IAW Soroti Polemik Mutasi Anak Mantan Wapres Try Sutrisno yang Dibatalkan

Iskandar mengingatkan tindakan mutasi mendadak tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Tribunjabar.id / Muhamad Nandri Prilatama
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus mengomentari terkait polemik mutasi anak mantan Wakil Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno yang bertahan sehari sebelum dibatalkan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Indonesian Audit Watch atau IAW mengomentari terkait polemik mutasi anak mantan Wakil Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno yang bertahan sehari sebelum dibatalkan. Kasus tersebut menyoroti dugaan adanya praktek maladministrasi dan nepotisme yang masih ada di TNI.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus menyatakan kejadian ini bukan sekadar kesalahan teknis atau prosedural, melainkan mutasi kilat yang dibatalkan keesokan harinya menjadi potret dari rusaknya sistem manajemen sumber daya manusia dalam institusi militer yang selama ini tertutup, kaku, dan hierarki.

"Apakah kita sedang menonton sinetron birokrasi dengan episode 'Anak Jenderal Naik Pangkat, Besoknya Diturunin'? Ini bukan sekadar keganjilan, tapi cerminan dari lemahnya kepastian hukum dan transparansi di tubuh TNI," kata Iskandar dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/5/2025).

Iskandar mengingatkan tindakan mutasi mendadak tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Menurut Pasal 3 dan 10, setiap kebijakan publik harus berdasarkan asas kecermatan, kepastian hukum, dan tidak sewenang-wenang.

“Mutasi sehari yang langsung dibatalkan jadi bukti lemahnya perencanaan dan pengambilan keputusan di institusi sebesar TNI. Ini bukan sekadar maladministrasi, tapi ancaman terhadap kredibilitas militer,” ujarnya.

Selain itu, dia menilai TNI telah melanggar Pasal 4 UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), karena tidak memberikan penjelasan rinci kepada publik soal alasan mutasi dan pencabutannya sehingga membuka ruang spekulasi dan dugaan adanya intervensi elit.

IAW menyoroti kemungkinan adanya nepotisme dalam proses mutasi tersebut. Iskandar mengingatkan TAP MPR nomor XI/MPR/1998 dan Pasal 24 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa setiap pengangkatan atau pemindahan jabatan harus berdasarkan pada kebutuhan organisasi dan kompetensi, bukan hubungan kekeluargaan.

"Jika mutasi itu terjadi karena nama belakangnya 'Try Sutrisno', maka ini nepotisme vulgar di tubuh militer. Tapi jika dibatalkan justru karena tekanan terhadap nama itu, maka tetap saja menunjukkan sistem yang rapuh dan tidak independen," ujarnya.

Iskandar menyebut aporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama satu dekade terakhir telah berkali-kali mengungkap masalah serupa dalam pengelolaan SDM dan keuangan di TNI, di antaranya:

1. LHP No. 02/LHP/XXIII/TNI/06/2023 menemukan pengadaan barang dan jasa tidak sesuai prosedur senilai Rp89,7 miliar serta aset TNI yang tak tercatat senilai Rp47,2 miliar.

2. LHP No. 12/LHP/XXI/TNI/11/2020 menyoroti mutasi 12 perwira tanpa alasan yang jelas dan pembelian helikopter dengan harga 15 persen lebih tinggi dari standar internasional.

3. LHP No. 08/LHP/XX/TNI/07/2019 mengungkap kebocoran dana operasional Rp32,5 miliar serta keberadaan prajurit fiktif yang menerima tunjangan.

Dalam rentang 2014–2024, BPK menandai adanya praktik jual-beli jabatan, molornya proyek, mark-up pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista), dan mutasi mendadak yang tidak memiliki dasar prosedural.

“Mutasi seperti kasus anak jenderal ini bukan hal baru. Ini praktik yang sudah berlangsung bertahun-tahun dan dianggap normal. Padahal ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap etika profesi militer,” ujar Iskandar.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved