Kisah Ipang Pedagang Cilor di Sumedang, Full Jualan Sampai Tengah Malam hanya Dapat Rp 40 Ribu

Dia jualan cilor dengan keuntungan yang rata-rata di bawah Rp100 ribu. Waktu diwawancara, hampir tengah malam, Ipang baru dapat Rp40 ribu seharian itu

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Jabar/ Kiki Andriana
Ipang Nurjaman (33), pedagang cilor di Jatiroke, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, saat ditemui Tribun Jabar, Kamis (2/1/2025) tengah malam. 

Laporan Kontributor TribunJabar.id, Sumedang, Kiki Andriana 

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Ipang Nurjaman (33) tak kenal istilah Frugal Living yang sedang tren saat ini. Tanpa tahu istilah itu, Ipang telah menjalankan kehidupan yang serba hemat, membeli hanya untuk yang dibutuhkan saja. 

Sebenarnya, 'frugal living' gaya pedagang cilor yang sering mangkal di Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, ini bukan pilihan. 

Nasib yang memaksannya demikian. Namun, Ipang bukan lelaki cengeng. Tanpa banyak mengeluh, dia bertaruh hidup setiap hari, menerjang panas dan dingin malam untuk menghidupi anak dan istrinya. 

Dia dagang cilor, membawa pikulan cilor berkeliling ke sekolah SD pada pagi hari jika bukan musim libur, dan sore harinya bersiap untuk dagang kembali hingga tengah malam. 

Baca juga: Penjual Cilor Pembunuh Pelajar di Bojongkunci Bandung Mengaku Ingin Serahkan Diri tapi Bingung

"Pulang mangkal jam 12.00 (24.00), nyampai rumah kontrakan di Jatiroke sekitar setengah 1 malam," katanya sewaktu TribunJabar menjumpainya, Kamis (2/1/2025) tengah malam. 

Dia jualan cilor dengan keuntungan yang rata-rata di bawah Rp100 ribu. Waktu diwawancara, hampir tengah malam, Ipang baru dapat Rp 40 ribu seharian itu. 

Pepatah tentang uang dia amini, uang memang bisa dicari tapi susah. Uang itu dia bawa ke rumah, untuk beli beras, sabun cuci, dan sisihkan untuk bayar kontarakan. Anaknya tiga, Eki Koswara (9), Mochamad Logan (5), dan Farah Nuraisah (4). 

"Ya kalau sedang enggak mood, istri tak bisa menahan diri dari ngomel-ngomel (soal uang), namanya juga perempuan. Tapi lebih banyak kami bersyukurnya (daripada ngomel)," katanya. 

Ipang merupakan asal Desa/Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, dan istrinya,, 
Nuraeni (25) merupakan asal Pangalengan, Kabupaten Bandung. 

 Sebelum jualan cilor alias aci telor, Ipang tinggal di Lembang dan berjuangan eskrim cincau dan roti kukus. 

Harga-harga bahan pokok seperti eskalator. Bahan jualan Ipang juga ikut terbang harganya. Dia tidak mampu membeli. Kemudian dia beralih berdagang cilor. 

"Ini modalnya lebih murah, istilahnya dengan uang Rp30 ribu bisa berjualan. Saya jualan cilor dari 2020, sejak covid-19," katanya. 

Baca juga: Viral, Aksi Preman Todongkan Golok Paksa Pedagang Gorengan Ikhlas Dipalak Rp 10 Ribu: "Ikhlas Gak!"

Untuk membuat cilor, dia perlu bahan berupa terigu, tepung kanji (aci), dan telur ayam. Adonan diberi stik bambu, digoreng, lalu saat digoreng diberi telur dan digulung sehingga telur menyelimuti. Harganya Rp1000 per batang cilor. 

"Keuntungan, ya pukul rata kalau misalnya ekonominya lagi seret, paling gede Rp50 ribu, kecilnya Rp30 ribu, bisa juga untung cuma Rp20 ribu," 

"Anak 3, (tapi dicukup-cukup). Alhamdulillah saya prinsipnya mencukupkan daripada harus mengutang ke warung atau ke orang lain,"

"Keuntungan jualan malam untuk beras dan sabun, dan beli bahan untuk jualan pagi. Keuntungan jualan pagi, baru itu untuk beli lauk teman nasi," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved