Tanggapi Kritik Nama Bale Jaya Dewata di Cirebon, Dedi Mulyadi: Kenapa Waktu Kumuh Tidak Komentari?

Dedi Mulyadi pun menyindir bahwa yang seharusnya dikritik adalah pemimpin yang abai terhadap tanggung jawabnya

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Cirebon/ Eki Yulianto
WAWANCARA - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Perubahan nama Gedung Negara atau eks Gedung Karesidenan Cirebon menjadi Bale Jaya Dewata yang kini difungsikan sebagai kantor Gubernur Jawa Barat menuai sorotan dari para budayawan dan pegiat sejarah. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Perubahan nama Gedung Negara atau eks Gedung Karesidenan Cirebon menjadi Bale Jaya Dewata yang kini difungsikan sebagai kantor Gubernur Jawa Barat menuai sorotan dari para budayawan dan pegiat sejarah.

Namun, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meminta agar kritik yang dilontarkan tetap objektif dan tidak berlebihan.

Dedi menegaskan, nama Jaya Dewata yang disematkan pada kantor gubernur di Cirebon bukan tanpa dasar.

Baca juga: Pemkot Cirebon Ngaku Belum Terima Surat Penggantian Nama Gedung Negara Cirebon jadi Bale Jaya Dewata

“Jaya Dewata itu kan nama dari Prabu Siliwangi. Nah, Siliwangi itu kan nama leluhurnya Cirebon,” ujar Dedi saat diwawancarai di Kantor Gubernur Bale Jaya Dewata, Rabu (7/5/2025).

Ia juga menanggapi kritikan sejumlah budayawan yang menyayangkan tidak adanya pelibatan masyarakat lokal dalam penamaan gedung tersebut.

“Soal respon budayawan lokal yang tidak dilibatkan, itu kan soal penamaan. Saya juga punya posisi yang saya terapkan."

"Harusnya yang menjadi sorotan itu adalah ketika gedung ini dulu tidak diurus. Kenapa waktu gedungnya kumuh, gelap, tidak ada yang mengomentari?” ucapnya.

Menurutnya, kini kondisi gedung sudah lebih baik dan layak.

“Sekarang gedungnya bersih, terawat. Tidak hanya gedungnya, jalannya juga sudah mulai bersih."

"Mari kita sama-sama kritis terhadap setiap hal, tapi kritiknya harus objektif."

"Jangan mengkritisi hal yang sebenarnya baik tapi diributin,” jelas dia.

Dedi pun menyindir bahwa yang seharusnya dikritik adalah pemimpin yang abai terhadap tanggung jawabnya.

“Yang harus diributin itu pemimpin malas, yang tidak ngurus kesenian, orang miskin, jalan. Jangan pemimpin rajin terus-terusan dikritik,” katanya.

Namun, sejumlah budayawan tetap mempertanyakan proses dan dasar pemilihan nama tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved