Penanganan Sampah di Bandung Raya, Pemdaprov Jabar Siapkan 84 Insinerator

Pemprov Jabar menjelaskan bahwa saat ini TPA Sarimukti hanya mengandalkan Zona 3, yang masih memiliki sisa kapasitas sekitar 50.000 ton.

Tribun Jabar/Gani Kurniawan/Arsip
Petugas menggunakan alat berat beko mengumpulkan sampah untuk diangkut dengan truk di Pasar Gedebage, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (29/4/2025). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat mengambil langkah sigap untuk menghadapi krisis persampahan yang melanda kawasan Bandung Raya. Hal ini menyusul kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat yang hampir mencapai batas maksimal.

Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, menyampaikan keterangan terkait hal ini usai menghadiri Rapat Koordinasi Pengelolaan Persampahan dan Lingkungan Hidup di Gedung Negara Pakuan, Kota Bandung, pada Senin (5/5/2025). Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

"Dalam rapat, Pak Gubernur menekankan bahwa kita tidak bisa hanya bergantung pada Sarimukti karena keterbatasannya. Maka, perlu adanya langkah progresif yang melibatkan seluruh kabupaten/kota di cekungan Bandung dengan semangat gotong royong," ungkap Herman.

Herman menjelaskan bahwa saat ini TPA Sarimukti hanya mengandalkan Zona 3, yang masih memiliki sisa kapasitas sekitar 50.000 ton. Namun, dengan volume sampah harian mencapai 1.200 ton, kapasitas tersebut diperkirakan hanya mampu bertahan selama 41 hari ke depan.

“Zona 3 Sarimukti tinggal 41 hari lagi. Tapi kami sudah antisipasi. Zona 5 sedang dalam tahap penyelesaian dan direncanakan mulai beroperasi pada pertengahan Juni (2025),” jelasnya.

Teknologi Motah: Solusi Insinerator Skala Menengah

Selain solusi jangka pendek, Herman menekankan pentingnya langkah strategis untuk jangka panjang. Pemda Provinsi Jawa Barat, bersama dengan pemerintah kabupaten/kota di Bandung Raya, tengah mengembangkan pengadaan insinerator skala menengah berbasis teknologi Motah (Mesin Olah Runtah).

Teknologi ini mampu mengolah 10 ton sampah per hari. Dalam bahasa Sunda, “runtah” berarti sampah.

“Untuk mengurangi ketergantungan pada Sarimukti, kita butuh sekitar 84 insinerator tambahan. Proyeksinya mencapai Rp117 miliar, dan biaya tersebut akan dibagi secara gotong royong antara provinsi dan kabupaten/kota,” tambah Herman.

Adapun kebutuhan spesifiknya adalah 43 unit untuk Kota Bandung, 25 unit untuk Kabupaten Bandung, 6 unit untuk Kota Cimahi, dan 10 unit untuk Kabupaten Bandung Barat. Teknologi pengolahan sampah lainnya, seperti maggot dan composting, juga diminta untuk dioptimalkan secara maksimal.

“Pak Gubernur minta semua insinerator yang sudah ada sekarang difungsikan dengan maksimal. Kami mengimbau kepala daerah untuk memastikan semua fasilitas yang ada beroperasi dengan efektif,” lanjutnya.

Proyek Legok Nangka: Harapan Jangka Panjang

Sebagai solusi jangka panjang, Pemda Jabar juga terus mendorong pengembangan proyek pengolahan sampah regional di Legok Nangka. Saat ini, proyek tersebut menunggu terbitnya surat penugasan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada PLN untuk memasuki tahap financial close pada akhir 2025.

“Jika surat penugasan keluar, instalasi waste to energy yang akan dibangun oleh konsorsium dapat dimulai awal 2026. Proyek ini ditargetkan selesai dalam waktu 36 bulan, sehingga sejalan dengan habisnya masa pakai Sarimukti pada pertengahan 2028,” papar Herman.

Dengan kolaborasi dan semangat gotong royong dari semua pemangku kepentingan, Herman optimistis bahwa Jawa Barat akan mampu keluar dari krisis darurat sampah ini. Lebih dari itu, ia berharap langkah-langkah ini akan menciptakan sistem pengelolaan persampahan yang lebih berkelanjutan bagi masa depan.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved