Ketua IDI Jabar Tanggapi Pemberhentian Sementara Prodi Anastesi Unpad Buntut Kasus Dokter Cabul

etua Ikatan Dokter Indonesia Jawa Barat, Moh Luthfi menanggapi terkait pemberhentian sementara program studi anastesi Unpad.

tribun jabar
DOKTER YANG MEMPERKOSA - Priguna Anugerah, dokter residen anestesi yang memperkosa keluarga pasien di salah satu ruangan di Rumah Sakit Hasan Sadikin pada Maret 2025. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketua Ikatan Dokter Indonesia Jawa Barat, Moh Luthfi menanggapi terkait pemberhentian sementara program studi anastesi Unpad setelah adanya kasus pencabulan dari dokter residen di RSHS Bandung.

Menurut Luthfi, kasus ini ini sangat merugikan korban dan merugikan pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit, sekaligus merugikan proses pendidikan dokter spesialis khususnya PPDS Anastesi. 

"Mudah-mudahan ke depan kasus macam ini tidak lagi terjadi di lingkungan dokter," katanya, Selasa (15/4/2025).

Dokter residen atau program pendidikan dokter spesialis, lanjutnya, tentu tidak bisa menggunakan obat-obatan secara bebas.

Di rumah sakit ada prosedur untuk penggunaan obat, khususnya di rumah sakit pendidikan itu harus diajukan dahulu kepada supervisor atau dokter pendidiknya. 

Baca juga: Wamen PPPA Minta RSHS Perbaiki Sistem Keamanan Pasca-Dokter PPDS Rudapaksa Keluarga Pasien

Kemudian setelah dilakukan approvel baru dapat disampaikan ke instalasi farmasi dan setelah disetujui instalasi farmasi baru dapat diberikan kepada pasien.

"Untuk obat-obatan khusus di rumah sakit juga ada komite khusus dalam pengawasan terhadap obat-obatan yang sifatnya khusus, seperti obat-obat tidur atau untuk pembiusan atau anastesi," katanya.

Luthfi pun menekankan, jika SOP yang ada di rumah sakit tentu sudah sesuai dengan standar yang dibutuhkan sebuah pelayanan. Sebab, SOP diterbitkan sesuai standar akreditasi yang ada di RS.

"Tentunya, pada kasus ini bukan karena SOP yang salah tapi ada pelanggaran pada SOP yang ada di RS. Kasus ini pertama di Jabar. 

"Dan, pengawasan termasuk pendidikan dokter spesialis dilakukan secara berjenjang sesuai tingkatan pendidikannya dan selalu dalam supervisi baik oleh seniornya maupun pendidiknya dan dilakukan evaluasi hasil pendidikan dari peserta program pendidikan dokter spesialis oleh pendidik yang ada di lingkungan pendidikan," katanya. (*)

Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.

IKUTI CHANNEL WhatsApp TribunJabar.id untuk mendapatkan berita-berita terkini via WA: KLIK DI SINI

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved