Riset Sharing Vision: Belanja Daring Masyarakat Indonesia Telah Jadi Arus Utama
Orang Indonesia sudah sangat biasa untuk berbelanja secara online, bahkan warga yang tinggal di desa.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Pandemi Covid-19 mengubah kebiasan masyarakat, salah satunya pola atau cara membeli barang bahkan makanan dan minuman. Saat ini ada kecenderungan masyarakat makin banyak memanfaatkan membeli secara online.
Pola belanja secara onlina atau daring tak lagi menjadi kebiasaan tapi gaya hidup.
Cara ini bahkan terus mengalami peningkatan dihampir semua lapisan masyarakat.
Kecenderungan belanja daring masyarakat Indonesia saat ini terus meninggi di hampir semua kategori.
Baca juga: Tren Perilaku Belanja Online Meningkat Jelang Ramadan 2023, Ini e-Commerce Nomor 1 Pilihan Pengguna
Demikian dikatakan Nur Javad Islami/Jeff, Chief of DEF (Digital startup, Ecommerce & Fintech) Sharing Vision dalam webinar "IT Business Outlok", Kamis (28/3/2024).
Turut menjadi pembicara dari Sharing Vision lainnya yakni Budi Sulistyo (Senior Consultant IT Security) dan Fran Suwarman (Senior Consultant IT Strategic & Governance).
Menurut Jeff, orang Indonesia sudah sangat biasa untuk berbelanja secara online, bahkan warga yang tinggal di desa.
Selama enam tahun terakhir pembelilan tiket pesawat konsisten menjadi transaksi paling banyak dilakukan secara online.
Sementara pembelian laptop atau komputer menjadi transaksi paling sedikit karena harganya yang juga mahal, namun di sisi lain belanja skala grosir biasa dilakukan langsung karena pengguna ingin memilih barang secara langsung.

"e-Commerce secara keseluruhan di Indonesia benar-benar telah menjadi sesuatu yang mainstream. Hal ini didorong oleh alasan mayoritas responden karena banyaknya promo yang diberikan, selain tentunya lebih praktis dan mudah," katanya dalam keterangan resminya.
Data tersebut dihasilkan dari riset tahunan sejak 2020 hingga tahun ini dengan responden lebih dari 10.000 orang.
Dari sisi pembayaran, transfer via virtual account dan e-Money/e-Wallet menjadi metode pembayaran yang paling disukai pengguna.
Baca juga: Jadi Trend Saat Pandemi, Ini Cara Belanja Online dengan Konsep 3D Experience
Lebih dari 90 persen responden memilih berbelanja daring di marketplace sekalipun jasa delivery online dan website toko daring juga memiliki signifikansi tinggi.
Shopee, Gojek, Tokopedia, dan Grab masih menjadi toko online favorit .
Beberapa yang lain seperti Traveloka dan Tiket sangat kuat khusus dalam online travel. Daftar marketplace yang sering digunakan responden adalah Shopee, Gojek (GoFood, GoShop, dll), Tokopedia, Grab (GrabFood, Grabmart, dll), Tiktok, Lazada, Traveloka, Bukalapak, Blibli, dan seterusnya.
"Fenomena menarik lainnya yang kami dapatkan adalah lebih dari 30% responden berbelanja melalui media sosial lebih dari 2 kali dalam sebulan. Namun sayangnya, pengalaman tidak menyenangkan ketika belanja di medium ini, proporsinya sangat tinggi. Sebab penipuan lewat media sosial meningkat, jadi perlu ada pengetatan dari sisi regulasi maupun penegakan hukum," katanya.
Jeff menjelaskan, 13% responden menggunakan fintech lending atau meningkat dua kali lipat jika dibandingkan tren-tren tahun-tahun sebelumnya.
Adapun rangking nama layanan yang responden gunakan adalah Kredivo, Akulaku, Koinworks, AdaKami, Danacepat, Modalku, Investree, Amartha, Akseleran, dan Flexi Cash by Jenius.
Mengapa masyarakat Indonesia lari ke layanan ini?
Jawaban terbesarnya adalah selain proses cepat dan mudah, juga dikarenakan persyaratannya dinilai tidak rumit.
Proses pengajuan sendiri rata-rata membutuhkan waktu kurang dari 1 jam sampai uang pinjaman cair!
"Riset kami menemukan 23% responden menyatakan pernah menggunakan layanan PayLater dan Shopee Paylater adalah yang paling banyak digunakan. Motivasi utamanya adalah karena lebih fleksibel saat ada kebutuhan yang mendesak," katanya.
Karena itu, sambung dia, masyarakat dan pemerintah perlu semakin awas melihat kecenderungan booming pinjaman online (pinjol) yang diindikasikan hasil survey tersebut maupun realitas yang memang sedang ramai diperbincangkan oleh publik.
Baca juga: Belanja Online di Asia Tenggara Meningkat, UKM Indonesia Bisa Tembus Pasar Ekspor Lewat Digitalisasi
Budi Sulistyo mengatakan, dari sisi IT, dua problem masih mudah ditemukan adalah masalah availability (ketersediaan layanan dan fungsi yang benar) serta masalah Atomicity (transaksi gagal, setengah berhasil, atau gagal namun dianggap berhasil atau sebaliknya).
Selain itu, riset menunjukkan lebih dari 20% responden mengaku akun media sosial-nya pernah dibobol/ dicuri dengan 9% diantaranya mengalami data pribadi nya digunakan orang lain untuk penipuan.
Kemudian, 4%-11?ri total responden pernah menjadi korban berbagai penipuan digital. Dimana paling banyak mengalami yaitu sms/WA penipuan yang meminta mengirimkan kode OTP.
Maka itu, sebagian besar responden mengalami kerugian waktu karena penipuan sementara lebih dari 30% responden mengalami kerugian uang akibat penipuan digital.
Pemerintah dan para penyedia layanan maupun masyarakat pengguna layanan perlu strategi baru yang lebih efektif dalam mengurangi jumlah korban penerobosan keamanan informasi maupun penipuan siber serta bersama-sama mengawal dan melaksanakan implementasinya.
Beasiswa Perintis 2026 Kembali Dibuka, Dukung Siswa Masuk Perguruan Tinggi Favorit |
![]() |
---|
Maruarar Sirait : Pemerintah Genjot Program 350 Rumah Subsidi Melalui KUR Perumahan |
![]() |
---|
Dukung Kawasan Bebas Sampah, Universitas Ekuitas Indonesia Optimalisasi Rumah Magot dengan Cara Ini |
![]() |
---|
Asep Suherman Anggota DPRD Jawa Barat Pastikan Pemerintah Memberikan Perlindungan bagi Petani |
![]() |
---|
Diakui di Kancah Global, Indonesia Kembali Terpilih Keanggotaan CA dan POC UPU |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.