Dedi Mulyadi Siapkan Stimulus untuk Sektor Padat Karya untuk Lawan Kebijakan Resiprokal AS

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, telah menyiapkan stimulus untuk menyelamatkan industri padat karya di Jabar,

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Giri
Tribun Jabar/Nazmi Abdurrahman
DIWAWANCARA - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat diwawancarai di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (8/4/2025). Dedi mengungkap sudah memiliki stimulus agar industri padat karya di Jabar dari kebijakan tarif timbal balik (resiprokal) atau bea masuk 32 persen yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, telah menyiapkan stimulus untuk menyelamatkan industri padat karya di Jabar dari kebijakan tarif timbal balik (resiprokal) atau bea masuk 32 persen yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

"Kan kita sudah ada stimulus-stimulus yang nanti akan kita buat. Saya meyakini betul industri padat karya akan bertahan di Jawa Barat," ujar Dedi Mulyadi, Selasa (8/4/2025).

Pemerintah Provinsi Jabar, kata dia, tengah membangun percepatan regulasi perizinan untuk industri-industri padat karya. 

"Termasuk nanti kita akan berdiskusi juga dengan pemerintahan pusat agar mereka terlindungi dengan baik," katanya.

Dedi Mulyadi tidak memerinci stimulus seperti apa yang akan diberikan pemerintah kepada industri padat karya.

"Ya, nanti kita rumusin dong. Itu tim ekonomi kita yang akan bekerja. Saya sudah ada tapi enggak boleh saya ungkapkan sekarang," ucapnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Dinonaktifkan Setelah Kebijakan Wajib Memakai Baju Lebaran di Satu SD di Purwakarta

Sementara itu, kebijakan Trump juga diprediksi berdampak pada neraca perdagangan atau ekspor Jabar ke Amerika Serikat yang tumbuh positif dalam beberapa tahun ke belakang atau sebelum tarif baru ini diberlakukan.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Nining Yuliastiani, mengatakan, dalam kurun waktu 2022-2024 neraca perdagangan Jawa Barat terhadap Amerika Serikat mengalami surplus. 

"Terbesar pada 2022, dan pada tahun 2024 nilai ekspor lebih tinggi dibandingkan tahun 2023," ujar Nining.

Berdasarkan data BPS, pada 2022, surplus perdagangan Jabar terhadap AS mencapai USD 7.005.016 juta, sementara ekspornya mencapai USD 7.458.617 juta, impor hanya USD 453.600 ribu. 

Kemudian, pada 2023, surplus perdagangan mencapai USD 5.717.712 juta, ekspor USD 6.234.729 juta, dan impor USD 517.017 ribu. Sementara, di tahun 2024, surplus USD 5.898.263 juta, ekspor USD 6.338.122 juta, dan impor hanya USD 439.859 ribu. 

Nining khawatir, tarif baru tersebut nantinya akan membuat nilai impor meningkat dibandingkan ekspor ke AS, dan akhirnya membuat permintaan menurun. 

"Permintaan terhadap Produk Indonesia di AS bisa menurun, terutama pada sektor tekstil, alas kaki, dan otomotif. Sedangkan, Jabar merupakan provinsi yang mempunyai potensi ekspor di sektor tersebut," katanya. 

Baca juga: Rutin Telepon Bupati dan Wali Kota Setiap Pagi, Dedi Mulyadi Sudah Tandai Siapa yang Tidak Angkat

Selain itu, Indonesia berpotensi besar akan dibanjiri produk impor, karena menjadi target negara pesaing yang terkena tarif masuk lebih tinggi ke pasar Amerika Serikat. Kendati demikian, Nining mengungkapkan ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan. 

Hal ini, dikarenakan, kata Nining, barang asal Indonesia atau Jawa Barat khususnya masuk ke Amerika Serikat yang dikenakan tarif sebesar 32 persen, bisa mempunyai daya saing di Pasar AS karena lebih rendah dari Cina yang terkena tarif 34 persen.

Baca juga: Hari Pertama Kerja Setelah Lebaran, Dedi Mulyadi Sindir ASN yang Terbiasa Kerja Administratif

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved