Sidang PK  6 Terpidana Kasus Vina

Kuasa Hukum Kasus Vina Cirebon Pingsan Saat Putusan PK Ditolak: "Hukum di Negeri Ini Sudah Mati!"

Tidak ada ruang untuk kebebasan, hanya penegasan bahwa tujuh orang tersebut harus menjalani hukuman seumur hidup.

Tribuncirebon.com / Eki Yulianto
Salah satu kuasa hukum para terpidana kasus Vina Cirebon, Titin Prialianti pingsan saat MA umumkan penolakan pengajuan PK para terpidana kasus Vina Cirebon  

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON- Senin (16/12/2024) siang yang kelabu di salah satu hotel di Jalan Wahidin, Kota Cirebon, menjadi saksi bisu tangis dan kekecewaan mendalam dari keluarga dan kuasa hukum tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon.

Di tengah riuh rendah perasaan yang memuncak, salah satu kuasa hukum, Titin Prialianti, terkulai lemah dan pingsan di lantai setelah Mahkamah Agung resmi menolak Peninjauan Kembali (PK) para terpidana.

Titin, yang mengenakan pakaian serba hitam, hendak melangkah mengikuti sesi wawancara dengan sejumlah media ketika tubuhnya ambruk tak berdaya.

Rekan-rekannya sigap membopongnya kembali ke dalam ruangan untuk beristirahat. 

Namun, pemandangan tersebut semakin menambah atmosfer suram yang sejak awal menyelimuti tempat itu.

Perjalanan panjang Titin mendampingi dua terpidana, Sudirman dan Saka Tatal, telah dimulai sejak kasus ini mencuat pada tahun 2016. 

Ia adalah saksi sekaligus pelaku perjuangan yang tanpa lelah menghadapi labirin hukum yang penuh dengan liku dan kabut ketidakpastian.

Hingga langkah terakhir, PK, yang diharapkan mampu membuka tirai kebenaran, akhirnya berujung pada tembok penolakan yang kokoh dan dingin.

Di ruangan tempat layar besar menampilkan siaran langsung putusan MA, suasana berubah menjadi lautan isak tangis saat kalimat penolakan dibacakan oleh Juru Bicara MA, Yanto. 

Setiap kata yang mengalir dari mulut Yanto seperti belati yang menusuk hati para keluarga dan pendamping hukum.

Asep Kusnadi, ayah Rivaldi Aditya, tampak memegangi kepala sambil bergumam, mencoba memahami kenyataan yang terlalu pahit untuk diterima.

"Ya Allah, bagaimana nasib anak saya di dalam sana?" keluhnya lirih, sebelum tangisnya pecah seperti dikutip Tribun, Senin (16/12/2024).

Sementara itu, Aminah, kakak Supriyanto, terisak histeris sambil berulang kali menyebut nama adiknya.

Suaranya tenggelam dalam kerumunan orang yang melampiaskan duka mereka dengan berbagai cara, seperti tangis, amarah, hingga diam yang membisu.

Di sudut lain, Asep kembali bersuara, kali ini dengan nada penuh kemarahan dan keputusasaan.

"Hukum di negeri ini sudah mati! Tak ada keadilan, tak ada kebenaran! Kami hanya rakyat kecil yang terus diinjak-injak!" teriaknya dengan suara bergetar.

Permohonan PK yang diajukan oleh tujuh terpidana, termasuk Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya, bertujuan untuk membongkar dugaan rekayasa kasus pembunuhan Vina dan Eki pada tahun 2016.

Namun, harapan itu sirna saat majelis hakim tetap meneguhkan vonis sebelumnya.

Tidak ada ruang untuk kebebasan, hanya penegasan bahwa tujuh orang tersebut harus menjalani hukuman seumur hidup.

Putusan ini menjadi pukulan telak, tidak hanya secara hukum tetapi juga emosional. 

Bagi keluarga para terpidana, ini bukan sekadar akhir dari sebuah perlawanan, melainkan awal dari luka yang lebih dalam.

Di tengah suasana yang penuh dengan ratapan dan rasa putus asa, Asep kembali berbicara. 

Kali ini dengan suara lebih tenang, namun setiap katanya mengandung luka yang sulit disembuhkan. 

"Kami hanya ingin keadilan. Bukan penghakiman tanpa dasar. Tapi ternyata itu terlalu mahal untuk kami rakyat kecil," jelas Asep, sambil menatap kosong ke layar yang kini telah padam.

Saat siang bergulir menuju senja, matahari Cirebon perlahan merunduk di ufuk barat, seperti menyembunyikan wajahnya dari duka yang terlalu berat untuk disaksikan.

Angin yang semula hangat kini terasa dingin, membawa pesan pilu dari keluarga yang terus mencari setitik terang di balik gelapnya perjalanan panjang ini.

Kasus kematian Vina dan Eki telah menjadi salah satu tragedi yang menorehkan luka di hati banyak orang. 

Namun, apakah keadilan benar-benar akan hadir untuk mereka yang menunggu di ujung harapan?

Ataukah, kisah ini akan selamanya menjadi mimpi buruk yang tak pernah usai?

(Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto )

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved