Cerita Mbah Miah 30 Tahun Tinggal di Kolong Jembatan, Tak Mampu Ngontrak Suami Cuma Tukang Parkir

Inilah kisah Mbah Miah (60) dan Jumiati (48) dua warga tinggal di kolong Jembatan Pakin, Pademangan, Jakarta Utara, tak mampu ngontrak

Editor: Hilda Rubiah
KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU
Mbah Miah 30 Tahun Tinggal di Kolong Jembatan di sekitar Jakarta Utara, Tak Mampu Ngontrak karena Suami Cuma Tukang Parkir  

TRIBUNJABAR.ID - Sisi lain di Kota Megapolitan adalah penampakan kehidupan orang-orang di bawah kolong jembatan.

Mereka mampu bisa bertahan hidup meski tinggal di hunian tak layak.

Seperti cerita Mbah Miah (60) dan Jumiati (48) ini.

Keduanya adalah warga yang tinggal di kolong Jembatan Pakin, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. 

Baca juga: Kisah Hasna Nenek di Jakpus Tinggali Rumah 2x3 Meter Bareng 12 Orang, Kini Dapat Bantuan Hunian Luas

Sekitar 20 jiwa tinggal di bawah beton jembatan yang menghubungkan daerah Pademangan dengan Penjaringan itu.

Mereka terdiri dari lansia, usia produktif, dan anak-anak. 

Beberapa di antara mereka mengaku, sudah puluhan tahun tinggal di bawah kolong Jembatan Pakin.

"Udah lama, 30-an tahun mah ada," kata Miah, salah seorang penghuni Kolong Jembatan Pakin, saat ditemui pada Jumat sore, (8/11/2024), melansir dari Kompas.com.

Gelap, pengap, dan bau merupakan kata yang mengambarkan kondisi permukiman puluhan warga di bawah Kolong Jembatan Pakin.

Letaknya yang berada persis di bawah beton Jembatan Pakin membuat permukiman ini tidak terlihat orang.

Untuk masuk ke permukiman ini, maka harus menuju ke tepi Kali Krukut yang berada persis di depan Museum Bahari.

Kali Krukut tersebut juga sebagai pembatas antara wilayah Pademangan dengan Penjaringan, Jakarta Utara.

Di sisi lain, area masuk permukiman ini juga ditutupi oleh akar pohon tua berwarna cokelat yang membuat kondisi di sana semakin sulit diakses.

Untuk masuk ke permukiman tersebut, kebanyakan orang harus menundukan kepala karena tingginya hanya sekitar dua meter.

Namun, semakin ke dalam, ketinggian kolong jembatan bertambah menjadi 2,5 meter.

Untuk berteduh, warga nekat mendirikan bedeng yang terbuat dari triplek dan kayu di bawah Kolong Jembatan Pakin.

Ukuran bedeng tidak terlalu terlalu luas, hanya sekitar 2,5x3 meter.

Meski demikian, banyak warga yang sudah belasan hingga puluhan tahun merasa nyaman tinggal di Kolong Jembatan Pakin.

Salah satunya, Jumiati (48), yang mengaku sudah tinggal di Kolong Jembatan Pakin kurang lebih selama 26 tahun.

Meski rumahnya hanya berdinding triplek, atapnya beton Jembatan Pakin, dan lantainya tak berkeramik, Jumiati tetap melengkapi tempat tinggalnya dengan berbagai prabot.

Antara lain kasur berukuran sekitar 160×200 cm, lemari kayu, penanak nasi otomatis, dan lainnya.

Baca juga: Kisah Eks Atlet Voli Jabar Tinggal di Rumah Tak Layak, Kini Sakit Ginjal & 2 Anaknya Idap Thalasemia

Tak jauh dari tempat tidurnya, terdapat dapur tempat di mana Jumiati memasak.

Dapur Jumiati terlihat begitu sederhana, hanya ada kompor gas satu tungku yang ditataki meja kayu berwarna hitam. 

Tak ada pembatas antara tempat tidur Jumiati dan keluarga dengan dapur tersebut.

Kondisi itulah yang membuat kondisi rumah Jumiati semakin pengap dan lembab.

Lampu di dalam rumahnya pun tak pernah padam selama 24 jam akibat minimnya cahaya matahari. 

Tinggal di kolong jembatan terpaksa Jumiati dan keluarga lakukan karena tak mampu mengontrak rumah.

"Ya, gimana, ya, penghasilan Bapak (suami)-nya enggak cukuplah, anak kan sekolah," kata Jumiati. 

Suaminya yang berprofesi sebagai tukang ojek online, memiliki pendapatan yang tak menentu.

Jika ramai penumpang, maka suami Jumiati bisa membawa pulang uang sebesar Rp 100.000.

Namun, uang Rp 100.000 bagi Jumiati, sangat pas-pasan untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari.

"Ya, kalau sehari mah habis Rp 100.000 buat jajan ama ongkos anak sekolah," ujar Jumiati.

Senasib dengan Jumiati, Miah juga tak mampu mengontrak rumah karena suaminya hanya bekerja sebagai tukang parkir.

Dalam satu hari, pendapatan suaminya hanya sebesar Rp 30.000-Rp 40.000. Uang itu hanya cukup untuk membeli makan dan air bersih. 

"Mau mengontrak rumah enggak ada uang, suami markir di ruko paling dapat uang Rp 30.000 - Rp. 40.000 enggak cukup, buat bayar air," ungkap Miah.

Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta merelokasi penghuni Kolong Jembatan Pakin ke Rusun Petak Habitat Ancol, Jakarta Utara, disambut baik oleh para penghuni kolong jembatan itu.

Wacana relokasi tersebut disampaikan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi usai berkunjung ke Kolong Jembatan Pakin.

"Setelah berbincang dengan warga yang tinggal di bawah jembatan, mereka ingin mempunyai hunian yang layak. Kalau tinggal di dalam kolong jembatan tentunya penyakit sangat rentan sekali menyerang mereka," ujar Teguh, dalam keterangannya, Rabu (6/11/2024).

Terkait rencana relokasi, Miah dan Jumiati mengaku tak keberatan, karena mereka juga ingin mendapat tempat tinggal yang lebih layak.

"Ya, kita sih mau-mau aja, biar ada tempat tinggal yang layak lah," ucap Jumiati.

Namun, ia berharap, agar relokasi tersebut bisa bersifat gratis, karena jika harus membayar, Jumiati mengaku tak mampu.

Senada dengan Jumiati, Miah juga tak keberatan pindah ke rusun asal gratis.

"Saya penginnya gratis lah, enggak ada duit bayarnya," pungkas Miah.

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul 30 Tahun Mbah Miah Tinggal di Kolong Jembatan, Tak Mampu Ngontrak karena Suami Cuma Tukang Parkir

Sumber: TribunJatim.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved