Walhi Jabar: Tinjau Ulang RTRW Tak Cukup, UUCK Harus Segera Di-Judicial Review

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang meminta Gubernur Jawa Barat meninjau ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi. 

Penulis: Nappisah | Editor: Siti Fatimah
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
ILUSTRASI - Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin Iwang menyerahkan draf Potret Kerusakan Lingkungan Hidup di Jawa Barat kepada pimpinan rapat Wakil Ketua DPRD Jabar,Ono Surono, dalam rapat gabungan terkait lingkungan hidup, di Ruang Rapat Badan Musyawarah DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (15/4/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin Iwang, menegaskan bahwa pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait pentingnya peninjauan ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat harus dijadikan momentum serius. 

Hal ini upaya untuk memperbaiki kebijakan tata ruang yang kian berpihak pada kepentingan korporasi, bukan lingkungan.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang meminta Gubernur Jawa Barat meninjau ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi. 

Baca juga: Sophi Zulfia di Garda Depan: Pembahasan RTRW Siap Digeber Demi Kepentingan Warga Cirebon

Namun, menurutnya, permintaan tersebut tidak cukup jika hanya berhenti pada seruan administratif semata. 

Peninjauan ulang RTRW harus disertai tekanan politik dan evaluasi menyeluruh terhadap kerangka hukum yang menjadi akar masalah, yakni Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).

Iwang, sapaan akrabnya menegaskan, perubahan zona dalam RTRW selama ini menjadi celah besar bagi eksploitasi kawasan yang memiliki fungsi vital bagi lingkungan, seperti kawasan resapan air, hutan lindung, hingga wilayah konservasi. 

Pihaknya menyoroti hilangnya kawasan resapan air di Jawa Barat yang kini telah mencapai 1,4 juta hektare, serta bertambahnya lahan kritis hingga 1,5 juta hektare. 

Setiap tahun, lanjut Iwang, tutupan hutan di provinsi ini menyusut rata-rata 20 hektare akibat alih fungsi kawasan yang dilegalkan oleh revisi RTRW.

Ia menilai bahwa UUCK adalah biang kerok yang melanggengkan kerusakan lingkungan melalui regulasi yang memberi keleluasaan besar kepada investor dan korporasi. 

Kebijakan tersebut mengintegrasikan rencana ruang laut dan darat, menyederhanakan hirarki penataan ruang, menghapus rencana tata ruang kawasan strategis, serta mendorong penyesuaian tata ruang dengan dinamika pembangunan.

Namun, menurut kajian Walhi, semua itu bukan bertujuan untuk efisiensi atau menghindari tumpang tindih kebijakan, melainkan membuka jalan legal bagi eksploitasi sumber daya alam secara massif.

“Gunung-gunung di Jawa Barat kini dieksploitasi atas nama pembangunan panas bumi. Tambang-tambang merangsek masuk ke kawasan lindung, bahkan konservasi. Belum lagi pengembangan properti dan wisata yang terus merusak kawasan penting dari Bogor hingga ke pelosok 27 kabupaten/kota di provinsi ini,” ujarnya, Rabu (14/5/2025) malam. 

Baca juga: Bangunan di Perkebunan Margawindu Sumedang Melanggar Perda RTRW, Jadi Penyebab Banjir Bandang

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa keberadaan RTRW yang tidak berpihak pada lingkungan juga berdampak pada meningkatnya izin-izin tambang dan pembangunan lainnya yang tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. 

Situasi ini, menurutnya, mempercepat laju degradasi ekologis yang pada akhirnya mengancam keselamatan manusia karena bencana menjadi semakin sering terjadi dan sulit diprediksi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved