BMKG Sebut Belum Ada Ilmuwan yang Bisa Prediksi Terjadinya Gempa Megathrust, Tapi Potensinya Ada

Potensi Megathrusht ini diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.

bmkg
Peta gempa bumi 5,2 Skala Magnitudo dini hari Kamis (15/06/2024) tepatnya pukul 00.50 42 yang mengguncang Sukabumi dan sekitarnya. Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 7,70° LS ; 106,08° BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 95 Km arah barat daya kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada kedalaman 25 km. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Dian Herdiansyah. 

TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelakan adanya Keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang berpotensi menimbulkan gempa bumi cukup besar. 

Potensi Megathrusht ini diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.

Bahkan potensi terjadinya gempa Megathrusht ini bisa saja sewaktu-waktu terjadi. 

Baca juga: Isu Megathrust Selat Sunda Muncul Gara-gara Gempa Besar Nankai 8 Agustus 2024, Ini Penjelasan BMKG

"Gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut tinggal menunggu waktu, hal ini karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat," jelas Daryono, Kamis (15/08/2024). 

Daryono menyebut alasan gempa Meghathrust dikatakan tinggal menunggu waktu karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah muncul dan menyebabkan gempa besar semua. 

"Sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi," tuturnya.

Daryono mengungkapkan untuk mengetahui kapan potensi ancaman Megathrusht terjadi hingga saat ini belum diketahui.

Sebab belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi kapan gempa dahsyat ini akan terjadi. 

"Terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya), sehingga kita semua juga tidak tahu kapan akan terjadi, sekalipun tahu potensinya," kata Daryono

Menurut Daryono, informasi soal potensi gempa Megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini.

Untuk itu ia mengimbau hal ini jangan dimaknai secara keliru di mana seolah gempa Megathrust akan terjadi dalam waktu dekat. 

Baca juga: Iptu Rudiana Ternyata Diperiksa Langsung oleh Kapolri Jendera Listyo Sigit, Dicopot dari Kapolsek

"Untuk itu, kepada masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat," katanya. 

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, isu kemunculan gempa Megathrust, terjadi karena adanya instensitas yang signifikan di Selat Sunda dan Pantai Selatan Jawa mulai dari Bayah Banten, Sukabumi, Garut hingga Pangandaran. 

Terkini gempa magnitude 5,2 tejadi Kamis (15/08/2024) dini hari tadi antara episenter titik gempa Bayah Banten dan Sukabumi. 

Sebelum gempa dini hari tadi, pada Rabu (14/08/2024) pukul 22.54, terjadi gempa magnitude 4,1 di pantai Pangandaran Jawa Barat.

Bahkan pantuan Tribunjabar.id dari akun media sosial @bmkgwilaya2 Banten, update gempa susulan pantai Selatan Jawa hingga saat ini  masih terus terjadi meski dalam intensitas yang sangat kecil. 

Menurut Daryono, munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitan secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang. 

Baca juga: Struktur Kepengurusan YPPM Universitas Majalengka Dinilai Tidak Sah Diduga Langgar AD/ART

Namun menariknya, menurut Daryonogempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai

"Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut," katanya.

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun). 

"Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih sarus dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya," tutup Daryono.(*) 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved