Layaknya Zainatun dan Inggit, Aam Ikhlas Sokong Suami Berjuang Jaga Pesisir Karawang

Aam Amanah (50) bukan seorang istri dari cendikiawan atau negarawan di Indonesia. Namun, kisah Aam layak disandingkan dengan berbagai cerita.

Penulis: Cikwan Suwandi | Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribun Jabar/Cikwan Suwandi
Aam Amanah (50), tengah berjualan di Ekowisata Mangrove Pasirputih, Desa Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Selasa, 20 Agustus 2024. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Karawang, Cikwan Suwandi

TRIBUNJABAR.ID, Karawang- Aam Amanah (50) bukan seorang istri dari cendikiawan atau negarawan di Indonesia. Namun, kisah Aam layak disandingkan dengan berbagai cerita para perempuan hebat dalam mendukung perjuangan suaminya demi Indonesia.

Layaknya kisah Zainatun Nahar yang rela berkorban untuk perjuangan H. Agus Salim atau Inggit Garnasih yang juga rela berkorban bagi Ir. Soekarno, Aam ikhlas menyokong tekad kuat suaminya, Suhaeri.

Kisah Aam bermula pada 2016. Saat itu, dari bilik kecil di pinggir pantai, suara letupan air mendidih dari dalam panci alumunium sudah terdengar. Dengan cekatan, tangan Aam Amanah menarik ujung kayu bakar dari dalam tungku batu bata yang sudah tertutupi abu hitam.

Baca juga: Wisata Mangrove Pasir Putih Kabupaten Karawang, Tiket Hanya Rp 5.000 BIsa Belajar Menanam Mangrove

Dengan gayung kecil, Aam menuangkan air panas  ke dalam  gelas kaca kecil kekuningan yang telah diisi serbuk kopi hitam. Setelah menaruh gelas kopi di meja makan, Aam duduk di bangku plastik sembari menunggu Suhaeri membersihkan badan. 

Dari balik papan kayu keropos yang dijadikan penutup kamar mandi, Suhaeri keluar dan langsung menyesap kopi buatan istrinya, Aam.

Suhaeri saat itu baru pulang menanam mangrove. Sebab ia bertekad menyelamatkan rumahnya di Dusun Pasirputih, Desa Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang dari ancaman abrasi.

Aam masih ingat betul, saat itu Aam tak menyapa Suhaeri selama dua hari karena kesal. Pasalnya Suhaeri hanya pulang membawa nafkah Rp 25 ribu dengan badan penuh lumpur. Apalagi dua anak mereka sudah merengek biaya sekolah.

Mulut Aam masih diam meski dalam hati dan pikirannya berkecamuk. Begitu Suhaeri menaruh gelas di atas meja, Sembari menatap lekat – lekat wajah Suhaeri, Aam mengungkapkan keresahannya.

“Saya langsung minta maaf dan saya bilang akan mendukung keinginan Suhaeri untuk menanam mangrove,” kata Aam mengingat peristiwa delapan tahun lalu, di Ekowisata Mangrove Pasirputih, Desa Sukajaya, Selasa,  20 Agustus 2024.

Mendengar keresahan istrinya itu, bibir Suhaeri tersenyum lebar. Sebelum Suhaeri menjawab, Aam langsung meminta Suhaeri mengizinkannya bekerja sebagai buruh migran di Arab Saudi. Tentu saja demi membantu perekonomian keluarga.

Suhaeri berkali – kali berpikir.  Ia juga paham perekonomian keluarganya tengah jatuh. Dengan terpaksa, ia mengizinkan Aam bekerja di luar negeri. “Saya akhirnya jadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di (Arab) Saudi. Dan dapat izin dari suami. Kurang lebih selama tiga tahun saya merantau untuk ekonomi keluarga,” kata Aam.

Tiga tahun berselang, pada 2019, Aam kembali ke kampung halaman. Aam pun melihat hasil tekad suaminya. Ribuan pohon mangrove berdiri kokoh menyokong kampung dari gempuran abrasi. 

Tak dimungkiri, hatinya bangga, suaminya dikenal sebagai pejuang penyelamat tanah pesisir dari abrasi dan mampu menyadarkan warga desa untuk ikut menanam mangrove.

Namun sepulang dari Arab Saudi, Aam tetap bekerja untuk meyokong kehidupan keluarga sebagai buruh pengupas cangkang rajungan. “Saya tetap bekerja, saya menjadi buruh pengupas rajungan yang penghasilanya Rp 50 ribu perhari,” ujar Aam sambil sesekali memandang kearah hutan mangrove.

Berkat perjuangan bertahun-tahun Suhaeri menanam mangrove, daratan baru mulai muncul. Secara bertahap, daratan itu tumbuh menjadi daerah ekowisata yang dikelola oleh Suhaeri dan sejumlah warga kampung.

Sejak saat itu, Aam berhenti bekerja dan membuka warung di Kawasan ekowisata Mangrove Pasirputih. Kunjungan wisatawan mencapai 50 sampai 100 orang per hari pada hari kerja. Adapun pada hari libur nasional seperti tahun baru bisa mencapai 2.000 wisatawan.

“Kalau hari biasa, saya bisa mendapatkan Rp100 ribu hingga Rp 150 ribu. Kalau hari libur panjang bisa Rp500 ribu hingga Rp1 juta,” kata Aam.

Aam bersama para istri pejuang mangrove lainnya mendapatkan pembinaan Usaha Mikro Kecil dan Mennagah (UMKM) Jaga Alam Melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (JAM PASIR) dari PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), yang juga turut membina para suaminya.

Community Development Officer PHE ONWJ Laras Aprilianti mengatakan, pembinaan program UMKM JAM PASIR saat ini telah menciptakan sebanyak 27 pelaku UMKM di Kampung Pasirputih. Programnya, kata Laras, berupa peningkatan ekonomi melalui para istri nelayan untuk membuat hilirisasi produk lokal.

Program itu digulirkan lantaran melihat kurang produktifnya para istri nelayan. Sebab, penghasilan mereka hanya dari upah mengupas rajungan. Sedangkan pilihan lainnya menjadi buruh migran, seperti Aam.

“Seperti ibu Aam dan istri nelayan. Kami melakukan pembinaan. Bahkan ibu Aam, yang saat ini menjadi pengelola kedai mangrove di ekowisata. Kedai ini yang menjadi salah satu tempat pemasaran untuk produk UMKM,” kata Laras saat dihubungi, Senin, 14 Oktober 2024.

PHE ONWJ melakukan kerja sama dengan Inkubasi Hilirisasi dan Komersialisasi (IHK) Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Universitas Padjadjaran Bandung untuk melakukan pembinaan. Para istri nelayan dan pengelola ekowisata mangrove itu dibina dan dilatih tentang hilirisasi produk lokal.

“Mereka mendapatkan pelatihan ketahanan pangan, pembuatan produk, pengemasan, desain grafis, marketing, dan lain-lain. Kemudian produk yang dihasilkan itu ada dodol mangrove, amplang ikan remang, kerupuk rajungan, kerupuk remang, bakso ikan remang, pempek rajungan dan olahan ikan lainnya,” kata Laras.

Hingga saat ini, kata Laras, PHE ONWJ masih melakukan pembinaan. Pada 2023 mereka membangun rumah kemasan. Kemudian pada 2024 PHE ONWJ membangun rumah produksi kerupuk.

“Bahkan kerja sama setiap UMKM ini juga berlanjuta, dengan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah,” kata Laras.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Karawang Ridwan Salam mengungkapkan, Kampung Pasirputih masuk kategori wilayah kemiskinan ekstrem pada tahun 2017 silam. 

Pemerintah telah melkaukan berbagai upaya untuk menangani wilayah dengnan kemiskinan ekstrem. Salah satunya melalui pemberdayaan hilirisasi produk melalui UMKM.

“Sesuai dengan intruksi pimpinan UMKM ini menjadi fokus pemerintah. Beberap dinas, dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perikanan, Dinas Kesehatan termasuk DPMPTSP (Dinas Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) itu harus sinergis mengurus UMKM,” ujar Ridwan Salam ketika dihubungi, Senin, 14 Oktober 2024. (*)

Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.

IKUTI CHANNEL WhatsApp TribunJabar.id untuk mendapatkan berita-berita terkini via WA: KLIK DI SINI

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved