Puting Beliung di Jatinangor

BRIN: Puting Beliung Rancaekek Kejadian Langka, Diduga Karena Lahan Hijau Jadi Kawasan Industri

Kawasan ini semula merupakan kawasan hijau, yang ditandai dengan banyaknya pepohonan.

Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Ravianto
Tribun Jabar/ Kiki Andriana
Kondisi pabrik milik PT Kahatex, di Jatinangor, Sumedang, yang hancur diterjang angin puting beliung, Kamis (22/2/2024). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Bencana ekstrem berupa pusaran angin kencang terjadi pada Rabu (21/2/2024) disertai hujan di Jatinangor dan Cimanggung (Sumedang), serta Rancaekek (Bandung).

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumedang menyebut bencana ini terjadi sekitar pukul 15.30 WIB sampai 16.00 WIB.

Peneliti senior pusat riset iklim dan atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Didi Satiadi menjelaskan bahwa kejadian itu merupakan bencana ekstrem yang menunjukkan karakteristik puting beliung yang sangat kuat.

Ditambah, ditandai area terdampak yang luas disertai intensitas sangat kuat hingga menyebabkan bangunan rusak dan kendaraan terguling.

"Istilah puting beliung ini dikenal sebagai microscale tornado atau tornado skala kecil. Nah, karena ukurannya lebih kecil daripada tornado yang biasa terjadi di daerah lintang menengah, hal ini menggambarkan suatu kolom udara yang berputar sangat cepat mulai awan badai sampai ke permukaan tanah, dan biasanya berbentuk corong," ujarnya, Minggu (25/2/2024).

Dia menambahkan, hasil analisis awal penyebab kejadian ini kemungkinan adanya konvergensi angin dan uap air di daratan sekitar wilayah itu di sore hari yang menyebabkan pertumbuhan awan cumulonimbus yang sangat cepat dan meluas.

Fenomena angin puting beliung menimpa sejumlah wilayah di Jawa Barat, khususnya Sumedang hingga Kabupaten Bandung pada Rabu (21/2/2024) sore.
Fenomena angin puting beliung menimpa sejumlah wilayah di Jawa Barat, khususnya Sumedang hingga Kabupaten Bandung pada Rabu (21/2/2024) sore. (Istimewa)

Kemudian, proses pembuatan awan membebaskan panas laten yang berikutnya meningkatkan aliran udara ke atas.

"Aliran udara ke atas yang semakin kuat akan menumbuhkan lebih banyak awan. Siklus umpan balik positif ini, menyebabkan aliran udara ke atas menjadi semaki kuat dan dapat berputar karena adanya windshear (perbedaan arah/kecepatan angin). Kolom udara yang berputar semakin kuat dapat mencapai permukaan tanah dan menghasilkan puting beliung," ujarnya.

Lanjutnya, perbedaan antara tornado dan puting beliung, biasanya tornado terjadi dalam awan badai yang terbentuk sepanjang front (batas antara dua massa udara yang berbeda) atau di dalam awan badai supersel.

Baca juga: Penjelasan soal Puting Beliung dan Tornado serta Apa yang Menyebabkan Terbentuknya Puting Beliung

Sedangkan puting beliung biasanya terjadi karena proses konveksi lokal di dalam awan badai dan biasanya berkaitan downburst/microburst (aliran udara ke bawah) yang kuat.

"Dari segi skala, tornado biasanya lebih besar dan lebih kuat, dengan angin yang lebih kencang dan diameter yang lebih besar. Daripada puting beliung yang biasanya lebih kecil dan kecepatan angin yang lebih rendah," ujarnya.

Tornado dapat berlangsung hingga beberapa jam. Sedangkan puting beliung biasanya berlangsung lebih pendek hingga beberapa menit.

Penampakan bangunan pabrik di kawasan industri Dwipa Puri, di Kecamatan Cimanggung, Sumedang, hancur akibat disapu angin puting beliung, Rabu (21/2/2024) sore.
Penampakan bangunan pabrik di kawasan industri Dwipa Puri, di Kecamatan Cimanggung, Sumedang, hancur akibat disapu angin puting beliung, Rabu (21/2/2024) sore. (kiki andriana/tribun jabar)

Tornado biasanya terbentuk di wilayah garis lintang menengah dengan gradien/perbedaan temperatur yang tinggi.

Sedangkan puting beliung biasanya terbentuk di wilayah tropis, di mana konveksi sangat aktif karena kondisi atmosfer yang hangat dan lembap.

Dampak tornado biasanya lebih dahsyat dibandingkan dengan puting beliung.

Walaupun puting beliung juga cukup berbahaya, karena dapat menyebabkan kerusakan lokal terutama di wilayah padat penduduk.

Baca juga: Beda Puting Beliung dan Tornado, yang Menghantam Rancaekek Bandung Disebut Apa?

Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Eddy Hermawan menyebut Rancaekek merupakan kawasan yang terletak nyaris di tengah-tengah Pulau Jawa bagian barat.

Kawasan ini semula merupakan kawasan hijau, yang ditandai dengan banyaknya pepohonan.

Artinya, lingkungannya masih relatif bersih. Namun, sekarang kawasan ini telah beralih fungsi, yang semula hijau, berubah menjadi kawasan industri.

Kawasan seperti ini biasanya rawan diterjang pusaran angin.

"Terjadi perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati, kini berubah menjadi hutan beton. Industri banyak menghasilkan gas emisi, di mana gas ini tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer, akibat efek rumah kaca. Dengan Lama Penyinaran Matahari (LPM) lebih dari 12.1 jam, maka kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari," katanya.

Perbedaan suhu antara malam dan siang sangatlah besar. Tanpa disadari, kawasan ini tiba-tiba berubah menjadi kawasan bertekanan rendah.

Kondisi seperti ini dimulai sejak 19 Februari 2024 dan di saat itulah, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek.

Proses ini terjadi agak lama, sekitar 24-48 jam. Diawali dengan pembentukan bayi awan-awan Cumulus (dikenal sebagai Pre-MCS). Kemudian lambat laut membesar membentuk kumpulan awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar, dikenal sebagai puting beliung.

“Walaupun mekanisme agak komplek untuk dijelaskan secara rinci, namun dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam,” kata Eddy.

Hampir semua kejadian ekstrem seperti puting beliung di Rancaekek misalnya, hingga kini relatif sulit diprediksi kehadirannya.

Selain terbatasnya data yang beresolusi tinggi, namun juga mekanisme pembentukannya, belum dipahami dengan baik dan sempurna.

"Wajar jika kadangkala masing-masing kami memiliki pandangan berbeda. Ini memang kejadian langka, kebetulan yang terdampak satu kawasan yang bernama Rancaekek. Kami mengimbau kepada masyarakat, selain tidak usah panik secara berlebihan, yang lebih penting adalah ikuti terus informasi terkini yang diberikan oleh BMKG atau BPBD atau lainnya, pantau secara rutin (reguler). Tidak mengaitkan kejadian ini dengan hal-hal yang tidak masuk akal, tetap berpikir jernih dan logis," katanya.

Dia juga berpesan, jangan menambah kerusakan linkungan. Perbanyaklah menanam pepohonan, back to nature agar laju global warming bisa kita redam.

“Puting Beliung tidak bisa kami cegah, namun tanda-tanda kehadirannya bisa kami lihat, dari langit mulai gelap, kecepatan angin permukaan meningkat, suhu udara panas terik di siang hari, namun tiba-tiba mendingin di malam hari, dan lainnya,” ucapnya.

Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Albertus Sulaiman menjelaskan hal yang sama, angin puting beliung merupakan fenomena yang menarik dan masih merupakan buku terbuka karena sifatnya yang unik, terjadi di ekuator, secara spasial tidak terlalu besar dan berlangsung dalam tempo yang cukup cepat, sehingga sulit untuk di observasi. Angin puting beliung terjadi dalam intensitas (kekuatan) yang semakin besar dimana mulai mengancam masyarakat.

"Mekanisme penguatan ini masih misteri, di mana masalah ini juga terjadi pada gelombang ekstrem di laut. Penelitian yang intensif menunjukkan bahwa salah satu sumber utama terjadinya gelombang ekstrem adalah interaksi antar gelombang (gangguan yang menjalar) yang memenuhi Benjamin-Feir instability," ujar Sulaiman.

BMKG perlu lebih banyak lagi memasang intrumen, seperti Automatic Weather Station (AWS) dan radar dengan resolusi spasial dan temporal lebih tinggi di area yang sering terjadi puting beliung. Saat ini observasi puting beliung hanya muncul dari foto dan video yang dikirimkan dari saksi, tetapi ini juga sudah berarti.

Pusat Riset Artifisial Inteligen BRIN telah menggembangkan algoritma pengenalan pola dari foto dan video. Pengabungan hasil pengenalan pola dan model deterministik (fluid dynamics) dapat digunakan untuk lebih memahami mekanisme pembentukan dan dinamika angin puting beliung dengan baik.(*)

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved