Hikmah Ramadhan
Zakat Bukan Pencucian Uang: Meneguhkan Filantropi Islam yang Berintegritas
BAZNAS memproyeksikan pada tahun 2025, dana zakat di Indonesia akan mencapai angka fantastis Rp327 triliun.
Penerapan teknologi blockchain seperti yang sedang diujicobakan BAZNAS melalui proyek Digital Zakat Hub dapat menjadi solusi untuk menciptakan sistem distribusi yang transparan dan akuntabel. Sertifikasi ISO 37001 Anti-Bribery Management System perlu diwajibkan bagi semua Lembaga Amil Zakat terdaftar.
Ketiga, pendekatan pemberdayaan harus berbasis bukti dan terukur. Model "Zakat for SDGs" yang mengalokasikan 40?na untuk pendidikan, 30% untuk kesehatan, dan 30% untuk ekonomi bisa menjadi kerangka kerja yang efektif. Kolaborasi dengan BUMN Syariah dalam program pendampingan usaha dapat memastikan dampak yang berkelanjutan.
Terakhir, tapi tidak kalah penting, adalah membangun kesadaran publik. Literasi zakat harus masuk dalam kurikulum wajib dipenyiaran keagamaan. Kampanye "Zakat Nirlaba" yang melibatkan ulama dan influencer muda dapat menjadi gerakan kultural untuk mengubah paradigma masyarakat.
Pada akhirnya, zakat harus kita posisikan bukan sekadar sebagai kewajiban agama tahunan, melainkan sebagai gerakan sosial transformatif. Sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW: "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah" (HR. Bukhari), zakat idealnya menjadi manifestasi dari masyarakat yang mandiri dan berkeadilan.
Dengan penguatan sistem pengawasan berbasis teknologi, sinergi antar-lembaga, dan pendekatan pemberdayaan yang berbasis data, kita bisa mewujudkan sistem filantropi Islam yang bersih, profesional, dan benar-benar mampu menjadi solusi bagi masalah kemiskinan dan ketimpangan di negeri ini.
Inilah saatnya kita mengembalikan zakat pada khittahnya yang sebenarnya - sebagai instrumen keadilan sosial yang memadukan ketakwaan dengan akuntabilitas, spiritualitas dengan intelektualitas, serta amaliah dengan profesionalisme.
Hanya dengan cara inilah zakat dapat benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam, bukan sekadar menjadi tameng bagi praktik-praktik ekonomi yang tidak bermoral. (*)
- Firman Nugraha adalah widyaiswara dan dosen di Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon, aktif di Majelis Pustaka dan Informasi PW Muhammadiyah Jabar. Artikel ini merupakan refleksi pribadi atas realitas keberagamaan kontemporer.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.