Siswi SMP Korban Rudapaksa di Karawang Dapat Perlindungan Pemerintah, DPPPA Kordinasi dengan Dinkes

Wiwiek mengatakan, perlindungan dan pendampingan itu terutama pada aspek kesehatan.

Penulis: Cikwan Suwandi | Editor: Ravianto
cikwan suwandi/tribunjabar
TAK TERAWAT - GOR Adiarsa Sport Hall di Jalan Dr Taruno, Kelurahan Adiarsa Barat, Kecamatan Karawang Barat, Kamis 6 Maret 2025. Di lokasi ini, seorang siswi SMP menjadi korban pemerkosaan 3 orang, Agustus 2024 silam dan kini hamil 7 bulan. Korban juga dikeluarkan dari sekolah. 

TRIBUNJABAR.ID, KARAWANG - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Karawang, Wiwiek Krisnawati memastikan remaja SMP korban pemerkosaan tiga pria di Karawang mendapat perlindungan dan pendampingan secara penuh oleh pemerintah.

Wiwiek mengatakan, perlindungan dan pendampingan itu terutama pada aspek kesehatan.

Korban tengah hamil pada kondisi usia yang sangat muda dan berisiko tinggi.

Saat ini DPPPA, kata Wiwiek, tengah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan memastikan korban dapat pemantauan khusus dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat.

"Korban harus mendapatkan BPJS, kita akan memperjuangkan," kata Wiwiek, Kamis (6/3/2025).

Kemudian korban yang berhenti di SMP, Wiwiek menerangkan, korban saat ini sudah terdaftar di lembaga pendidikan non formal PKBM dan nantinya tetap akan mendapat ijazah sekolah.

Baca juga: Jadi Korban Rudapaksa, Siswi SMP di Karawang Dikeluarkan dari Sekolah karena Hamil

"Selama masa pemulihan, korban akan dipastikan keamanannya dan terjaga dengan baik," kata dia.

Mengandung 7 Bulan

Seorang siswi SMP di Karawang dikeluarkan dari sekolah karena mengandung 7 bulan.

Siswi kelas 9 di SMPN 2 Karawang Timur itu disebut ibunya, Dwi untuk mengundurkan diri karena sedang hamil.

Pengunduran diri itu dilakukan Oktober 2024.

Sang siswi hamil setelah menjadi korban rudapaksa 3 pemuda di Karawang.

Diminta Mundur karena Hamil

Ibu korban mengatakan kalau anaknya diminta mengundurkan diri karena hamil.

"Iya disuruh mengundurkan diri sama sekolah karena anak saya hamil," kata Dwi, ibu korban dikutip dari Wartakotalive, Kamis (6/3/2025).

Dwi menyebutkan, sempat meminta permohonan agar anaknya bisa tetap sekolah.

Kalaupun tidak bisa datang ke sekolah, bisa dilakukan secara online di rumah.

Namun pihak sekolah justru meminta Dwi untuk menandatangi surat pengunduran diri anaknya.

"Malah disuruh anak saya daftar sekolah paket, nomor handphone sekolah paket pun saya dapat dari pihak sekolah," ungkap Dwi.

Kepala Sekolah Meradang

Saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 2 Karawang Timur, Nedi Somantri membantah pihaknya telah mengeluarkan anak tersebut.

Ia menyebut bahwa orangtuanya yang ingin memindahkan anaknya ke Jawa dan sekolah meminta untuk menandatangani surat pengunduran diri.

"Bawa saja korban dan orang tua korbannya ke sini, walaupun korban pemerkosaan itu kan pergaulan. Siapa yang menjebak? bawa pelakunya sekalian ke sini, saya kan harus objektif, nanti kita kumpulkan dengan Tata Usaha (TU) dan yang mengeluarkannya," kata Nedi dengan nada tinggi kepada pewarta pada Rabu, (5/3/2025) kemarin.

Nedi juga menjelaskan bahwa pihak sekolah memiliki aturan tata tertib dan prosedural tersendiri untuk mengeluarkan siswa yang melanggar tata tertib sekolah.

Sekolah juga justru menginginkan agar anak itu bisa tetap sekolah secara online.

"Saya tidak mengetahui mengenai pengeluaran ini, sekolah juga kan punya aturan tata tertib dan prosedural, harus ada Surat Peringatan (SP) 1, SP 2 dan SP 3 terlebih dahulu," tegas Nedi. (Cikwan Suwandi)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved