Kasus Markup Pertamax, Konsumen Berhak Nuntut Ganti Rugi ke BPSK

Pengguna BBM jenis Pertamax, berhak menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya baik ke pengadilan maupun ke BPSK

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Humas Polres Subang/ Arsip
CEK TAKARAN - Petugas Unit Tipidter Satreskrim Polres Subang mengecekan takaran BBM di SPBU di Subang, Jumat (28/2/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) wilayah Jabar, Banten, dan DKI Jakarta, Firman Tumantara, mengatakan, megakorupsi biaya pengiriman minyak (mark-up) dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) yang merugikan rakyat, secara hukum/peraturan perundang-undangan tidak mengatur tentang penyampaian permohonan maaf. 

Dia menjelaskan, pengguna BBM jenis Pertamax, berhak menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya baik ke pengadilan maupun ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). 

Hal ini disebabkan oleh kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018-2023.

Sebelumnya, kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan 9 (sembilan) tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina. Dengan ditetapkannya tersangka pada kasus ini, dapat dikatakan Kejagung sudah membuktikan ada ketidaksesuaian standar dalam produk BBM jenis Pertamax ini.

Hemat Firman, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), PT Pertamina sebagai BUMN adalah termasuk pelaku usaha, dapat dikenakan 3 sanksi sekaligus atas dugaan kasus korupsi oplos Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yaitu, sanksi perdata, sanksi pidana, dan sanksi administratif.

“Ketentuan Pasal 19 UUPK menyebutkan, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan,” tuturnya, Rabu (5/3/2024). 

Dia menuturkan, pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

“Jadi, tidak hanya sanksi perdata dalam bentuk penggantian ganti rugi atau kompensasi yang dapat dikenakan, namun sanksi pidana yang maksimal hukumannya 5 tahun penjara, sampai dengan sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha.”

Lebih lanjut, bagi konsumen secara perseorangan yang selama ini mengkonsumsi bahan bakar (jenis Pertamax) yang diindikasikan ternyata adalah BBM Pertalite, dapat menuntut Pertamina melalui 3 (tiga) jalur upaya hukum, yaitu gugatan ke pengadilan atau ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), membuat laporan polisi atau ke KPK, ataupun menggugat secara administratif ke MA atau PTUN.

“Khusus tuntutan gantirugi/kompensasi konsumen melalui BPSK, UUPK menyebutkan BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen,” jelas Firman. 

Badan ini, kata dia, dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah dan profesional. BPSK dibentuk oleh Pemerintah di Kabupaten dan kota untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

“BPSK sebagai lembaga quasi yudisial berperan dalam mengadili dan menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan serta menjatuhkan putusan berdasarkan ketentuan dalam UUPK. Di negara lain lembaga seperti BPSK dikenal juga dengan nama Small Claim Court dan Small Claim Tribunal,” kata Firman. 

Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen diantaranya adalah melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; dan memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen.

“Putusan majelis BPSK bersifat final dan mengikat dan wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima. Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan BPSK, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut,” ujarnya. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved