Cegah Obesitas pada Anak, Guru Besar Kedokteran UI Sarankan Ini ke Para Orangtua

Obesitas atau gizi berlebih salah satu dari tiga masalah gizi selain gizi kurang dan kekurangan vitamin dan mineral (hidden hunger).

SHUTTERSTOCK
Ilustrasi obesitas pada anak 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kasus obesitas sering kali ditemui di Indonesia, bahkan beberapa kasus viral di media sosial.

Salah satunya adalah obesitas yang menimpa Arya bocah asal Karawang hingga akhirnya sukses menurunkan berat badannya, atas bantuan berbagai pihak, termasuk olahragawan Ade Rai.

Obesitas atau gizi berlebih salah satu dari tiga masalah gizi selain gizi kurang dan kekurangan vitamin dan mineral (hidden hunger).

Ketiga masalah ini dikenal sebagai triple burden of malnutrition. Memang, sering kasus obesitas tak mendapat perhatian sebanding.

Baca juga: Mengenal Operasi Bariatrik Untuk Pasien Penderita Obesitas

Padahal, WHO sudah menggambarkan obesitas pada anak sebagai masalah kesehatan global yang serius.

Diperkirakan ada 124 juta anak mengalami obesitas di seluruh dunia.

Berdasarkan data yang dihimpun, di Indonesia data status gizi 2022 terjadi peningkatan kejadian obesitas anak dalam empat dekade yang peningkatannya 10 kali lipat.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof dr Aryono Hendarto mengatakan bahwa anak dengan obesitas mengalami sejumlah penyakit penyerta, misal sindrom metabolik, yakni tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, perlemakan hati, gangguan pernapasan saat tidur, dan kanker.

Bahkan, dr Aryono menyebut berdasar Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI, diabetes pada anak Indonesia itu meningkat 70 kali lipat pada 2023, dengan 70 persen penyebabnya karena obesitas.

"Lalu, 55 persen obesitas anak akan menjadi obesitas pada saat remaja, dan 80 persen obesitas remaja bertahan sampai dewasa. Obesitas sangat sulit diatasi. Jadi, pencegahan menjadi prioritas yang mesti dilakukan sedini mungkin mulai periode pemberian makanan pendamping ASI atau MPASI," ujar dr Aryono, Rabu (27/3/2024) dari keterangannya.

Dia menambahkan, pada periode itu anak mulai membentuk selera makan, preferensi makanan, dan metabolisme yang penting guna membentuk dasar kesehatannya di masa depan.

"MPASI yang diberikan baiknya saat bayi sudah mencapai usia enam bulan. Pemberian MPASI terlalu dini alias di bawah empat bulan justru bisa meningkatkan resiko obesitas," katanya.

Anak yang obesitas, lanjutnya, di satu sisi mengalami kelebihan makronutrien, misal karbohidrat, lemak, juga protein.

Tapi, sisi lainnya kekurangan mikronutrien, misal zat besi. Maka, MPASI mesti bergizi lengkap dan seimbang.

"Hindari beberapa kesalahan dalam memberikan MPASI yang bisa meningkatkan resiko obesitas. Sebab, pemberian MPASI yang tak sesuai dengan tahapan si anak, misal memberinya makanan dewasa, seperti snack yang bukan khusus bayi, itu dapat menyebabkan obesitas karena kalori yang lebih tinggi dari kebutuhan si bayi. Salahsatu asupan yang harus benar-benar diperhatikan ialah gula," ucapnya.

Baca juga: Detik-detik Pria Obesitas 210 Kg di Gianyar Pingsan di Rumah, Terpaksa Dievakuasi Dengan Pikap BPBD

dr Aryono menyarankan, kepada orang tua yang mempunyai keterbatasan waktu sekaligus khawatir dalam memenuhi kebutuhan zat gizi makro maupun mikro anak, MPASI fortifikasi bisa menjadi pilihan bagi buah hati.

"Keunggulan MPASI fortifikasi itu mempunyai kandungan gizi terukur dan seimbang, termasuk zat besi dan gula yang disesuaikan kebutuhan di setiap tahapan usia anak. Produk MPASI fortifikasi dilengkapi dengan label ‘rekomendasi usia’. MPASI fortifikasi yang telah lulus uji BPOM, selain bebas pengawet, pewarna, dan perasa juga memiliki kadar garam dan gula yang sesuai dengan standar keamanan untuk bayi. Jadi, orang tua tidak perlu khawatir untuk memberikan MPASI fortifikasi," ujarnya.(*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved