Kabupaten Cirebon Rayakan Hari Jadi ke-543, Ini Sejarah Panjangnya, Tak Banyak yang Tahu
Di balik kemeriahan hari jadinya, tak banyak yang benar-benar tahu seperti apa sejarah panjang berdirinya Kabupaten Cirebon.
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Kabupaten Cirebon tengah bersolek merayakan hari jadinya yang ke-543 pada 2 April 2025.
Semarak perayaan tampak di berbagai sudut daerah yang dikenal sebagai pintu gerbang Provinsi Jawa Barat dari arah timur Pulau Jawa.
Namun di balik kemeriahan acara, tak banyak yang benar-benar tahu seperti apa sejarah panjang berdirinya Kabupaten Cirebon.
Pada Rabu (23/4/2025), Tribun berbincang dengan seorang tokoh budaya sekaligus sejarawan, H. Sulama Hadi.
Baca juga: Masih Dijual Bebas di Cirebon, Ini 9 Produk Mengandung Babi yang Bikin Warga Geger
Sosok yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Cirebon (DKC) ini mengisahkan sejarah Kabupaten Cirebon.
Menurut Sulama, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, wilayah Cirebon belum berbentuk kabupaten seperti sekarang.
Kala itu, sistem yang digunakan adalah distrik.
“Wilayah Karisidenan Cirebon saat itu terdiri dari lima distrik, yaitu Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan Linggarjati,” ujar Sulama.
Menariknya, wilayah selatan Cirebon, termasuk Sumber yang kini jadi pusat pemerintahan kabupaten, dulu berada dalam naungan Distrik Linggarjati.
Baru pada 1808, terjadi perubahan sistem. Pemerintah kolonial Hindia Belanda menghapus sistem distrik dan menggantinya dengan sistem kabupatian.
“Distrik Linggarjati dihapus, lalu wilayahnya dibagi menjadi dua, sebagian masuk Kuningan, sebagian lagi masuk Cirebon,” ucucapnya.
Tak berhenti di sana, pada tahun 1910, terjadi pemisahan antara wilayah kota dan kabupaten.
Wilayah kota yang dulunya bagian dari Kabupaten Cirebon dipisahkan karena dianggap sebagai pusat aktivitas perdagangan dan pelabuhan (syahbandar).
Sejak saat itu, kota dan kabupaten berjalan dengan administrasi masing-masing.
“Awalnya jadi Kotapraja (Kotip) dari 1910 sampai 1926, lalu berubah nama menjadi Stadgemeente, yaitu daerah otonom sampai 1957."
"Setelah itu berganti lagi menjadi Kota Praja, lalu Kota Madya, dan sejak 2003 resmi menjadi Kota Cirebon,” jelas dia.
Pergantian sistem pemerintahan dan campur tangan Belanda tak diterima begitu saja oleh masyarakat dan keluarga keraton.
Tahun 1808 yang menjadi tonggak berdirinya kabupatian juga menandai munculnya perlawanan terbuka yang dikenal sebagai Perang Kedongdong.
“Belanda saat itu berlaku kejam. Pajak tinggi dan aturan yang memberatkan rakyat membuat rakyat, terutama keluarga Keraton Cirebon, bangkit melawan,” katanya.
Baca juga: Renovasi Gedung Rara Santang Cirebon Ternyata Sudah Diusulkan Sejak 2020, Mengapa Terkatung-katung?
Kabupaten Cirebon kala itu dipimpin oleh Bupati R. Sinuk (Muchamad) dan pusat pemerintahannya berada di Pendopo Kartini, yang saat itu berfungsi sebagai kantor urusan infrastruktur Hindia Belanda.
“Pendopo menjadi pusat pemerintahan dari tahun 1810 hingga 1982,” ujarnya.
Pemindahan pusat pemerintahan ke Sumber baru benar-benar terjadi pada era Bupati Suwendo tahun 1982.
Meski begitu, gagasan pemindahan itu sudah muncul jauh sebelumnya, yakni pada masa kepemimpinan Kolonel Caj. H. Memed Tohir.
Saat itu, tiga daerah dipertimbangkan untuk dijadikan ibu kota baru, yakni Ciledug, Arjawinangun dan Sumber.
“Sumber dipilih karena berada di tengah-tengah wilayah kabupaten dan memiliki kekayaan alam, khususnya mata air,” ucap Sulama.
Tanda dimulainya pemindahan ditandai dengan pembangunan gedung Departemen Penanganan, yang kini menjadi Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon.
Disusul dengan pembangunan Pengadilan Negeri, serta kantor-kantor lain termasuk Kantor Bupati yang sekarang.
Dalam wawancaranya, Sulama juga menyebut pembentukan kabupaten turut memicu terbentuknya sistem pemerintahan tingkat desa.
“Desa pertama yang dibentuk adalah Desa Tangkil atau Pasindangaan."
Baca juga: Renovasi Gedung Rara Santang Cirebon Ternyata Sudah Diusulkan Sejak 2020, Mengapa Terkatung-katung?
"Setelah itu baru muncul desa-desa lain, khususnya di wilayah utara,” jelas dia.
Mengenal Mesin Canggih BPBD Cirebon, Bisa Ubah Air Kotor hingga Air Laut Jadi Layak Konsumsi |
![]() |
---|
SK Menteri Jadi Objek Sengketa, Kemenkum Jabar Hadiri Sidang Perdata di PN Sumber Cirebon. |
![]() |
---|
Perbaikan Telan Rp 229 Juta, Lapangan Desa Bungko Cirebon hanya Diurug Tanah Empang dan Becek |
![]() |
---|
Guru yang Lecehkan Murid di Cirebon Dikabarkan Ditangkap, Polisi Buka Suara: Masih Pemeriksaan Saksi |
![]() |
---|
4 Tenaga Pendamping Desa di Cirebon Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pajak, Rugikan Negara Rp 2,9 M |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.