.

Sarifudin Rahmat dari Komunitas Hujan Keruh menjelaskan, sampah yang masuk akan langsung dipilah. Sampah plastik akan dijadikan RDF atau Refuse-Derived Fuel, yaitu cacahan plastik yang dipres dan bisa dipakai sebagai bahan bakar alternatif.

Sementara itu, sampah organik akan diolah menjadi bubur organik, yang nantinya bisa diproses lebih lanjut menjadi kompos, pupuk cair (POC), dan juga maggot atau larva serangga untuk pakan ternak.

"Awalnya kami ingin buat briket, seperti arang, tapi prosesnya lama dan pasarnya belum pasti. Jadi sekarang fokus ke RDF dan bubur organik dulu," jelas Sarifudin.

Fasilitas ini menggunakan mesin baru yang sanggup mengolah hingga 500 ton per 8 jam kerja, jauh lebih besar dibanding alat lama yang hanya bisa memproses ratusan kilogram per hari.

Saat ini sudah ada 15 desa di Kecamatan Jatitujuh yang disosialisasikan. Desa bisa mengantar langsung sampahnya ke TPS, atau minta dijemput oleh pengelola. Sistem ini masih fleksibel, menunggu kesepakatan soal biaya jasa angkut dan olah.

Baca juga: Viral, Turis Amerika Serikat Ditipu Rp 101 Juta oleh Agen Travel di Labuan Bajo, Ini Kronologinya

"Misalnya ada desa yang mau dijemput seminggu dua kali, bisa. Kalau mau antar sendiri juga boleh. Bahkan desa dari kecamatan lain seperti Kertajati atau Ligung pun bisa ikut, selama kapasitas masih cukup," ujar Sarifudin.

Tak hanya desa, sampah dari hotel atau usaha juga bisa diolah di sini. Semuanya akan ditangani secara profesional dan ramah lingkungan.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved