Gamis Tanatin Bu Nur Dapat Berkah Ramadhan, Dulu Berjibaku Hadapi Ujian, Kini Cuan Mengalir Deras

Gamis dengan brand Tanatin sedang kebanjiran pesanan di bulan Ramadhan. UMKM milik Nurhayati Kulsum maju berkat kerja keras dan dukungan KUR BRI.

|
Penulis: Kisdiantoro | Editor: Kisdiantoro
Tribunjabar.id/Kisdiantoro
Nurhayati Kulsum (50), pemilik usaha produksi gamis Tanatin, menjahit gamis untuk pesanan lebaran 2024. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Puluhan gulungan kain berjajar di sebuah ruang yang dijadikan tempat menjahit. Ada beragam warna dan corak, unggu, kuning, hijau muda, merah muda, krem, dan lainnya.

Dalam ruangan itu tertata rapih 6 buah mesin jahit dan 2 mesin potong. Orang-orang di balik mesin-mesin itu tengah sibuk bekerja, menangkap berkah Ramadhan 1445 H/2024 M.

Tangan-tangan itu sangat piawai, menyatukan potongan-potongan kain. Lalu jadilah sebuah pakaian gamis, untuk kaum hawa. Ukurannya beragam, mulai dari S, M, L, dan XL.

Modelnya pun banyak, mulai dari gamis misbee lis rempel, gamis polos susun, hingga gamis misbee syari. Gamis-gamis itu ditempel brand "Tanatin."

Nurhayati Kulsum (50), turut membantu para pegawainya menyelesaikan pesanan. Tapi tak sesibuk lima tahun lalu. Kini dia lebih banyak pada manajemen, mengatur ketersediaan bahan baku, mencatat pemesanan dan jadwal pengiriman, menyiapkan gaji pegawai, dan memasarkan baju-baju gamis itu.

Nurhayati Kulsum mengenakan gamis hasil produksinya.
Nurhayati Kulsum mengenakan gamis hasil produksinya. (Dok Nurhayati Kulsum)

Bu Nur, demikian perempuan asli kelahiran Rancaekek itu dipanggil, mengaku sudah sejak 2017, membangun usaha produksi pakaian gamis perempuan. Dia menggunakan sebagian rumahnya, di Jalan Terate No 1, Kelurahan Rancaekek Kencana, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten bandung, untuk produksi gamis.

"Alhamdulillah, sedang banyak pesanan untuk lebaran," ujar Bu Nur, kepada Tribunjabar.id, di Bandung, Jumat (15/3/2024).

Di hari-hari menjelang lebaran, Bu Nur sangat sibuk. Selain mengatur jadwal pemesanan, dia juga tak melupakan tugasnya memasak, untuk berbuka sang suami Yana Mulyana (51) dan anaknya Gita Ramadani Mulyana (19).

Sebanyak 7 orang pegawai bekerja untuk memenuhi pesanan gamis lebaran. Meski pesanan sedang banyak, Bu Nur tidak menambah pegawai. Alasannya, di bulan-bulan lain, pesanan akan kembali normal dan pegawai rekrutan baru bisa saja tidak lagi dipekerjakan.

"Ini berkah buat pegawai yang ada. Karena sistem borongan, kalau kerjanya banyak maka bayarannya juga banyak," ujarnya.

Di bulan lain, Bu Nur tak banyak menarget kapan jahitan bisa selesai. Tapi di bulan Ramadhan, Bu Nur bisa "memaksa" pegawainya bekerja lebih keras, disiplin, dan tepat waktu. Sebab, pesanan harus dikirim sesuai perjanjian. Bila meleset, maka kepercayaan pelanggan bisa menurun.

Pekerja sedang menyelesaikan pesanan di rumah produksi gamis perempuan Tanatin.
Pekerja sedang menyelesaikan pesanan di rumah produksi gamis perempuan Tanatin. (Dok Tanatin)

Usaha produksi pakaian gamis perempuan Tanatin sedang mendapat berkah. Kini dalam sehari bisa mengirim 150-250 buah gamis. Jumlah pengiriman yang biasanya dicapai dalam sebulan di bulan lain.

Dari mana datangnya pesanan itu? Bu Nur sangat bersyukur pernah mengikuti pelatihan bagaimana mengelola toko di marketplace dan media sosial. Hasilnya, banyak pemesan datang dari Shopee, Facebook, Instagram, dan WhatsApp Bisnis.

Semua akun-akun itu dikelola sendiri, dibantu suami dan anak. Bu Nur memang tak mengenal lelah. Tekad kuat dan kerja keras adalah kunci bagianya meraih kesuksesan.

"Saya mah tak ada liburnya, kecuali nanti lebaran. Setelah itu ya buka lagi," ujarnya.

Belajar Otodidak

Menjadi pengusaha konveksi gamis perempuan dengan 7 orang pegawai, tak pernah dibayangkan oleh Bu Nur.

Semua berjalan seiring semangatnya membantu ekonomi keluarga yang saat itu hanya disokong oleh Yana Mulyana, PNS di Kota Bandung.

Bu Nur setelah belasan tahun bekerja di pabrik garmen sebagai penjahit, memutuskan berhenti dan fokus menjadi ibu rumah tangga pada 2011. Putrinya saat itu sudah masuk sekolah dasar dan tak ada yang mengantar. Tahun-tahun setelah pensiun, dia jalani dengan berdagang warung jajanan di rumah.

Produk gamis perempuan Tanatin, asal Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Produk gamis perempuan Tanatin, asal Rancaekek, Kabupaten Bandung. (Dok Tanatin)

Rindu akan aktivitas menjahit yang sebelumnya menjadi rutinitas kembali datang. Bu Nur kemudian menjahit gamis untuk dipakai sendiri.

Modalnya nekat. Sebab, Bu Nur sebenarnya tak paham tentang pola dan model. Di pabrik garmen, dia hanya bertugas menjahit saja. Itu pun sebatas menjahit bagian pinggang celana laki-laki saja.

"Ibu waktu itu bikin gamis, dipakai sendiri. Lalu dibawa ke acara pengajian ibu-ibu. Banyak yang bilang, ini kok bagus, beli di mana?" ujar Bu Nur mengenang kejadian di tahun 2017, awal memulai usaha menjahit.

Sepulang dari pengajian, Bu Nur banyak menerima pesanan jahitan dari tetangga. Sejak saat itu, dia mulai belajar model baju-baju gamis kekinian. Dia membuka-buka katalog di Shoppe, di Facebook, dan Youtube. Dia juga banyak bertanya kepada teman-temannya.

Dorongan untuk membuka usaha jahitan tak bisa dibendung. Bermodalkan uang dari suami, Bu Nur pun mulai memproduksi baju gamis dalam jumlah yang lebih banyak. Baju-baju itu kemudian ditawarkan ke teman, tetangga, dan saudara.

Hasilnya, ada yang membeli, ada juga yang sebatas bertanya.

"Pernah, ibu bikin banyak barang tidak laku," ujarnya.

Baju-baju yang tak laku itu kemudian dibagi-bagikan kepada saudara dan panti asuhan.

"Ada yang jualian, eh malah enggak dibayar. Ibu anggap sedekah saja."

Saat itu Bu Nur belanja kain ke kawasan kain Cigondewah, Kabupaten Bandung. Dia belanja bersama suaminya mengendari sepeda motor.

Panas terik tak menjadi halangan. Hujan pun diterjang. Mimpinya menjadi pengusaha sukses bidang fashion.

Ujian tak datang sekali. Bu Nur pun pernah ditipu orang. Dia mencoba menjadi reseller gamis karena tak perlu menjahit, tinggal mencari marjin keuntungan. Hasilnya, uang sudah dikirim, barang tak kunjung datang. Dia sadar, ternyata tertipu. Uang Rp 7 juta pun melayang.

Dari satu pelatihan ke pelatihan lain diikuti. Bu Nur memiliki banyak pengetahun tentang menjahit dan memasarkan produk. Manajemen keuangan pun tak lagi serampangan. Dia belajar membedakan uang pribadi dengan uang usaha.

Semua pelajaran berharga itu, di antaranya didapatkan di Rumah BUMN Bandung. Rumah ini adalah rumahnya para UMKM binaan BRI untuk naik kelas, dari UMKM konvensional menjadi UMKM modern. Lalu naik level menjadi UMKM go digital, go online, dan go global.

"Ibu pernah punya omongan, kalau gamis laku di Shopee, uangnya ibu sedekahkan. Alhamdulillah ada yang beli. Dari penjualan pertama itu, uangnya ibu sedekahkan ke anak yatim," ujarnya.

Sejak saat itu, usaha produksi gamis perempuan Tanatin terus maju dan banyak dikenal luas. Bahkan dari usaha ini, Bu Nur berhasil membeli mobil baru. Mobil ini sangat membantu untuk belanja kain dan pengiriman barang.

Produsen gamis perempuan Tanatin siap mengantar pesanan menggunakan mobil.
Produsen gamis perempuan Tanatin siap mengantar pesanan menggunakan mobil. (Dok Tanatin)

Dukungan Modal KUR BRI

Bu Nur tak memungkiri usaha gamis Tanatin bisa bekembang karena ada dukungan modal.

Selain modal dari suami, Bu Nur mendapatkan dukungan modal dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI. Semula, dia mendapatkan modal KUR sebesar Rp 3,5 juta pada 2020. Lalu Rp 10 juta di tahun berikutnya. Dan terakhir mendapat modal KUR BRI sebanyak 100 juta.

"Uang itu ibu belanjakan untuk mesin jahit dua buah, mesin potong satu, dan belanja kain," ujarnya.

Kini di rumah sudah tersedia stok kain hingga tiga seri atau 15 rol kain.

Regional CEO BRI Bandung Sadmiadi mengatakan selama enam tahun terakhir BRI Regional Office Bandung telah menyalurkan pinjaman KUR kepada 3,9 juta nasabah. Total nominal penyaluran sebesar Rp 102 triliun di Jawa Barat, wilayah kerja BRI Regional Office Bandung.

"BRI terus melakukan upaya untuk mendukung UMKM naik kelas," ujar Sadmiadi dalam wawancara tertulis dengan Tribunjabar.id, beberapa waktu lalu.

Dukungan BRI kepada UMKM, selain KUR adalah memberikan pembinaan literasi bisnis dan digital.

Literasi itu diberikan kepada UMKM melalui pendekatan komunitas atau klaster usaha. Saat ini BRI Regional Office Bandung sudah memiliki 867 klaster usaha binaan. (Tribunjabar.id/Kisdiantoro)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved