Pola Asuh untuk Meminimalisir Stunting
Stunting merupakan salah satu bentuk gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG -
Pola Asuh Untuk Meminimalisir Stunting
Penulis : Dr. Meilani Rohinsa., M.Psi., Psikolog
meilani.rohinsa@psy.maranatha.edu
Stunting merupakan salah satu bentuk gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis dan atau terjadinya infeksi berulang yang terjadi dalam 1000 hari pertama setelah kelahiran anak. Stunting ditandai dengan tinggi badan anak yang berada di bawah standar (WHO, 2015).
Dibandingkan dengan negara-negara yang berada di area Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan ke-3 dalam prevalensi negara dengan kasus stunting tertinggi.
Oleh karena itu stunting juga menjadi sorotan bagi pemerintah di Indonesia, bahkan percepatan penurunan stunting di Indonesia telah dituangkan di peraturan presiden no.72 tahun 2021.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia turun menjadi 21,6 persen pada tahun 2022 dari sebelumnya sebanyak 27,7% pada tahun 2019, 24,4% pada tahun 2021.
Hanya saja angka ini belum sesuai dengan standar World Health Organization (WHO) yang menargetkan kurang dari 20%.
Untuk itu pemerintah Indonesia berusaha menurunkan angka stunting menjadi 17% di tahun 2023 dan 14% pada tahun 2024 (Rokom, 2023).
Sebenarnya stunting bukan hanya merupakan permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan fisik. Akan tetapi stunting juga memiliki dampak terhadap kemajuan sosial dan ekonomi jangka panjang.
Hal ini dikarenakan, anak yang mengalami stunting pada umumnya akan rentan mengalami gangguan dalam perkembangan fisik, kesehatan dan kekebalan tubuh, hambatan dalam dan perkembangan psikologis, sehingga akan sulit mencapai prestasi akademik sehingga nantinya akan berdampak pada produktivitas ekonomi dalam jangka yang panjang (Putri,2023)
Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satu sumber penyebab terjadinya stunting adalah gizi buruk pada ibu dan tentunya pada anak.
Ibu dan anak yang kurang mendapatkan asupan gisi selama masa kehamilan sampai seribu hari pertama dalam kehidupan anak, dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Selain dari itu kondisi sosial ekonomi keluarga juga berperan penting dalam stunting. Keluarga dengan kondisi ekonomi yang rendah, akan memiliki akses yang terbatas pula terhadap pemenuhan gizi anak.
Kondisi sosial ekonomi keluarga juga berkaitan dengan kemampuan keluarga menyediakan lingkungan yang sehat, dan bersih.
Lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan kebersihan yang tidak terjaga akan menghambat penyerapan nutrisi dan memperburuk kesehatan anak.
Akses terbatas ke pelayanan kesehatan menjadi sumber masalah, yang dapat menghambat identifikasi dan penanganan dini masalah gizi buruk pada anak.
Selain dari itu pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang gizi yang baik juga tergolong kurang.
Banyak orangtua belum sepenuhnya menyadari pentingnya makanan bergizi dan belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pola makan yang seimbang.
Salah satu faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya stunting yaitu kesalahan ibu dalam pemberian nutrisi anak.
Ibu adalah sosok pengasuh utama yang pada umumnya memiliki keterlibatan langsung terhadap status gizi anak (Widayani et al., 2017).
Oleh karena itu penting bagi itu untuk memiliki pengetahuan mengenai pentingnya pemberian gizi dan praktik pemberian makan bayi dan anak-anak yang diyakini berkontribusi terhadap stunting.
Selain dari itu, faktor lain yang juga perlu diperhatikan berkaitan dengan stunting adalah pola asuh ibu. Menurut hasil penelitian Reiher (2019), bahwa pola asuh kurang baik berisiko 8,07 kali lebih besar untuk memunculkan stunting, dibandingkan dengan pola asuh yang baik. Perilaku orang tua merupakan faktor determinan yang paling besar yang berkontribusi kepada anak.
Oleh karena itu Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha melakukan psikoedukasi mengenai pola asuh yang mendukung penurunan stunting di Desa Tolengas, Kabupaten Sumedang. Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Profesor Program Perguruan Tinggi Mandiri Gotong Royong Membangun Desa (PTMGRMD) 2024.
Materi yang disampaikan adalah mengenai pola asuh yang mendukung penurunan terjadinya stunting.
Sebenarnya setiap orangtua tentunya ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka. Keinginan ini kemudian akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan orangtua kepada anak-anak.
Dalam psikoedukasi ini disampaikan jenis-jenis pola asuh menurut Diana Baumrind (1967), dan bagaimana dampaknya terhadap anak. Diana Baumrind (1967, dalam Santrock, 2009) membagi pola asuh ke dalam beberapa pola,
Pola asuh otoriter
Orangtua dengan tipe pola asuh ini biasanya cenderung membatasi dan secara otoriter mendesak anak untuk mengikuti perintah mereka.
Orangtua dengan pola asuh otoriter sangat ketat dalam memberikan batasan dan kendali yang tegas terhadap anak-anak, Orangtua dengan pola asuh otoriter umumnya merasa lebih tahu mana yang terbaik bagi anaknya, tanpa perlu memberikan penjelasannya.
Pola otoritatif
Orangtua dengan tipe pola asuh ini biasanya mendorong anak-anak untuk mandiri, meskipun demikian orangtua tetap menempatkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka.
Orangtua tipe ini menggunakan pendekatan yang hangat dalam menghadapi anak-anaknya.
Mereka mengasuh dan mendukung anak dengan cara memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, namun tetap memberikan arahan dan batasan kepada anak-anaknya.
Pola asuh permisif
Orangtua dengan gaya pengasuhan ini kurang berperan dalam kehidupan anak.
Anak diberikan kebebasan melakukan apapun tanpa pengawasan dari orangtua.
Orangtua cenderung tidak menegur atau memperingatkan, sedikit bimbingan, sehingga seringkali pola ini disukai oleh anak.
Pola asuh ini tidak mempertimbangkan perkembangan anak secara menyeluruh.
Pola asuh Pengabaian
Orangtua dengan gaya pengasuhan tidak memberikan batasan yang tegas terhadap anak, tidak memerhatikan kebutuhan anak, bahkan enggan terlibat dalam kehidupan anak.
Penerapan pola asuh pengabaian dapat menyebabkan orangtua mengabaikan bahkan menelantarkan anak-anaknya. Orang tua jarang berinteraksi, jarang meminta anak makan atau memperhatikan jadwal makan anak.
Penerapan pola asuh permisif juga berpotensi mengganggu pola makan anak, orangtua membiarkan anak makan apapun yang mereka inginkan tanpa batasan dari orangtua.
Orangtua tidak memberi pengertian positif mengenai makanan, membebaskan anak memilih sendiri makananya sehingga seringkali anak memilih asupan makanan yang tidak sehat, dan kehilangan minat untuk makan makanan yang sehat.
Intinya apapun pola asuh yang diterapkan oleh orangtua kepada anak, orangtua perlu orang tua perlu membuat lingkungan nyaman dan menyenangkan saat memberi makan anak mereka.
Orangtua perlu memahami makanan atau kebiasaan makan apa yang disukai anak-anak mereka, dan bersabar dengan reaksi mereka (Suryawan et al., 2022).
Tujuan psikoedukasi ini adalah agar orang tua menyadari bahwa anak dalam proses perkembanganya tentu membutuhkan pendamping untuk mengarahkan setiap perilaku dalam kehidupanya.
Diperlukan peran orangtua untuk terbentuknya perilaku buruk pada diri anak.
Dapat dikatakan permasalahan stunting di Indonesia meliputi faktor gizi buruk, lingkungan dan sanitasi yang buruk, kesehatan ibu yang kurang, faktor sosial ekonomi, pengetahuan ibu mengenai gizi dan pola asuh yang tepat.
Oleh karena itu untuk mengatasi stunting yang efektif diperlukan pendekatan holistik yang belibatkan pemerintah, masyarakat, professional diberbagai bidang.
PSM Unpad Wakili Indonesia di Ajang Paduan Suara Italia |
![]() |
---|
Kementerian Agama Kota Bandung Kolaborasi dengan Wakaf Salman dalam Program Wakaf Calon Pengantin |
![]() |
---|
Bus TMB dan Bandros Bakal Digratiskan Selama Sepekan, Catat Waktunya ! |
![]() |
---|
Keselamatan Karyawan Jadi Prioritas PNM, 1.500 AO Ikut Pelatihan Safety Riding di Kota Bandung |
![]() |
---|
Baznas RI Ganjar Penghargaan ke Pemkab Sumedang, Prestasi Pengelolaan Zakat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.