Alumni Unpad Dorong Kapasitas Masyarakat Sipil untuk Kawal Demokrasi 

peningkatan kapasitas masyarakat sipil penting dilakukan, karena saat ini masyarakat sudah tidak bisa berharap pada kekuatan oposisi di pemerintahan.

tribunjabar.id / Nazmi Abdurrahman
Syarif Bastaman, mantan anggota DPR RI yang juga salah satu pembicara dalam diskusi Alumni Universitas Padjadjaran (Unpad) Pro Demokrasi saat diwawancarai wartawan. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Alumni Universitas Padjadjaran (Unpad) Pro Demokrasi berdiskusi soal demokrasi Indonesia hari ini, di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Selasa (3/12/2024).

Diskusi dengan tema "Fenomena Negara Swasta" ini, mengungkapkan bahwa kapasitas masyarakat sipil perlu ditingkatkan untuk menciptakan mekanisme check and balance dalam kehidupan berdemokrasi yang saat ini terus berkurang.

Mantan anggota DPR RI yang juga salah satu pembicara dalam diskusi itu, Syarif Bastaman mengatakan, peningkatan kapasitas masyarakat sipil penting dilakukan, karena saat ini masyarakat sudah tidak bisa berharap pada kekuatan oposisi di pemerintahan.

"Saya kira niat kita adalah ingin mengembangkan kapasitas civil society. Mengapa civil society itu penting, karena saya kira harus ada check and balance, secara power dan juga secara scientific. Kan memang segala sesuatu harus ada kritik, satu dan lain itu semua kan untuk kepentingan rakyat," ujar Syarif, Selasa (3/12/2024). 

Syarif mengatakan, jika tidak ada yang melakukan koreksi, kajian, ataupun kritik terhadap kebijakan pemerintah, maka dikhawatirkan muncul asumsi pemerintah memiliki kebenaran mutlak.

"Itu bahaya menurut saya secara demokrasi," katanya.

Selain itu, kata dia, saat ini kondisi politik di Indonesia tak jarang masuk ke dalam praktik politik uang.

"Saya kira semua orang juga sudah tahu bahwa untuk mendapatkan jabatan, faktor dominan sekarang adalah uang, bukan lagi gagasan, pikiran, idealisme. We have to stand up, ini salah, ada pepatah garbage in, garbage out, jadi kalau yang masuk sampah, keluar yang juga sampah, kan begitu," katanya.

Syarif juga mengatakan bahwa pengusaha sebagai pemilik modal dengan penguasa atau pemerintah, bagaikan dua sisi rel yang berdampingan, namun tak bersinggungan.

"Kalau bersinggungan itu lekat dengan KKN. Kalau kereta itu pasti terjungkal. Tapi nampaknya ini kurang disadari, karena sekarang pemodal justru memodali politik, jadi kekuasaan sudah bahkan diijon duluan, dengan bahkan ancaman bahwa jika tidak terlibat akan dipersulit," ucapnya.

Hasil dari diskusi ini, kata Syarif, diharapkan dapat meningkatan kapasitas masyarakat sipil termasuk kampus-kampus.

"Sudah saatnya melakukan kajian-kajian dan bicara di forum-forum seperti ini. Bukan untuk menggulingkan kekuasaan, kita bicara soal value. Kita bosan lah kalau untuk menafsirkan politik itu sekedar rebutan kekuasaan. Jika value, artinya siapapun yang melaksanakan, we don't care. Yang penting anda jalankan sebaik-sebaiknya," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved