Kultum Ramadhan

Shaum Media Penyucian Jiwa, Media Pendidikan dan Pelatihan dalam Mengendalikan Hawa Nafsu

Melalui shaum kita berlatih bagaimana mengontrol dan mengendalikan syahwat supaya tidak terjebak pada kehinaan dan kecelakaan.

Editor: Hermawan Aksan
Istimewa
Dr H Dudung Abdul Rohman, M.Ag (Bidgar Dakwah PW Persis Jabar) 

Oleh Dr H Dudung Abdul Rohman, M.Ag (Bidgar Dakwah PW Persis Jabar)

SHAUM adalah media pendidikan dan pelatihan dalam mengendalikan hawa nafsu.

Melalui shaum kita berlatih bagaimana mengontrol dan mengendalikan syahwat supaya tidak terjebak pada kehinaan dan kecelakaan.

Inilah esensi shaum sebagai media penyucian jiwa menuju manusia yang paripurna dengan mengontrol kehendak dan dorongan hawa nafsunya yang buruk. 

Allah Swt berfirman, “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Yusuf {12}:53).

Islam mengakui manusia cenderung untuk mencintai kesenangan dunia.

Tetapi apabila kecenderungan ini tidak terkontrol dan tidak diimbangi dengan bimbingan spiritual agama, maka boleh jadi akan mengantarkan manusia pada sikap kesombongan dan keserakahan yang melampaui batas.

Dalam Islam, manusia senantiasa diingatkan untuk tak hanya mengejar kesenangan dunia, tapi juga harus mencari kesenangan yang hakiki kelak di akhirat. Caranya dengan beribadah dan beramal shaleh. 

Allah Swt berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: ‘Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS. Ali-‘Imran 14-15).

Dalam konteks ini shaum selama bulan Ramadhan diwajibkan.

Artinya, dengan shaum kita tidak terninabobokan dengan kesenangan sementara di dunia, tetapi juga kita berusaha untuk memperoleh kesenangan abadi kelak di akhirat. 

Selama melaksanakan shaum, ternyata kita kuat dan sanggup menahan dari makan, minum, dan bersanggama sepanjang siang hari.

Hikmahnya, berarti kita harus kuat dan sanggup juga menahan diri dari godaan-godaan nafsu dunia yang menyesatkan dan menghinakan. 

Maka shaum ini bukan sekadar berdimensi lahiriyah, tetapi juga bermakna batiniyah.

Artinya yang shaum itu bukan hanya mulut dan perut, tetapi seluruh anggota badan kita ikut shaum juga dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

Dengan demikian, hakikat shaum yang sesungguhnya adalah menahan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan maksiat sepanjang hayat. 

Bagaimana apabila yang shaum itu hanya mulut dan perutnya saja, sementara telinga, tangan, pikiran, dan anggota badan lainnya dibiarkan berkelana sampai-sampai melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela?

Maka boleh jadi shaum-nya tidak bernilai di sisi Allah Swt.

Shaum-nya hanya berhenti sampai menahan haus dan lapar. Sedangkan nilai dan kualitasnya di sisi Allah Swt boleh jadi hampa dan tidak bermakna. 

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya serta berlaku bodoh, maka tidak ada keperluan bagi Allah untuk meninggalkan makanan dan minumannya." (HR. Bukhari dan Abu Dawud. Lafadz-nya menurut riwayat Abu Dawud).

Maka ketika tengah melaksanakan shaum, kemudian ada orang yang mengajak bertengkar, janganlah dilayani. Tetapi, kata Rasulullah saw, ucapkanlah: “Inni shaaim”: sesungguhnya aku sedang shaum

Ini menunjukkan bahwa dengan shaum kita dilatih untuk mengendalikan emosi dan hawa nafsu.

Sebagai media pendidikan dan pelatihan, shaum ini tidak perlu dilakukan terus menerus. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak ada shaum bagi orang yang shaum selamanya." (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Rasulullah saw juga bersabda, “Barangsiapa yang shaum Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala (keridhaan) Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” 

Wallahu a’lam bish-shawaab. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved