KPID Jabar Dorong Pemerinyah Revisi UU No 32 Tahun 2002, Ini Urgensinya

KPID Jawa Barat mendorong pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Penulis: Nappisah | Editor: Giri
Tribun Jabar/ Nappisah
Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat mendorong pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Hal tersebut disampaikan Ketua KPID Jabar, Adiyana Slamet, dalam Ekspose Hasil Penilitian Pengawasan Isi Siaran di Aula KPID Jabar, Senin (16/12/2024).

Dia menegaskan revisi penting untuk melindungi masyarakat dari konten media berbasis internet yang tidak terawasi, sekaligus menyelamatkan keberlangsungan lembaga penyiaran konvensional.

“Kenapa revisi penting? Karena lembaga penyiaran dalam demokrasi memiliki dua ruang, yakni politik dan ekonomi,” katanya. 

Baca juga: KPID Jawa Barat Deteksi Peningkatan Pelanggaran Konten Program Penyiaran Ramah Perempuan dan Anak

Hematnya, lembaga penyiaran adalah tiang keempat demokrasi. Di negara lain, lembaga penyiaran bahkan sudah menjadi alat utama sistem persenjataan (alutsista) negara. 

Adiyana menyoroti kekhawatiran masyarakat Jawa Barat terhadap konten berbasis internet yang tidak memiliki regulasi ketat. 

Berdasarkan riset KPID, generasi X, Y, dan Z merasa cemas terhadap konten-konten negatif seperti kekerasan, pornografi, LGBT, dan hoaks.

“Masyarakat ingin negara hadir dengan regulasi yang ketat untuk mengawasi konten-konten di media berbasis internet. Negara harus melindungi rakyatnya dari dampak buruk konten tersebut,” tegas Adiyana.

Menurutnya, UU Nomor 32 Tahun 2002 saat ini hanya mengatur televisi dan radio. Sementara media berbasis internet bebas meraup keuntungan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kognisi masyarakat.

“Ini tidak adil, apalagi jika bicara soal kepentingan nasional, tujuan negara, dan melindungi rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945,” ucapnya.

Adiyana juga menyoroti dampak media berbasis internet terhadap keberlangsungan lembaga penyiaran. Ia mengibaratkan situasinya seperti pertandingan sepak bola yang tidak adil.

“Ada dua tim sepak bola, yang satu diikat aturan, yang satu bebas. Mana yang menang? Lembaga penyiaran taat aturan, sementara media berbasis internet tidak, dan wasitnya (negara) diam saja,” ujarnya.

Baca juga: KPID Jawa Barat Sebut Pelanggaran Konten Program Penyiaran Ramah Perempuan dan Anak Tertinggi

Dia menyebut tiga ancaman utama bagi lembaga penyiaran, yakni persaingan ekonomi, ruang kreasi, hingga regulasi lokal yang dibuat platform media berbasis internet.

“Selama ini iklan yang masuk ke media berbasis internet tanpa aturan jelas, sementara lembaga penyiaran konvensional harus membayar pajak dan izin operasional,” katanya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved