Konflik Israel-Iran, Pakar Ekonomi: Bisa Berdampak pada Ekspor-Impor Indonesia

Pemerintah Indonesia diharapkan bergerak cepat menerbitkan berbagai kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Istimewa
Pakar Ekonomi Uninus sekaligus Praktisi Keuangan, Dr Mochammad Rizaldy Insan Baihaqqy. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemerintah Indonesia diharapkan bergerak cepat menerbitkan berbagai kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri.

Hal ini untuk merespons konflik Timur Tengah yang kian memanas akibat serangan udara Garda Revolusi Iran ke wilayah pendudukan Israel, akhir pekan ini.

Pakar Ekonomi Uninus sekaligus Praktisi Keuangan Dr Mochammad Rizaldy Insan Baihaqqy mengatakan, dampak ekonomi akibat memanasnya konflik ini berpotensi dialami dunia, bukan hanya Indonesia.

Hal ini disebabkan Israel dan Iran yang memiliki peran penting dalam pergerakan ekonomi dunia.

Utamanya adalah potensi kenaikan harga minyak mentah.

Baca juga: Kritikus AS Sebut Rusia Bakal Dukung Iran Jika Amerika Serikat Bantu Israel Lakukan Serangan Balik

Mengutip Reuters dari Kontan, minyak mentah berjangka Brent naik 71 sen menjadi US$ 90,45 per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 64 sen menjadi US$ 85,66.

Dalam sepekan ini, Brent turun 0,8 persen, sementara WTI turun lebih dari 1 persen.

Selama seminggu, harga minyak mendekati level tertinggi dalam enam bulan di tengah kekhawatiran bahwa Iran, produsen OPEC terbesar ketiga, mungkin akan membalas serangan pesawat tempur Israel terhadap kedutaan Iran di Damaskus pada hari Senin.

"Harga minyak atau energi saat ini naik, otomatis berpengaruh pada harga jual beli. Memicu harga fiskal, artinya berpengaruh pada komoditas ekspor dan impor kita," kata Rizaldy melalui ponsel, Minggu (14/4/2024).

Langkah yang bisa dilakukan pemerintah, katanya, mempertebal bantalan fiskal, bukan hanya memberikan bansos kepada para penerima manfaat, tapi juga insentif kepasa kelas menengah rentan. 

"Berbagai kebijakan harus akomodatif. Jangan ada PPN naik, arahkan insentif perpajakan ke UMKM hingga turunkan pajak penghasilan lapisan di bawah Rp 10 juta per bulan," kata Rizaldy.

Baca juga: Beredar Video di Medsos Ratusan Warga Yahudi Panik Saat Drone-drone Iran Hantam Wilayah Israel

Ia pun menggarisbawahi bahwa saat ini di dunia pasar uang, banyak investor dan traders cenderung kembali memindahkan portofolionya ke safe-haven assets. Hal itu memicu capital outflow dari pasar keuangan negara berkembang dan mendorong pelemahan mata uang Asia, termasuk rupiah.

"Ini (kondisi pasar uang sekarang) risiko inflasi di negara kita. Perlu peran pemerintah dan perbankan untuk memberikan kebijakan-kebijakan agar ekonomi kita tetap stabil," katanya.

Konflik Timur Tengah ini, katanya, tentunya akan memengaruhi sektor ekspor dan impor karena kebutuhan energi atau minyak bumi.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved