Banyak Diprotes Warga, PJ Wali Kota Cirebon: Kenaikan PBB di Cirebon Sudah Sesuai Prinsip Keadilan

Menurut Agus, proses hukum yang diajukan masyarakat adalah bagian dari hak yuridis mereka sebagai warga negara untuk melakukan Judicial Review.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Cirebon/ Eki Yulianto
Pj Wali Kota Cirebon, Agus Mulyadi 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Pj Wali Kota Cirebon, Agus Mulyadi, memberikan tanggapannya terkait gugatan yang diajukan oleh masyarakat Kota Cirebon terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang mengatur kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Menurut Agus, proses hukum yang diajukan masyarakat adalah bagian dari hak yuridis mereka sebagai warga negara untuk melakukan Judicial Review.

"Ya sudah itu bagian dari hak yuridis bagi warga negara untuk melakukan proses Judicial Review," ujar Agus saat dikonfirmasi, Sabtu (3/8/2024).

Baca juga: Warga Protes PBB di Cirebon: Pendapatan 100 Ribu, Pajak 2,3 Juta, Rumahnya Mau Dijual ke Pejabat

Agus menjelaskan, bahwa Perda tersebut telah melalui berbagai tahapan dan kajian hukum yang mendalam.

"Perda itu kan bagian dari UU Nomor 1 Tahun 2022."

"Kita sudah melakukan kajian hukum, itu pun dari yang mempunyai kompetensi dari kajian hukum sampai dengan naskah akademik sampai proses pembahasan di DPRD kemudian kita konsultasi ke pemerintah provinsi," ucapnya.

Proses konsultasi tersebut tidak hanya berhenti di tingkat provinsi, tetapi juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, hingga Kementerian Hukum dan HAM.

"Setelah dari pemprov ke Kemendagri, ke Kementerian Keuangan. Sampai semua proses itu ditempuh, ditetapkanlah peraturan daerah. Sudah disampaikan (ke publik)," jelas dia.

Terkait kenaikan tarif PBB yang diatur dalam Perda tersebut, Agus menyebut bahwa prinsip keadilan menjadi pertimbangan utama.

"Pertimbangan kenapa kita ambil semua tarif yang ada di UU itu karena memang inilah prinsip keadilan yang diterapkan dari 0,1 sampai dengan 0,5 dengan klasifikasi besaran NJOP sesuai dengan letak dan luas tanahnya," katanya.

Ia juga menambahkan, bahwa lonjakan tarif PBB terjadi karena perubahan tarif dari 0,2 menjadi 0,5 dari NJOP.

"Sekarang selama ini sudah menikmati fasilitas umum yang dibangun oleh pemda dalam bentuk drainase, trotoar, jalan, itu kan butuh biaya. Yang selama ini sudah dinikmati."

"Lonjakannya karena tarifnya dari 0,2 menjadi 0,5 dari NJOP. Itu undang-undangnya bicara begitu dan perdata begitu," ujarnya.

Agus menyatakan, bahwa pihaknya telah bertemu dengan warga untuk membahas hal ini dan siap melakukan kajian bersama DPRD terkait perubahan pada Perda tersebut.

Baca juga: Warga Protes PBB di Cirebon: Pendapatan 100 Ribu, Pajak 2,3 Juta, Rumahnya Mau Dijual ke Pejabat

"Kami sudah bertemu dengan (warga) dan menyampaikan kita memahami apa yang menjadi ketentuan, karena ini sudah masuk perda kita akan kaji dan kita akan lakukan bersama DPRD terkait perubahan pada perda," ucap Agus.

Jika Judicial Review berhasil, maka perubahan Perda tidak perlu diajukan.

"Ternyata judicial review, ya silahkan. Berarti kita tidak perlu mengajukan perubahan," jelas dia.

Agus juga menegaskan bahwa Perda ini telah melewati semua tahapan yang diperlukan dan hanya berdampak pada 2 persen dari wajib pajak.

"Perda yang munculkan tahapannya sudah ditempuh semua dan kalau kita lihat kemarin hanya 2 persen kok yang terdampak dari wajib pajak itu dan selama ini telah menikmati fasilitas itu," katanya.

Ia menutup dengan menyampaikan bahwa target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diharapkan dari kenaikan PBB ini adalah sebesar Rp 70 miliar, naik dari Rp 43 miliar tahun lalu.

"Kita sedang dalam pembangunan infrastruktur. Target PAD kan Rp 70 miliar. Tahun lalu sekitar Rp 43 M," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, puluhan warga Kota Cirebon mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Cirebon, Jumat (2/8/2024).

Gugatan ini diwakili oleh lima warga, yakni Suryanapranatha, Beni Yonatha, Marlinah Ongkowidjojo, Dani Suprapto dan Bobby Hendrawan, dengan dukungan 25 saksi dari lima kecamatan di Kota Cirebon.

Kuasa hukum dari perwakilan lima warga tersebut, Hetta Mahendrati menyampaikan, materi lengkap gugatan ini dalam wawancara selepas melakukan pengajuan ke MA di Pengadilan Negeri Cirebon, Jalan Dr. Wahidin, Kota Cirebon.

“Ya, kami (tim advokasi rakyat Kota Cirebon) di sini membantu masyarakat Kota Cirebon dalam hal ini untuk pengajuan Judicial Review terkait Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang pajak dan retribusi,” ujar Hetta, Jumat (2/8/2024).

Hetta menjelaskan, bahwa sebelum mengajukan gugatan JR, pihaknya telah menempuh berbagai langkah, mulai dari urun rembuk, pertemuan dengan Pj Wali Kota, hingga demonstrasi terkait kenaikan PBB.

Namun, upaya tersebut belum mendapatkan tanggapan dari pemimpin Kota Cirebon.

Baca juga: Puluhan Warga Keberatan PBB Naik, Perda Pajak dan Retribusi Kota Cirebon Digugat

“Oleh karena itu, pengajuan Judicial Review ini merupakan langkah terakhir kami yang Insya Allah semoga didengar oleh Tuhan,” ucapnya.

Menurut Hetta, terdapat banyak kejanggalan formil dalam penerbitan Perda tersebut yang tidak dilampaui oleh pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif.

Pihaknya telah menyertakan seluruh bukti dalam pengajuan gugatan ini, termasuk keterangan saksi ahli dan dokumen pendukung lainnya.

“Seluruh bukti sudah kami berikan ke Pengadilan Negeri Cirebon tadi dan bukti ini semoga menjadi lillah selama ini selama 7 bulan berjuang."

"Kami juga sudah mengupayakan mati-matian dengan cara bersurat ke Kemendagri, Kementerian Keuangan, Gubernur Jawa Barat, Kementerian Informasi dan Polda Jabar."

"Mungkin, tinggal malaikat saja yang belum kami surati,” jelas dia.

Hetta juga menyebutkan, bahwa pihaknya berharap pengajuan JR ini dapat membatalkan Perda Nomor 1 Tahun 2024.

Keterangan hasil review dari Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) yang merekomendasikan pencabutan Perda tersebut juga menjadi salah satu bukti yang diajukan.

“Sebenarnya yang kami kuasakan ada lima orang warga Kota Cirebon, tapi kami didukung oleh 25 saksi yang mewakili lima kecamatan di Kota Cirebon serta masyarakat Cirebon lainnya."

"Harapan kami, pengajuan JR ini bisa dikabulkan dengan harapan 99 persen,” katanya.

Dengan adanya upaya ini, masyarakat Kota Cirebon menunda pembayaran PBB sampai ada keputusan yang baru.

Adapun pihak yang menjadi tergugat dalam pengajuan JR ini adalah Pemerintah Kota Cirebon (Pj Wali Kota dan Pj Sekda), DPRD Kota Cirebon dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Sementara, salah satu warga, Hendrawan Rizal (56) mengaku keberatan dengan munculnya perda tersebut.

Di mana, perda tersebut mengatur atas kenaikannya PBB yang sangat besar.

Baca juga: Warga Protes PBB di Cirebon: Pendapatan 100 Ribu, Pajak 2,3 Juta, Rumahnya Mau Dijual ke Pejabat

"Tentunya keberatan, pajak tahun ini saya naik 165 persen dengan angka yang di luar kewajaran, makanya kami protes dan minta perda tersebut dibatalkan," ujar warga Perumahan GSP tersebut.

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved