Radioterapi Upaya Efektif Mengatasi Kanker dengan Radiasi yang Terkendali

Dr. Prathama Gilang W. Putra, Sp.Rad-Onk, MM, MH, AWP, Dokter Spesialis Onkologi Radiasi di Santosa Hospital Bandung Kopo, mengatakan,  radioterapi ad

Penulis: Nappisah | Editor: bisnistribunjabar
Istimewa
Radioterapi, Upaya Efektif Mengatasi Kanker dengan Radiasi yang Terkendali 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Radioterapi menjadi salah satu metode utama dalam pengobatan kanker yang kini semakin berkembang dan digunakan secara luas di berbagai rumah sakit di Indonesia.     

Dr. Prathama Gilang W. Putra, Sp.Rad-Onk, MM, MH, AWP, Dokter Spesialis Onkologi Radiasi di Santosa Hospital Bandung Kopo, mengatakan,  radioterapi adalah metode pengobatan medis yang menggunakan radiasi energi tinggi untuk membunuh atau merusak sel-sel kanker. 

2Dr. Prathama
Dr. Prathama Gilang W. Putra, Sp.Rad-Onk, MM, MH, AWP, Dokter Spesialis Onkologi Radiasi

Radiasi ini bisa berupa sinar-X, elektron, maupun proton yang diarahkan langsung ke area tubuh yang terkena kanker.

"Tujuannya adalah menghancurkan sel kanker secara lokal, dengan upaya meminimalkan kerusakan pada jaringan sehat di sekitarnya," ujarnya, kepada Tribunjabar.id, Senin (5/5/2025). 

Terdapat dua jenis utama radioterapi: radiasi eksternal, yaitu ketika sinar diarahkan dari luar tubuh menggunakan mesin khusus; dan radiasi internal (brachytherapy), yaitu ketika sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh, dekat dengan tumor. 

Proses ini diawali dengan tahap pemetaan melalui CT simulator, dilanjutkan dengan perencanaan untuk menentukan lokasi, luas area target, dan dosis radiasi yang tepat, sebelum pasien menjalani sesi terapi yang sesungguhnya.

Menurut dr. Gilang, sesi radioterapi berlangsung sekitar 10–30 menit, namun penyinaran aktual hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Terapi ini dilakukan setiap hari kerja dan jumlah sesinya sangat tergantung pada jenis dan lokasi kanker.

“Misalnya, kanker leher rahim biasanya memerlukan 25 sesi radiasi eksternal dan 4 sesi internal. Sementara kanker nasofaring membutuhkan sekitar 33 hingga 35 sesi eksternal,” jelasnya.

Sebelum memulai radioterapi, pasien disarankan untuk mempersiapkan diri secara fisik dan mental.

“Istirahat yang cukup, konsumsi makanan bergizi, serta vitamin sangat dianjurkan untuk menjaga kondisi tubuh selama menjalani terapi,” tambahnya.

Terkait rasa sakit selama terapi, dr. Gilang menegaskan bahwa prosedur ini umumnya tidak menimbulkan rasa sakit saat dilakukan. Namun, efek samping bisa muncul secara bertahap setelah beberapa sesi.

“Efeknya akumulatif. Setelah beberapa hari atau minggu, pasien mungkin mulai merasakan lelah, iritasi kulit, mulut kering, atau gangguan pencernaan tergantung lokasi radiasi,” katanya.

Radioterapi sendiri dapat bertujuan untuk menyembuhkan kanker, mengecilkan tumor sebelum operasi, mengurangi risiko kekambuhan setelah operasi, atau untuk meringankan gejala pada kasus kanker stadium lanjut. Pada kondisi paliatif, radioterapi digunakan untuk mengurangi nyeri, perdarahan, atau tekanan akibat tumor agar kualitas hidup pasien tetap terjaga.

Lebih lanjut, dr. Gilang menjelaskan bahwa radioterapi sering dikombinasikan dengan pengobatan lain seperti operasi atau kemoterapi.

“Dalam banyak kasus, radioterapi diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan tumor atau setelah operasi untuk memastikan tidak ada sel kanker tersisa. Radioterapi juga dapat diberikan bersamaan dengan kemoterapi dikenal sebagai kemoradiasi karena kemoterapi dapat meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap radiasi,” jelasnya

Radioterapi juga memiliki manfaat besar bagi berbagai jenis kanker, serta pada beberapa kondisi non-kanker tertentu seperti pembesaran kelenjar tiroid, kelainan darah, atau tumor jinak. Namun begitu, efek samping tetap harus menjadi perhatian. 

Efek samping jangka pendek biasanya muncul selama atau setelah beberapa minggu terapi dimulai.

“Kelelahan, iritasi kulit, rambut rontok di area radiasi, nyeri menelan, hingga gangguan pencernaan bisa terjadi,” katanya. 

Santosa Hospital Bandung Central
Santosa Hospital Bandung Central (Istimewa)

Sedangkan efek jangka panjang dapat berupa pengerasan jaringan (fibrosis), gangguan fungsi organ seperti paru, jantung, atau kelenjar tiroid, hingga gangguan kesuburan bila area panggul terkena radiasi. Dalam kasus yang sangat jarang, paparan radiasi bisa memicu kanker baru (kanker sekunder).

Ada pula risiko terhadap jaringan sehat di sekitar area yang diradiasi.

“Meskipun diarahkan seakurat mungkin, sebagian kecil radiasi tetap bisa mengenai jaringan di sekitarnya. Namun dengan teknologi modern seperti IMRT dan proton therapy, risiko ini dapat diminimalkan,” ujar dr. Gilang.

Untuk masyarakat yang ingin berkonsultasi, dr. Gilang membuka layanan di Santosa Hospital Bandung Kopo setiap hari Selasa pukul 16.00–19.00 WIB dan hari Sabtu pukul 08.00–12.00 WIB.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved