Pelantikan Kepala Daerah Tak Serentak Berpotensi Langgar Putusan MK? Ini Kata Pengamat Politik
Pelantikan kepala daerah tidak serentak tersebut berpotensi mengganggu program yang sudah dicanangkan kepala daerah terpilih yang bersengketa di MK.
Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pelantikan kepala daerah tidak serentak yang akan dilakukan secara bertahap mulai 6 Februari 2025, disebut-sebut berpotensi melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Untuk tahap pertama, pelantikan itu akan digelar bagi kepala daerah terpilih yang hasil Pilkadanya tidak digugat ke MK dan yang hingga kini masih bersengketa akan digelar setelah adanya putusan dari hasil sidang perselisihan.
Namun, kesepakatan itu menuai polemik karena dianggap bertentangan dengan putusan MK yang mengamanatkan pelantikan serentak. Bahkan, beberapa kepala daerah yang sedang menghabiskan masa jabatannya keberatan terhadap keputusan tersebut.
Pengamat Politik dari Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani), Arlan Siddha mengatakan, pelantikan kepala daerah tidak serentak tersebut sebetulnya tidak berpotensi melanggar keputusan MK karena sudah ada aturannya.
"Potensi putusan MK itu tidak ada kalau menurut saya, karena sudah dikeluarkan Undang-undang Pilkada Serentak. Kepala daerah yang masih menjabat juga saya kira tidak dirugikan karena sudah harus selesai sesuai aturan," ujarnya saat dihubungi, Rabu (29/1/2025).
Hanya saja, kata dia, pelantikan kepala daerah tidak serentak tersebut berpotensi mengganggu program yang sudah dicanangkan kepala daerah terpilih yang bersengketa di MK karena waktu bekerjanya terlambat imbas pelantiknya tertunda.
"Pelantikannya kan dilakukan secara bertahap ya, maka waktu (kepala daerah terpilih yang bersengketa) jadi tertunda dan mereka belum bisa langsung menjalankan program-programnya," kata Arlan.
Atas hal tersebut, menurut Arlan kondisi tersebut akan berpotensi menjadi perdebatan karena bagaimana pun semua kepala daerah terpilih sudah seharusnya dilantik secara serentak.
"Makanya kami mendorong MK untuk menyelesaikan agar kepala daerah terpilih segera bekerja. Apalagi kalau harus menunggu bupati sebelumnya selesai, saya pikir akan lain lagi ceritanya," ucapnya.
Sementara jika pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 digelar secara serentak dan pejabat yang sebelumnya selesai bersamaan, maka tidak akan ada lagi penjabat-penjabat bupati/wali kota di berbagai daerah.
"Tapi terkait pelantikan tidak serentak ini tentunya ada amanah Undang-undang untuk ditetapkan sesuai agendanya. Jadi, kepala daerah yang tidak ada sengketa sudah harus dilantik dan sudah bekerja," kata Arlan.
Sedangkan untuk kepala daerah yang sekarang masih menjabat tidak perlu keberatan atas pelantikan tidak serentak ini karena dasar hukumnya sudah jelas, bahwa kepala daerah terpilih yang tidak ada sengketa harus segera dilantik.
"Mereka (yang keberatan) hanya melihat dari sisi aturan yang menguntungkan buat mereka gitu kan. Ini dianggap masih ada amanah yang harus diselesaikan. Tapi di sisi lain Pilkada serentak sudah menjawab bahwa pejabat sebelumnya harus selesai, kecuali yang masih sengketa," ujarnya.
Nasib Anggota DPR RI Ahmad Sahroni di Ujung Tanduk, Bakal Jalani Sidang Etik di MKD |
![]() |
---|
RESPONS Bupati Cirebon Imron Ada Anak Buahnya Gugat Usia Pensiun ASN ke MK |
![]() |
---|
ASN Cirebon Gugat Undang-undang ASN ke MK, Tuntut Kesetaraan Batas Usia Pensiun |
![]() |
---|
Sosok Dave Laksono Anggota DPR RI yang Disindir Ferry Irwandi Soal Dirinya Dipolisikan Jenderal TNI |
![]() |
---|
Berseteru dengan Yoni Dores, Lesti Kejora Curhat di Sidang MK, Digugat Karena Nyanyi Lagu di Hajatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.