Pemerintah Bakal Menunda atau Tidak, Pekerja dan Buruh Tetap Akan Menolak Tapera
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sepakat untuk melakukan penundaan kebijakan potongan gaji pekerja untuk Tapera.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Januar Pribadi Hamel
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sepakat untuk melakukan penundaan kebijakan potongan gaji pekerja untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Kalangan buruh dan pekerja pun menyatakan hal ini tidak mempengaruhi penolakan mereka terhadap kebijakan pemerintah tersebut.
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto, mengatakan baik ditunda maupun tidak ditunda, kaum buruh tetap menolak potongan gaji berupa pemaksaan untuk menabung tersebut.
Baca juga: Menteri Keuangan Sepakat Kebijakan Tapera Ditunda, Pak Bas Juga Setuju Iuran Tapera Diundur
Tapera, katanya, tetap akan menjadi permasalahan atau ancaman dalam dunia buruh di Indonesua.
"Sebenarnya enggak ditunda juga, karena kewajibannya itu tetap di 2027. Itu semua warga negara yang masuk kategori, akan dipotong juga gajinya nanti. Diundur atau tidak, kita tetap menolak karena menurut kita Tapera ini pemaksaan kewajiban menabung dari negara kepada warga negaranya," kata Roy melalui ponsel, Jumat (7/6/2024).
Tapera, katanya, berbeda dengan jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang banyak membantu kaum buruh. Secara terminologi, Tapera menjadi tabungan yang diwajibkan negara kepada warganya.
"Teman-teman buruh ini kan kalau berbicara perumahan, di Jamsostek ada yang namanya pinjaman uang muka perumahan, yang sudah berjalan sejak lama. Karena program ini, banyak teman-teman buruh yang akses, mendapat fasilitasi dari BPJS atau Jamsostek ini, dengan mengajukan pinjaman uang muka perumahan," katanya.
Namun dengan Tapera, buruh dipaksa menabung untuk membeli rumah. Jika dihitung pun hasil tabungannya hingga pensiun, katanya, tidak akan mencukupi untuk membeli rumah bersubsidi sekalipun. Apalagi, bagi yang mendapat UMK rendah.
Baca juga: Polemik Iuran Tapera, Kapan Gaji Karyawan Swasta Mulai Dipotong? Masih dalam Pantauan
Seorang ASN di Kota Bandung, sebut saja Ricky, mengatakan gajinya sudah dipotong untuk tabungan serupa dengan Tapera sejak diangkat menjadi PNS. Ia pun mengatakan sangat prihatin jika pegawai swasta pun akan mendapat pemotongan yang sama, walaupun pada akhirnya pemberlakuannya diundur.
"Saya ada potongan namanya Bapertarum, yang dipotong bareng pajak gaji, pajak uang lauk pauk, dan pajak suami/istri dan anak. Saya sendiri bingung nanti potongan bapertarum atau tapera ini kepakainya bagaimana. Soalnya tidak bisa dipakai untuk beli rumah sekarang," katanya.
Ricky mengatakan pungutan seperti tapera tidak memiliki kejelasan keuntungannya. Belum lagi, pastinya akan ada potongan-potongan lagi untuk administrasi dan sebagainya, jika nantinya bisa diambil.
Baca juga: Buruh KBB Siap Demo Besar-Besaran Tolak Iuran Tapera Sebesar 2,5 Persen Karena Memberatkan
"Pengalaman teman, ketika di akhir masa kerja atau pensiun, uangnya cair tanpa ada rincian yang jelas. Teman saya ini menerima uang tapera sebesar sekitar Rp 4 juta saja. Cukup buat beli rumah apa," katanya.
Penolakan serupa dikatakan pegawai swasta di Kota Bandung, Yuliantono. Ia mengatakan skema program Tapera yang ditujukan supaya pekerja memiliki rumah sendiri sangat mustahil terealisasi.
"Potongan tiga persen, dengan rincian 2,5 persen dari gaji dan 0,5 persen dari pemberi kerja memang ringan dan tidak memberatkan. Tapi, butuh berapa tahun dari tabungan tersebut sampai akhirnya pekerja bakal punya rumah sendiri," katanya.
Contoh sederhana, katanya, anggap saja gaji perbulan Rp10 juta, dengan potongan tiga persen yang berarti Rp 300 ribu setiap bulan. Dalam satu tahun berarti terkumpul senilai Rp 3,6 juta. Misal harga rumah sangat sederhana Rp 150 juta, setidaknya butuh sekitar hampir 42 tahun sampai akhirnya uang tabungan dari program Tapera tersebut dapat menjadi satu unit rumah.
"Apakah pekerja tersebut masih hidup? Kalau tidak, bagaimana nasib uang tabungan mereka? Program Tapera baru akan logis dilaksanakan bagi pekerja yang memiliki upah di atas Rp 25 juta, karena dengan potongan tiga persen alias Rp 750 ribu perbulan menjadi cukup masuk akal, sebab dalam setahun akan terkumpul uang Rp 9 juta. Bila satu unit rumah seharga Rp 150 juta, maka hampir 17 tahun kemudian uangnya cukup untuk membelinya," katanya.
Itu pun, katanya, masih menjadi tanda tanya, apakah lokasi pembangunannya kelak ditentukan oleh pemerintah atau pekerja itu sendiri. Kalau oleh pekerja, apakah masih ada harga tanah dan bahan bangunan yang terjangkau dengan anggaran senilai tersebut.
"Atau hanya ini program ngadi-ngadi untuk menghimpun dana dari masyarakat guna dikelola, seperti tabungan haji? Setelah Asabri dan Jiwasraya sudah lenyap duitnya karena korupsi?" katanya. (*)
Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.
IKUTI CHANNEL WhatsApp TribunJabar.id untuk mendapatkan berita-berita terkini via WA: KLIK DI SINI
Menteri Keuangan Sri Mulyani Bahas Tidak Ada Kenaikan Gaji PNS di Tahun 2026, Terungkap Alasannya |
![]() |
---|
Viral, Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Samakan Bayar Pajak dengan Zakat, Tuai Kontroversi |
![]() |
---|
SPSI Jabar Minta Penerapan Upah Sektoral Harus Hati-Hati karena Disparitas Upah Sangat Menganga |
![]() |
---|
Pilu Revan Putus Sekolah Akibat Anemia Plastik, Kini Hidup Bersama Nenek Angkat, Ibu TKI di Malaysia |
![]() |
---|
Sosok Ismanto Tukang Jahit Ditagih Pajak Rp 2,8 Miliar, Kantor Pajak Klarifikasi Beber Penyebabnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.