Kejaksaan Agung Sebut Kerugian Akibat Kebijakan Impor Gula Tom Lembong Capai Rp 0,5 Triliun

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar menyatakan bahwa total kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 578 M

Editor: Ravianto
youtube tribunnews
Menteri Perdagangan (Mendag) tahun 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi impor gula oleh Kejagung pada Selasa (29/10/2024) malam. Kejagung mengatakan dugaan korupsi yang dilakukan Tom Lembong mengakibatkan negara mengalami kerugian mencapai Rp400 miliar. 

Kemudian ada tersangka TSEP selaku Direktur PT MT, HAT selaku Direktur Utama PT BSI, ASB selaku Direktur Utama PT KTM, HFH selaku Direktur Utama PT BFF dan IS selaku Direktur PT PDSU.

Usai ditetapkan sebagai tersangka kata Qohar, tujuh dari sembilan orang itu kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari kedepan.

"Sedangkan dua tersangka yang telah dipanggil dengan patut hari ini tidak hadir yaitu atas nama HAT dan atas nama ASP saat ini dilakukan pencarian oleh tim penyidik," katanya.

Kepada sembilan tersangka penyidik pun menjerat mereka dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka perkara importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.

Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.

"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.

Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.

Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.

"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.

Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.

Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.

Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.
Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.

"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved