Kemendikbud Sebut Pendidikan Tinggi Tertiary Education, Guru Besar UPI: Ancam Pendidikan Indonesia
Ia mengatakan pendidikan adalah public good atau barang publik yang tidak boleh disebut sebagai kebutuhan tersier.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemasalahan mengenai tingginya uang kuliah tunggal (UKT) tengah menjadi pembicaraan masyarakat. Di tengah isu tersebut, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyatakan bahwa pendidikan tinggi termasuk tertiary education, tidak masuk program wajib belajar.
Pendidikan tinggi yang dianggap sebagai pendidikan tersier ini pun menggiring pemahaman bahwa pendanaan pemerintah tidak difokuskan pada pendidikan tinggi, tapi untuk program wajib belajar yang tengah menjadi fokus pemerintah.
Pengamat kebijakan pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Cecep Darmawan, mengatakan pernyataan pejabat Kemendikbudristek tersebut sangat keliru dan gagal paham, kalau dikaitkan dengan mahalnya UKT.
Walaupun jenjang Pendidikan Tinggi memang tingkatan tersier, namun jangan mahal.
"Pejabat Kemendikbudristek keliru dan gagal paham maka harus segera mencabut pernyatannnya. Pendidikan itu amanah konstitusi sekaligus amanat pendiri bangsa," kata Prof Cecep saat dihubungi melalui ponsel, Jumat (17/5/2024).
Ia mengatakan pendidikan adalah public good atau barang publik yang tidak boleh disebut sebagai kebutuhan tersier. Karenanya, pendidikan menjadi kebutuhan dasar sekaligus harus menjadi perhatian utama pemerintah.
Pendidikan merupakan ranah publik yang harus diurus oleh negara.
"Sesat pikir kalau pendidikan tinggi dianggap tersier lalu UKT boleh mahal. Sebab urusan pendidikan dalam konstitusi itu adalah barang publik yang bersifat primer, bahkan menjadi urusan wajib layanan dasar," kata Prof Cecep.
Ia menuturkan bahwa pernyataan pejabat Kemendikbudristek tersebut bermasalah dan membuat masyarakat makin tidak simpatik, apalagi di tengah biaya pendidikan makin mahal.
"Seharusnya justru biaya pendidikan semakin murah, bukan sebaliknya. Kalau pendidikan disebut tersier, berarti pendidikan diposisikan sebagai private goods dan ini bahaya karena artinya pendidikan tidak diurus oleh negara tapi diserahkan kepada pasar," tutur Prof Cecep.
"Kalau sampai ini terjadi maka pendidikan terjebak paham liberalisme yang mengancam Pancasila. Saya berharap DPR dan Mendikbudristek segera menyelesaikan persoalan mahalnya biaya pendidikan tinggi ini," katanya.
Motor SUV Kebanggaan New Honda ADV160 Siap Jadi Magnet Utama di IMOS 2025 |
![]() |
---|
Keracunan Massal di Cipongkor, DPRD Jabar Sri Dewi, Tekankan Pentingnya Standar Keamanan Pangan MBG |
![]() |
---|
DMGP dan Desa Cipendawa Gelar Aksi Gorol, Wujud CSR Energi Bersih yang Dekat dengan Masyarakat |
![]() |
---|
5 Rekomendasi Lapangan Padel di Bandung & Harga Lapangannya |
![]() |
---|
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Tanggapi Isu Stock SPBU Rancabungur Bogor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.